Din Din Syamsuddin: Ada Rona Ketidakjujuran dan Ketidakadilan di MK
10,Berita, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang menolak seluruh dalil pelanggaran dan kecurangan Pemilu 2019 yang diajukan Prabowo-Sandi, mendapat perhatian serius Din Syamsudin.
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu merasa ada rona ketidakjujuran dan ketidakadilan di MK.
"Saya merasa ada rona ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam proses pengadilan di Mahkamah Konstitusi. Banyak fakta dan dalil hukum yang terkesan tidak didalami," kata Din dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip Suara, Ahad (30/6/2019).
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu mengatakan, pilihan yang tersedia bagi rakyat yang taat konstitusi tentu menerima putusan MK tersebut sebagai produk hukum.
Namun, karena para hakim MK juga terikat amanat konstitusi dan nilai moral untuk menegakkan kejujuran dan keadilan, maka rakyat berhak menilai apakah mereka telah mengemban amanat dengan benar. Yakni menegakkan kejujuran, keadilan, dan kebenaran.
Jika rakyat meyakini ada pengabaian nilai moral di MK yang membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar seperti membenarkan kecurangan, maka rakyat memiliki hak dan kewajiban melakukan koreksi moral.
"Seperti banyak rakyat, saya pun merasakan demikian. Rasa keadilan saya terusik. Saya tidak mampu dan tidak mau menyembunyikannya," lanjut Din Syamsuddin.
Maka bagi rakyat, lanjut Din, jadikan itu semua sebagai catatan bahwa ada cacat moral yang terwarisi dalam kehidupan bangsa dan ada masalah dalam kepemimpinan negara.
"Selebihnya kita menyerahkan sepenuhnya urusan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Adil," tandasnya.
Seperti diketahui, MK menolak seluruh gugatan sengketa hasil Pemilu Presiden 2019 yang diajukan pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Menurut Mahkamah, permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.
"Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar Usman, Ketua MK yang memimpin sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019) sekitar pukul 21.15 WIB. [Ibnu K/Tarbiyah]
Kunjungi website: Ada Rona Ketidakjujuran dan Ketidakadilan di MK
ilustrasi |
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu merasa ada rona ketidakjujuran dan ketidakadilan di MK.
"Saya merasa ada rona ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam proses pengadilan di Mahkamah Konstitusi. Banyak fakta dan dalil hukum yang terkesan tidak didalami," kata Din dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip Suara, Ahad (30/6/2019).
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu mengatakan, pilihan yang tersedia bagi rakyat yang taat konstitusi tentu menerima putusan MK tersebut sebagai produk hukum.
Namun, karena para hakim MK juga terikat amanat konstitusi dan nilai moral untuk menegakkan kejujuran dan keadilan, maka rakyat berhak menilai apakah mereka telah mengemban amanat dengan benar. Yakni menegakkan kejujuran, keadilan, dan kebenaran.
Jika rakyat meyakini ada pengabaian nilai moral di MK yang membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar seperti membenarkan kecurangan, maka rakyat memiliki hak dan kewajiban melakukan koreksi moral.
"Seperti banyak rakyat, saya pun merasakan demikian. Rasa keadilan saya terusik. Saya tidak mampu dan tidak mau menyembunyikannya," lanjut Din Syamsuddin.
Maka bagi rakyat, lanjut Din, jadikan itu semua sebagai catatan bahwa ada cacat moral yang terwarisi dalam kehidupan bangsa dan ada masalah dalam kepemimpinan negara.
"Selebihnya kita menyerahkan sepenuhnya urusan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Adil," tandasnya.
Seperti diketahui, MK menolak seluruh gugatan sengketa hasil Pemilu Presiden 2019 yang diajukan pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Menurut Mahkamah, permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.
"Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar Usman, Ketua MK yang memimpin sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019) sekitar pukul 21.15 WIB. [Ibnu K/Tarbiyah]
Kunjungi website: Ada Rona Ketidakjujuran dan Ketidakadilan di MK
Tarbiyah / 5 jam yang lalu
ilustrasi |
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang menolak seluruh dalil pelanggaran dan kecurangan Pemilu 2019 yang diajukan Prabowo-Sandi, mendapat perhatian serius Din Syamsudin.
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu merasa ada rona ketidakjujuran dan ketidakadilan di MK.
"Saya merasa ada rona ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam proses pengadilan di Mahkamah Konstitusi. Banyak fakta dan dalil hukum yang terkesan tidak didalami," kata Din dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip Suara, Ahad (30/6/2019).
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu mengatakan, pilihan yang tersedia bagi rakyat yang taat konstitusi tentu menerima putusan MK tersebut sebagai produk hukum.
Namun, karena para hakim MK juga terikat amanat konstitusi dan nilai moral untuk menegakkan kejujuran dan keadilan, maka rakyat berhak menilai apakah mereka telah mengemban amanat dengan benar. Yakni menegakkan kejujuran, keadilan, dan kebenaran.
Jika rakyat meyakini ada pengabaian nilai moral di MK yang membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar seperti membenarkan kecurangan, maka rakyat memiliki hak dan kewajiban melakukan koreksi moral.
"Seperti banyak rakyat, saya pun merasakan demikian. Rasa keadilan saya terusik. Saya tidak mampu dan tidak mau menyembunyikannya," lanjut Din Syamsuddin.
Maka bagi rakyat, lanjut Din, jadikan itu semua sebagai catatan bahwa ada cacat moral yang terwarisi dalam kehidupan bangsa dan ada masalah dalam kepemimpinan negara.
"Selebihnya kita menyerahkan sepenuhnya urusan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Adil," tandasnya.
Seperti diketahui, MK menolak seluruh gugatan sengketa hasil Pemilu Presiden 2019 yang diajukan pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Menurut Mahkamah, permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.
"Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar Usman, Ketua MK yang memimpin sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019) sekitar pukul 21.15 WIB. [Ibnu K/Tarbiyah]
Sumber: Tarbiyah