OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 24 Mei 2019

Aksi di Bawaslu

Aksi di Bawaslu


Massa berhadapan dengan aparat polisi di depan Gedung Bawaslu
-CATATAN SYAHRAIN FATHARANY (JURNALIS SALAM-ONLINE)-
10Berita: Sejak awal mengamati aksi, massa yang terlihat sangat emosional, berasal dari kalangan remaja. Peserta aksi tidak nampak seperti massa aksi-aksi umat Islam sebelumnya. Itu terlihat dari cara mereka berpakaian, bertato, rambut dicat, dan seperti tidak ada rasa malu ketika merokok, makan dan minum pada siang hari di jalanan.
Di malam hari, Rabu (22/5/2019) bentrok pecah di Jalan KH Wahid Hasyim (Sabang) antara massa dengan aparat polisi. Peluru gas air mata yang ditembakkan polisi dibalas dengan petasan, bebatuan, hingga bom molotov.
Betapa sengitnya perlawanan massa yang belakangan disebut sebagai perusuh ini. Mereka tidak hanya melakukan perlawanan dengan melempari aparat dengan bom molotov dan melemparkan petasan, tapi juga melakukan aksi pembakaran bangunan, yakni pos polisi Sabang. Hal yang tidak terjadi ketika jutaan umat Islam turun ke jalan pada aksi 212.
Api kemudian membesar sehingga merembet ke bangunan yang berdekatan, yakni rumah makan Garuda. Dari apa yang saya saksikan, massa tersebut nampak seperti tiada lelah dan bosan dengan aksinya.
Ketika adzan Subuh berkumandang pun, saya masih mendengar polisi menembak-nembakkan gas air mata ke arah massa. Aksi baru betul-betul mereda ketika hari mulai terang.
Selama bentrokan berlangsung, massa tidak ingin apa yang mereka lakukan didokumentasikan. Bahkan untuk kejadian yang merugikan mereka seperti ketika ada korban yang dibawa ke mobil-mobil ambulans. Hal ini terjadi pada Imam, wartawan Kiblatyang berniat mendokumentasikan korban yang digotong ke mobil ambulans. Namun, Imam justru dikerumuni massa dan diintimidasi agar foto atau video tersebut dihapus. Dan hal yang serupa yang saya lihat terjadi pada wartawan lainnya.
Catatan di lapangan terkait aparat
Sejak saya kembali ke lokasi aksi pada sekitar pukul 21.30 malam, Rabu (23/5), suasana di jalan Wahid Hasyim sudah mencekam. Pos polisi terbakar. Banyak ambulans yang bersiaga. Polisi terus menembakkan gas air mata dan menyemprotkan water cannon ke arah massa.
Cukup sulit untuk membuat laporan, mendokumentasikan peristiwa di tengah-tengah massa yang terus membalas respons apparat, termasuk mengamati jika ada yang merekam peristiwa tersebut. Karena mengeluarkan hp untuk memfoto saja langsung diteriaki: “Hapus, hapus!”
Karena itu saya putuskan untuk bergabung dengan teman-teman wartawan di barikade polisi agar lebih mudah melakukan peliputan. Sampai di sana, kondisi di Jalan Thamrin sudah penuh dengan bebatuan. Polisi membuat pertahanan berlapis dengan pasukan water cannon dan peluncur gas air mata di lapis depan. Sementara aparat bersenjata laras panjang yang mengendarai motor trail di lapis belakang.
Nampak aparat polisi (Brimob) yang berasal dari berbagai daerah itu berkali-kali mengeluarkan amunisi baru. Namun massa tetap bertahan. Teman-teman wartawan dan polisi yang berjaga pun nampak sudah kelelahan meladeni massa.
Namun menjelang dini hari, muncul puluhan atau mungkin ratusan polisi berpakaian preman keluar dari gedung Bawaslu. Mereka mengenakan pakaian putih dan membawa tongkat.
Munculnya polisi berpakaian preman ini disambut riuh oleh aparat Brimob. Keluar kata-kata dari para anggota Brimob yang membuat saya berpikir saat itu, apakah ada upaya memukul mundur massa dengan cara-cara yang mengkhawatirkan?
Para awak media saat itu tidak diperbolehkan oleh polisi mengambil gambar. Bahkan ada beberapa rekan wartawan yang mengambil foto dan memvideokan situasi langsung dirubungi aparat. Mereka diminta agar segera menghapus apa yang mereka dokumentasikan.
Polisi berpakaian preman ini menyergap massa dari arah Jalan Sunda. Sementara dari arah Wahid Hasyim sudah ada Brimob yang bersiaga. Massa nampaknya terkepung di Jalan Wahid Hasyim, Sabang. Karena dilarang meliput, maka wartawan hanya dapat melihat dan mendengar dari jauh upaya pukul mundur tersebut.
Berjalan sekitar 20 menit, saya mengecek ke lokasi bentrok, massa berhasil dipukul mundur hingga ke ujung Jalan Wahid Hasyim dan Jalan Kebon Sirih 1. Saat itu saya lihat kendaraan motor yang diparkir di sepanjang jalan sudah bergeletakan dan dalam kondisi rusak. Mobil-mobil ambulans yang sebelumnya banyak terparkir, tidak terlihat lagi.
Dari tengah malam hingga waktu mendekati terang, bentrok terus terjadi. Meski dengan perlawanan massa yang seadanya. Antara polisi yang berpakaian preman dengan massa saling melempar ejekan dan bebatuan. Sesekali polisi mengeluarkan pistol yang diselipkan di belakang celananya. Dan memberi tembakan peringatan. Sejumlah massa ada yang tertangkap dan diamankan aparat. Bahkan, ada beberapa orang yang  berembunyi di sebuah bangunan, tertangkap. Mereka berhasil diketahui keberadaannya setelah polisi melakukan sweeping.
Dari jauh saya melihat massa dari arah Wahid Hasyim yang mengarah ke Jalan KH Mas Mansyur juga melakukan perlawanan dengan melemparkan petasan ke arah polisi pada dini hari menjelang Subuh. Namun, massa nampaknya sudah mulai lelah, sehingga barikade polisi pun tidak lagi seketat sebelumnya.
Pada Kamis (23/5) pukul 07.00, situasi sudah mulai terkendali, dan petugas kebersihan dikerahkan untuk menyisir sisa-sisa rusuh dari bentrokan. [S]
Sumber: Salam Online.