Taktik Pihak Penguasa Sangat Berbahaya
Oleh: Asyari Usman (wartawan senior)
Sebetulnya, tidaklah perlu pihak penguasa bereaksi overdosis terhadap keinginan rakyat untuk berkumpul di Jakarta pada hari pengumuman angka perolehan suara pilpres, 22 Mei. Sebab, mereka yang hadir hampir bisa dipastikan adalah orang-orang yang tidak bermaksud jahat. Paling-paling mereka hanya ingin menyampaikan penolakan terhadap kecurangan pilpres.
Tindakan represif dan cara-cara “heavy handed” (keras) yang digunakan oleh penguasa dalam upaya untuk membungkam gerakan massa tolak kecurangan pilpres, adalah taktik yang sangat berbahaya. Taktik ini hanya akan memperuncing suasana.
Cara represif itu misalnya persekusi terhadap para ulama dan orang-orang yang menyuarakan sesuatu yang tak menyenangkan penguasa. Sedangkan “heavy handed” contohnya adalah pengerahan pasukan keamanan bersenjata lengkap dalam jumlah yang berlebihan. Ada kesan pengerahan ini bertujuan untuk mengintimidasi publik.
Kenapa taktik ini berbahaya? Pertama, karena akan menciptakan kesan bahwa rakyat yang menuntut kejujuran dianggap musuh negara. Sampai-sampai negara harus mengerahkan perangkat keras yang seharusnya digunakan untuk menumpas kerusuhan besar. Padahal, mereka yang akan berkumpul itu sebagian besar melaksanakan ibadah puasa Ramadan.
Kedua, pengerahan kekuatan yang berkombinasi ribuan personel Brimob dan belasan ribu tentara juga menggoreskan pesan bahwa perangkat keamanan negara sedang digunakan untuk memihak capres 01. Kenapa anggapan seperti ini gampang menggumpal? Karena selama ini perangkat keamanan, terutama kepolisian, telah dengan nyata menunjukkan keberpihakan kepada capres 01.
Jadi, taktik represif dan “heavy handed” yang sedang diterapkan oleh penguasa sebaiknya tidak diteruskan. Atau, paling tidak, lakukanlah “review” (tinjau ulang) terkait jumlah personel dan peralatan yang diturunkan.
Kalau diteruskan, cara ini pasti akan lebih meyakinkan rakyat yang menuntut kejujuran dan keadialan bahwa mereka dianggap remeh oleh penguasa. Dianggap remeh dalam arti bisa ditakut-takuti.
Para penguasa perlu memahami bahwa rakyat yang bakal datang ke Jakarta itu, dan yang juga melaksanakan aksi serupa di daerah, sudah sangat paham tentang apa yang mereka lakukan. Dan paham tentang risiko yang bakal mereka hadapi.
Dengan pemahaman itu, massa rakyat tidak datang untuk maksud bertempur. Tidak wajar dihadapi dengan perangkat keras untuk perang terbuka. (*)
Sumber: konten Islam