Dika Rifky Fernanda (kiri) dan temannya yang juga Hafidz Rahmad (Kanan), saat ditemui Tribun Jabar di Kampus Unisba, Kamis (9/5/2019)


10Berita, BANDUNG - Dika Rifky Fernanda (19) tak hanya pintar. Mahasiswa jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran di Universitas Islam Bandung (Unisba) ini juga hafiz Alquran. Hafalannya sudah 30 juz.
Ditemui di kampus Unisba, Jalan Tamansari, Bandung, pekan lalu, Dika mengaku menjadi hafiz Alquran adalah cita-citanya sejak remaja.
Namun, kata Dika, ia sama sekali tak pernah menyangka bahwa cita-citanya menjadi hafiz atau menghafal Alquran bisa terlaksana.
Bahkan, karena Dika Rifky Fernanda melalui masa sekolah dasarnya di SD umum, bukan madrasah ibtidaiah atau di sekolah dasar Islam, kemampuan mengajinya saat menginjak remaja benar-benar pas-pasan.
"Tapi, justru itulah yang kemudian menjadi motivasi saya, awalnya karena hanya ingin bisa mengaji dengan lancar," ujar Dika.
Oleh karena itulah, setelah lulus SD, didukung orang tuanya, Dika memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di pondok pesantren.
Selama enam tahun Dika menyelesaikan pendidikan madrasah tsanawiah dan aliah di Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Kabupaten Kuningan.
Namun, karena baru masuk pesantren di kelas 7, kemampuan mengaji dan pengetahuan agama Dika tertinggal jauh dari teman-temannya.
Saat itu, di antara teman-temannya sudah ada yang hafal 1-2 juz, sementara pada saat itu Dika baru mampu menghafal sampai surat Al Maun.
"Mungkin hanya tiga halaman dari juz 30, itu pun dengan keadaan mengaji saya masih belum fasih dan terlalu lancar itu juga," ujarnya.
Namun, dari sanalah motivasi Dika untuk belajar semakin menguat. Selama setahun, ia fokuskan untuk belajar tahsin agar dapat mengaji dengan baik dan benar. Semakin lancar mengaji, Dika pun bertekad untuk menghafal Alquran.
Dika Rifky Fernanda mengatakan, di pondok pesantren tempat ia belajar, seorang santri kelas 8 sudah dibebani kewajiban untuk menghafal juz ke-29.
Di sana, juga ada program kelas khusus bagi para penghafal Alquran, yakni Takhosus. Namun, agar dapat masuk kelas khusus ini, para santri harus mengikuti seleksi, yang salah satunya adalah sudah seberapa banyak santri yang ikut seleksi memiliki hafalan Alquran.
Karena hafalannya masih di bawah satu juz, Dika pun terpaksa menunda keinginannya untuk ikut seleksi kelas khusus itu. Namun, sambil menunggu, Dika terus berusaha menghafal. Lulus tsanawiah, hafalan Dika sudah mencapai dua juz.
Masuk ke jenjang aliah, tekad Dika untuk menjadi penghafal Alquran ternyata tak padam. Alih-alih padam, tekad itu justru semakin kuat.
Dika pun berinisiatif menghafal Alquran lebih dari apa yang diwajibkan pondoknya.
Untuk memuluskan cita-citanya, Dika bahkan memanfaatkan libur sekolah selama sebulan untuk mengikuti pondok karantina Alquran di daerah Cibulan, Kabupaten Kuningan.
Di karantina inilah, ia bisa menambah hafalannya hingga dua juz.
"Padahal targetnya bisa tambah hafalan hingga 10 juz. Sebab, teman-teman di karantina, banyak yang bisa menghafal 5-8 juz hanya dalam dua minggu," ujanya.
Karena masih penasaran untuk masuk seleksi program Takhosus, pada kelas 2 aliah, Dika kembali mencoba ikut, tapi kembali gagal.
"Mungkin Allah belum menghendaki, atau mungkin Allah memberikan jalan lain yang lebih indah," ujarnya.
Tak berlarut atas kegagalannya, Dika pun lantas berinisiatif sendiri menghafal juz-juz lainnya. Apalagi ada persyaratan di pondok bahwa untuk tingkat aliah, para santri minimal harus hafal 5 juz, yakni juz 26 sampai juz 30.
Begitulah, hari-hari Dika di aliah diisinya dengan upaya menghafalkan Alquran. Bahkan saat liburan kembali tiba, Dika memutuskan untuk menghabiskannya di pondok karantina selama 1 bulan, dan menuntaskan 21 juz.
Dari sanalah Dika baru bisa beradaptasi dengan cara menghafal Alquran. Dika juga mulai menemukan metode yang memang ia butuhkan untuk menghafal Alquran. "Saya mulai memahami kosa kata yang sering muncul dalam Quran. Prosesnya mengalir begitu saja," kata Dika.
Namun, saat itu, masih ada 9 juz lagi yang belum berhasil ia hafal. Karena itu, ketika masuk kelas 12 aliah, Dika memutuskan untuk mengijuti program ziyadah hafalan, atau hafalan tambahan.
Di sanalah Dika berhasil menamatkan hafalan Alqurannya hingga 30 juz sekaligus menjadi santri mumtaz, yaitu santri yang menyelesaikan hafalan Alqurannya di pondok pesantrennya.
"Karena pondok saya bukan pondok tahfiz, melainkan sebagai pondok yang bergerak di bidang tarbiyah, maka ini menjadi kebanggaan tersendiri," ujarnya.
Selain hafal Alquran, kata Dika, ia juga menjadi paham dengan bahasa Arab. Ini, kata Dika, karena kebiasaannya membaca tilawah sebelum menghafal Alquran.
"Mungkin karena hal itu, Allah memudahkan saya untuk belajar bahasa Arab sekaligus menghafal," ujar putra kedua pasangan Iwan Kusnandar (46) dan Karti Komariati (42) ini. 
Sumber: TRIBUNJABAR.ID