[Wawancara] People Power Sama dengan Makar?
Arti makar sendiri apa menurut UU yang ada?
Memang, sesuatu yang menarik beberapa minggu terakhir ini salah satunya adalah soal makar, karena sudah lama istilah itu tidak jadi pembicaraan tetapi kemudian sekarang menjadi pembicaraan. Dan yang kedua, itu kan sesuatu yang sangat sensitif. Sesuatu yang sangat memiliki pengaruh yang luar biasa.
Kalau kita telusuri makar sendiri itu kan dalam terminologi bahasa arab itu kan Makarun, tipu muslihat, daya tipu. Terus kemudian kalau dalam bahasa Belanda itu aanslag atau menyerang. Dengan demikian bisa dimaknai bahwa makar itu kan menyerang dengan penuh tipu muslihat. Siapa yang diserang? Itu ada di KUHP pasal 104, 106, 107, 108, 110 tentang apa yang dikualifikasi makar.
Kalau kita sederhanakan, di 106 kan makar itu kaitannya dengan upaya pemberontakan untuk mencoba melepaskan diri atau menyerang terhadap suatu keutuhan bagian dari suatu wilayah, trus menyerang presiden ya. Jadi kalau 104 itu lebih kepada menyerang presiden kemudian 107 itu menggulingkan pemerintahan, kemudian 108 itu memisahkan diri dari Negara kesatuan, kemudian 110 itu suatu upaya untuk menggulingkan suatu pemerintahan dengan tipu muslihat.
Dan kalau kita sederhanakan, maka yang disebut makar itu adalah menyerang pada presiden. Menyerang kepada pemerintah, menyerang kepada suatu wilayah. Kalau kita telusuri secara historis, Makar itu di orde lama banyak dipakai. Misalnya, dikenakan kepada Untung, ketika G13 PKI, ketika itu dipidana mati karena dia makar dengan gerakan G30S PKI. Kemudian waktu itu ada Soumokil, itu makar memisahkan, menyerang atau mendirikan Negara didalam Negara kita.
Terus ada DI/TII Kartosoewirjo waktu itu, lalu kemudian yang menyerang Soekarno ketika serangan Cikini 1957, itu jelas-jelas adalah peristiwa makar. Kemudian pada masa Orde Baru, memang makar itu dimodifikasi dengan subversif PNPS 1993 pada waktu itu, beberapa orang dikenai dengan tuduhan-tuduhan supversif, misalnya Tanjung Priuk, peristiwa Lampung dan sebagainya. Termasuk kemudian dianggap malari 74 waktu itu.
Sedangkan di masa reformasi itu ya adanya gerakan di Maluku, di Papua dan sebagainya itu adalah bukti-bukti empiris secara historis yang kemudian disebut makar.
Ya, Polisi melakukan itu bagian dari upaya untuk menciptakan kondusifitas suatu system pemilu, kondusifitas system politik, supaya suatu saat tidak muncul dinamika-dinamika yang distruktif. Kita apresiasi, tapi kemudian kembalikan kepada norma-norma yang sebenarnya.
Ada video yang ingin memenggal kepala pak presiden Jokowi, kemudian itu disebut sebagai makar. Apakah itu sudah memenuhi unsur makar sebagaimana yang disebutkan tadi, untuk melakukan serangan kepada presiden?
Saya kira memang dalam proses minta pertanggung jawabkan hukum, pertanggung jawaban pidana kan harus dilihat perbuatannya. Perbuatan, pertanggung jawaban, kemudian baru kita bicara tentang sangsi pidana. Dan kalau kemudian bicara tentang perbuatan, harus dilihat misalnya unsur subyektif yang ada dalam unsur yang bersangkutan.
Apakah kemudian ada unsur kesengajaan, ada unsur kealpaan, ada unsur kesalahan atau apapun. Dengan demikian kita bisa memberikan keadilan bagi yang bersangkutan. Memang yang diucapkan adalah sesuatu yang mungkin tidak tepat, sesuatu yang tidak proporsional, tetapi perlu juga kita telusuri mengapa kemudian muncul kalimat seperti itu. Apakah memang sengaja dan dia punya kekuatan untuk melakukan itu, atau kemudian hanya sekedar suatu euforia saja. Terbawa oleh situasi dan kemudian juga dia tidak sadar misalkan, ada yang memvideokan, memviralkan dan lain sebagainya.
Jadi memang kalimat-kalimat itu tidak tepat digunakan siapapun ya, ornag biasa saja tidak boleh dipenggal, apalagi presiden, kita tidak setuju degan itu. Tetapi kemudian, bagaimana proses penghukumannya harus dilihat tentang kondisi yang bersangkutan sehingga apa yang kita lakukan, maksudnya aparat penegak hukum melakukan itu, bisa memberikan sebuah keadilan.
