Jelang Pengumunan KPU, Kapal Perang Asing Hadir untuk Operasi NEO?
10Berita - Situasi menghangat jelang pengumuman perhitungan suara hasil Pemilu serentak 2019. Entah kebetulan atau tidak, beberapa alutsista (alat utama sistem senjata) negara asing merapat ke Indonesia.
Tak sembarang alutsista. Setidaknya sudah ada empat kapal perang berukuran besar yang berada dekat di Indonesia. Salah satunya bahkan sandar di Jakarta beberapa hari lalu.
Adalah kapal perang HMAS Canberra, jenis pendarat berkemampuan angkut helikopter atau LHD (landing-helicopter-dock) milik AL Australia yaitu bersandar di Teluk Jakarta.
Kedatangan HMAS Canberra didampingi kapal fregat HMAS Newcastle dan kapal pendukung HMAS Success. Resminya, ketiga kapal AL Australia itu berkunjung ke Indonesia dalam rangka pelayaran Gugus Tugas Indo-Pacific Endeavour 2019 yang dilakukan AL Australia.
Di balik kunjungan yang bersifat resmi dan dikaitkan dengan situasi terkini tanah air, ada yang menduga-duga tujuan “lain”. Bukan kemampuan ofensif yang dipersoalkan, kendati dua dari ketiga kapal perang Australia itu memiliki kemampuan ofensif yang mumpuni.
Salah satu dugaan yang menyeruak di kalangan pemerhati militer adalah kemampuan HMAS Canberra melakukan operasi militer selain perang (OMSP) yang dikenal dengan NEO (non-combatant evacuation operation).
NEO adalah operasi evakuasi warga sipil keluar dari daerah konflik. Sebagai kapal pendarat yang bentuknya mirip sekali dengan kapal induk ini, HMAS Canberra memiliki kemampuan angkut orang sangat besar. Dengan helikopter-helikopter angkut yang dibawanya (dan bisa ditambah didatangkan dari Australia jika diperlukan), tentu mampu dengan cepat mengevakuasi warga Australia dari Jakarta. Bukan perkara sulit bagi armada HMAS Canberra.
Australia tentu belum lupa kerusuhan besar-besaran yang melanda Jakarta 21 Mei 1998. Meskipun baru dugaan yang belum tentu benar, dimaklumi saja kehadiran HMAS Canberra. Toh itu juga bagian dari kepedulian dan tanggung jawab pemerintah Australia terhadap warga negaranya yang sedang berada di Indonesia, khususnya Jakarta. Kalaupun bukan untuk bersiaga NEO, sandarnya HMAS Canberra sudah memberi pesan sendiri: kesiagaan.
Tak jauh dari Indonesia, alutsista berupa kapal perang lain yang juga dekat dengan Nusantara adalah kapal induk Perancis, Charles de Gaulle (R91) yang bertenaga nuklir.
Charles de Gaulle memang tidak merapat ke pelabuhan Indonesia. Namun kehadirannya sontak menyedot perhatian publik, manakala tujuh jet tempur Rafale-M yang dibawanya terpaksa mendarat darurat di Aceh, beberapa hari lalu.
Kabarnya ketujuh penempur itu gagal mendarat di kapal induknya lantaran terhadang cuaca buruk sehingga harus alih mendarat (divert) ke bandara terdekat. Aceh menjadi tujuan pendaratan. Saat kejadian, Charles de Gaulle dikabarkan sedang dalam posisi sekitar 200 km sebelah barat batas zona eksklusif wilayah Sumatera.
Dibanding HMAS Canberra, kapal induk Charles de Gaulle berukuran lebih besar. Mampu membawa 20 jet tempur Rafale-M, tiga pesawat radar E-2C Hawkeye dan hingga belasan helikopter angkut.
Jangankan untuk operasi semacam NEO, misi tempur pun dengan mudah dilakoni kapal induk Perancis ini, jika memang diperlukan. Seperti halnya rekannya dari Australia, kapal Perancis itu tentu saja dikawal beberapa kapal perang lainnya. Di posisinya di Samudera Hindia, Charles de Gaulle dikabarkan sedang dalam misi latihan rutin jelang reposisinya ke kawasan Timur Tengah.
Sebelumnya, di awal Mei ini sudah lebih dulu ada dua kapal perang penting masing-masing sebuah dari Amerika dan China yang merapat ke Indonesia. Sama seperti gugus armada HMAS Canberra, kedua kapal tersebut sesungguhnya dikatakan tengah melakukan perjalanan muhibah.
USS Blue Ridge milik Komando Pasifik AL AS merapat di Jakarta pada 1 Mei 2019 dalam rangka peringatan 70 tahun hubungan diplomatik AS–Indonesia. USS Blue Ridge adalah kapal jenis komando tempur terpadu level kawasan.
Meskipun bukan jenis kapal pengangkut atau kapal tempur, USS Blue Ridge memiliki kemampuan yang tak bisa diremehkan. USS Blue Ridge dilengkapi sarana komunikasi tercanggih yang memiliki kemampuan memberikan perintah langsung kepada semua alutsista AS di kawasan Indo-Pasifik yang tergabung dalam Armada ke-7 Pasifik.
Sementara itu kapal China yang sandar di Indonesia, persisnya di Surabaya pada tanggal 9 Mei lalu, adalah kapal jenis survei kelautan (ocean survey ship). Kapal bernama Hai Yang itu dioperasikan AL China untuk misi survei kelautan, termasuk di antaranya pemetaan bawah laut.
Boleh-boleh saja publik menduga-duga, ada maksud lain selain alasan resmi kehadiran kapal-kapal perang besar itu (dan kehadiran kapal induk Perancis di Samudera Hindia).
sumber: rmol