Penyalahgunaan Wewenang Menkopolhukam
Oleh: Adam Setiawan, S.H*
10Berita - ISU people power atau gerakan kedaulatan rakyat yang digagas oleh Amien Rais sebagai respon hasil pemilu yang terindikasi adanya kecurangan telah menjadi isu yang paling seksi dibahas belakang terakhir ini.b
Namun ada isu aktual yang tidak kalah menarik perhatian yakni terbentuknya Tim Asistensi Hukum Kemenko Polhukam berdasarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 38 Tahun 2019 tentang Tim Asistensi Hukum Kemenko Polhukam.
Menurut Wiranto selaku Menteri Kordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) mengatakan bahwa terbentuknya Tim Asistensi Hukum mempunyai tujuan untuk mengkaji dan menilai pelanggaran hukum yang terjadi selama proses pelaksanaan pemilu dan pasca pemilu.
Dalam hal ini output yang diberikan oleh Tim Asistensi Hukum adalah masukan atau rekomendasi terhadap proses penegakan hukum (law enforcement).
Perlu diketahui Tim Asistensi Hukum bentukan Menkopolhukam hanyalah bersifat ad hoc, tim ini akan dibubarkan pada bulan Oktober.
Jika dianalisis secara cermat Tim Asistensi Hukum bentukan Menkopolhukam terkesan mengutamakan pertimbangan politik dibanding pertimbangan hukum bahkan kecenderungan pada penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) dan memasung kebebasan seseeorang.
Wewenang merupakan kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undang untuk menimbulkan akibat hukum. Wewenang yang diberikan kepada badan atau pejabat pemerintahan haruslah digunakan untuk tujuan sebagaimana tujuan diberikannya wewenang.
Penyalahgunaan wewenang dalam hal ini menurut konsep Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara selalu dipersamakan dengan konsep detournement de pouvoir.
Seorang pejabat menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain yang menyimpang dari tujuan yang telah diberikan kepada wewenang itu.
Dalam konteks penyalahgunaan wewenang, Timothy Endicot pernah memberi penjelasan apa yang dimaksud dengan penyalahgunaan wewenang adalah menggunakan wewenang untuk tujuan yang buruk dengan contoh yaitu memenjarakan seseorang dengan tujuan mencegah mereka agar tidak mengkritik pemerintah dan menggunakan wewenang untuk keuntungan pribadi atau kelompoknya.
Apa yang dikemukakan oleh Timothy Endicot dirasa menggambarkan keadaan yang sedang dialami Indonesia. Di mana situasi politik yang sedang carut marut dimanfaatkan oleh Menkopolhukam untuk membentuk Tim Asistensi Hukum dengan dalih bahwa Tim Asistensi Hukum mempunyai tujuan untuk mengkaji dan menilai pelanggaran hukum yang terjadi selama proses pelaksanaan pemilu dan pasca pemilu.
Namun pada kenyataannya Tim Asistensi Hukum yang dibentuk sarat dengan muatan politik.
Kecenderungan penyalahgunaan wewenang demi kepentingan dapat dilihat dari timing terbentuknya Tim Asistensi Hukum guna menghalau segala upaya penolakan hasil pemilu yang ada.
Terlepas nuansa atau muatan politis yang membalutnya, dari aspek hukum administrasi Menkopolhukam dalam hal ini telah melanggar beberapa prinsip hukum administrasi negara diantaranya asas legalitas, asas pelindungan terhadap hak asasi manusia dan AUPB sebagaimana disebutkan dalam UU 30/2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.
Menkopolhukam melanggar asas legalitas yang dimaksud dengan “asas legalitas” adalah bahwa penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan mengedepankan dasar hukum dari sebuah Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuat oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.
Dengan demikian Menkopolhukam telah melakukan penyalahgunaan wewenang ditinjau dari tidak adanya dasar hukum wewenang membentuk Tim Asistensi Hukum bentukan Menkopolhukam di mana tim ini merupakan upaya yang mubazir bahkan jika dianalisis dengan teori kewenangan Menkopolhukam tidak mempunyai kewenangan sama sekali untuk membentuk Tim Asistensi Hukum sebagaimana dapat dilihat dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2015 Tentang Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, Dan Keamanan.
Melanggar Asas Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia
Menkopolhukam telah melanggar asas perlindungan terhadap hak asasi manusia yang dimaksud dengan “asas perlindungan terhadap hak asasi manusia” adalah bahwa penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak boleh melanggar hak-hak dasar Warga Masyarakat sebagaimana dijamin dalam UUD NRI Tahun 1945.
Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 38 Tahun 2019 tentang Tim Asistensi Hukum Kemenkopolhukam, Tim Asistensi Hukum mempunyai tugas di antaranya adalah melakukan kajian dan asistensi hukum terkait ucapan dan tindakan yang melanggar hukum pasca pemilihan umum serentak tahun 2019.
Menurut penulis Menkopolhukam telah melakukan penyalahgunaan wewenang yang ironisnya memasung kebebasan seseorang untuk berpendapat.
Hal demikian dapat kita amati dari tugaas Tim Asistensi Hukum dibentuk untuk menilai ucapan dan tindakan seseorang yang berkaitan pemilu menurut penulis telah melanggar hak-hak yang telah dijamin oleh UUD NRI 1945 Pasal 28 dan 28E Ayat (3).
Melanggar AUPB
Menkopolhukam telah melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (algemene beginselen van behoorlijk bestuur) yang meliputi asas kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, hingga kepentingan umum.
Berdasarkan Surat Keputusan No. 38 Tahun 2019 terbentuknya Tim Asistensi Hukum menurut penulis akan menimbulkan polemik tentang ketidakpastian proses penegakan hukum (law enforcement), yang mana kelak akan ada melahirkan tumpang tindih kewenangan untuk menilai ada atau tidak adanya suatu peristiwa tindak pidana, terutama mengenai persoalan hukum pemilu antara Polri, KPUM BawasluM dan Tim Asistensi Hukum.
Maka dari itu. menurut penulis Tim Asistensi Hukum bentukan Menkopolhukam hanyalah lembaga yang mubazir mengingat kita sudah mempunyai lembaga-lembaga yang mempunyai kompetensi dalam mengawal persoalan pemilu.
*) Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia
Rmol