Berarti people power ketika dikaitkan dengan makar sudah salah persepsi?
Konteksnya berbeda, kalau people power ini kan konteksnya sebagai sebuah gerakan moral, dan kita ndak biasa, dan mungkin 411, 212 itu kan bagiamn dari people power, kekuatan rakyat, kekuatan orang banyak pada waktu itu, berhimpun disitu, dan targetnya apa pada waktu itu? Mengawal mengawal persidangan agar berjalan sesuai dengan konteks hukum yang sebenarnya. Dan misalnya tentang kasus 97, 98 waktu itu yang menggulingkan orde baru. Itu kan bagian dari people power. Orang –orang yang melakukan itu kan juga tidak dikenakan tuduhan makar.
jadi ada satu konstruksi yang berbeda bahwa people power itu bagian ekspresi untuk menyampaikan suatu pendapat, sama dengan suatu demonstrasi. Sedangkan apa yang disebut dengan makar itu adalah memang untuk mengambil kekuasaan tersebut dengan cara-cara yang tidak sah, yaitu menggulingkan pemerintahan yang sah, menyerang pemerintahan presiden yang sah atau kemudian memisahkan diri dari Negara kesatuan tadi itu, jadi itu ada sisi yang berbeda.
Kalau kemudian dikonstruksikan, dianalogikan people power itu identik dengan makar, maka kemudian tidak ada upaya-upaya untuk berekspresi berpendapat secara massif yang bersama-sama secara kolektif rakyat bergabung disitu karena ada ketakutan.
Kalau saya pertegas, makar itu harus ada persiapan yang matang dari pelaku?
Harus ada satu pelaksanaannya, permulaan pelaksanaannya. Perbuatan-perbuatan permulaan yang mengarah kepada delik makar tersebut, misalnya dia menghimpun senjata, dia menghimpun kekuatan, dia menyerang aparat keamanan, dia menyerang kepada alat-alat negara dan lain sebagainya. Maka itu adalah perbuatan-perbuatan permulaannya, kemudian berikutnya dia akan mengambil kekuasaan itu, atau kemudian melumpuhkan presiden atau kemudian menggulingkan presiden, jadi itu harus ada fakta-fakta yang seperti itu.
Kalau sekarang yang terjadi kan masih dalam bentu pidato saja. Dan pidato itu lebih pada spontanitas saja yang mana antara lain dimotifasi oleh lingkungan, oleh suatu keadaan karena adanya pemahaman, adanya suatu temuan kecurangan yang massif itu.
Artinya, pasal makar yang digunakan saat ini berlebihan?
Saya kira memang kurang tepat, kurang proporsional, kalau kemudian menggunakan pasal-pasal tersebut untuk orang yang misalnya menyatakan adanya sebuah people power, karena apa? karena akan susah melakukan proses pembuktian. Waktu ada aksi-aksi di waktu itu 411 atau 212 itu kan ada beberapa aktifis yang ditangkap ada Hatta Taliwang, Rahmawati, Sri Bintang, Rijal Jamran dan sebagainya.
Awalnya semuanya mengatakan ada tuduhan makar, tetapi semuanya kan dibebaskan, atau paling tidak ada beberapa yang diproses hukum atau yang tidak jelas prosesnya sampai mana. Yang diproses hukumkan misalnya Rijal jamran, tapikan tidak soal makar, tapi dengan undang-uandang ITE, menyebarkan pemcemaran nama baik atau menyebarkan kebencian pada waktu itu. Jadi ini tida dibenarkan pasal makarnya.
Tadi bapak menyebutkan bahwa penggunaa pasal ini akan menimbulkan ketakukan pada masyarat untuk mengutarakan pendapatnya. Apakah indikasinya sudah sampai seperti itu pak?
Ya saya kira demokrasi salah satu nilainya adalah keberanian untuk menyampaikan pendapat, untuk berserikat, keberanian berkumpul. Dan kemudian kalau berkumpul berpendapat, berserikat itu sama semua, maka kan kemudian tidak ada check and balance
Nah yang kedua bagaimana implikasinya dengan perlakuan seperti ini, apakah akan berdampak pada upaya ketakutan msyarakat? Saya kira memang itu menjadi perhatian bagi para aktivis untuk lebih hati-hati menyampaikan pendapatnya, tidak akan secara lugas, tidak akan secara fulgar dalam menyampaikan pendapatnya, dan bisa jadi mungkin lebih baik pada piihan diam saja. Karena khawatir akan terjadi seperti itu.
Saya pada dasarnya sih mengapresiasi upaya dalam rangka yang dilakukan oleh aparat kemaren, dan memang tugasnya untuk menjaga keamanan ini berjalan dengan setabil. Tapi kemudian semuanya berjalan dengan procedural, secara professional, sehingga kemudian ada satu keadilan buat kita semuanya.
Sumber: Kiblat