Pengamat Pendidikan Universitas Tanjungpura, Dr Aswandi


10Berita- Penerimaan siswa baru di kota Pontianak yang menggunakan sistem zonasimendapat sorotan dari beberapa pihak.
Termasuk satu di antaranya Pengamatpendidikan di Kalbar, Dr Aswandi.
Berikut penuturannya, Minggu (16/06/2019):
"Terkait masalah penerimaan peserta didik baru dengan sistem zonasi, sebetulnya Pontianak tidak perlu zonasi dan tidak apa-apa menurut saya kalau tidak diikuti. Sebab pendidikan di Pontianak saat ini bukan lagi membicarakan zonasi, dari zonasi itu hal utama adalah membicarakan pemerataan akses.
Sedangkan Pontianak itu tidak lagi membicarakan akses, Pontianak ini sudah membicarakan tentang masalah mutu pendidikan. Terbuktinya untuk SMA kan semuanya sudah A. Sebenarnya dimanapun dia mau sekolah ya silakan, karena sudah teragretasi baik semua.
Sistem zonasi ini akan bagus apabila semuasekolah mutunya sama dan merata. Tapi untuk tingkatan SMP apakah semua sudah merata tapi nampaknya belum.
Menurut aturan baru Permendikbud 51 itu, sudah mangatur bahkan dimulai dari TK hingga SMA tentang zonasi itu.
Memang aturan zonasi ini masih perlu pembahasan, karena tujuan dari zonasi ini pemerataan. Sedangkan di Pontianak sudah tidak berbicara pemerataan tapi tentang mutu. Apabila masih membicarakan tentang pemerataan maka sudah terlambat dan mundur kebelakang.
Sedangkan selama ini angka partisipasisekolah cukup tinggi dan tidak perlu juga menerapkan sistem zonasi juga tida apa-apa.
Jadi Pontianak inikan masyarakat ingin memilih sekolah, masyarakat ingin memasukan sekolah dimana anaknya ingin bersekolah tentunya pertimbangannya banyak kenapa anak itu memilih sekolah.
Misalnya ingin masuk SMA 1, SMA 3 dan lainnya. Katakanlah kalau sekolah itu sekolahfavorit, saya rasa tidak ada yang salah kalausekolah itu dibilang dan masuk kategori favorit malah itu baik.
Tidak ada yang salah dari sekolah favorit, asalkan benar-benar favorit bukan asal-asal saja. Sedangkan sekolah yang belum favorit maka berusalah untuk meningkatkan kualitasnya sehingga menjadi sekolah favorit juga.
Dampak diterapkan sistem zonasi ini sangat banyak, mulai dari semangat anak yang bagus dalam belajar, apabila dirinya memiliki motivasi masuk SMA 1 atau SMP 1 sedangkan berdasarkan zonasi mereka tidak masuk sehingga motivasi dan semangat belajar mereka akan turun.
Itu adalah satu diantara dampak negatifnya, kemudian siapapun orangtua kalau melihat anaknya pintar pasti ingin menyekolahkannya pada sekolah yang bagus.
Sementara saat ini persepsi masyarakat masih ada sekolah yang bagus dan tidaknya. Dengan tidak masuk sekolah tujuan, akan menghilangkan motivasi anak belajar. Lagi pula anak perlu bergaul dan bersosialisasi lebih luas.
Kalau mereka bergaul dari SD hingga SMA dilingkungan yang sama, maka itu kurang bagus untuk perkembangan mereka.
Padahal lingkungan itu sangat penting, bahkan lingkungan melebihi dari bakat. Anak bisa terpacu apabila dia melihat keragaman yang ada, kalau dia sekolah ditempatnya sendiri maka tidak ditemukan keragamannya.
Kondisi psikologis anak sekarang juga berubah, anak tidak suka sebenarnya sekolahdilingkungannya. Sebelum ada aturan zonasi, saya sudah meneliti tentang mengapa anak tidak suka sekolah dilingkungan dekat tempat tinggal.
Saya temukan alasannya, banyak anak-anak enggan sekolah didekat tempat tinggal karena adanya gaya hidup.
Misalnya seorang anak SMA, kalau tidak naik kendaraan maka akan gengsi atau tidak prestise, apabila sekolah jalan kaki bagi anak kurang prestise, maka saat sekolah mereka membawa motor atau naik mobil.
Saya sudah teliti itu di Kabupaten Sambas dan itu berpengaruh pada gaya hidupnya. Memang masih banyak yang perlu diperhatikan dari sistem zonasi ini.
Perlu saya ingatkan, model apapun seleksi masuk di sekolah setidaknya ada empat hal tidak boleh dilanggar.
Empat prinsip ini kalau dipenuhi maka tidak ada masalah. Pertama adalah prinsif predictalbe jadi seleksi yang dilakukan harus mampu meramal atau memprediksi anak akan sukses atau mampu lulus dengan baik. Apabila seseorang tidak suka dengan sekolahyang dimasukinya maka bisa saja berhenti ditengah jalan dan tidak sukses.
Kemudian prinsif kedua adalah berkeadilan, apakah anak yang pintar tidak boleh bersekolah disekolah yang bagus itu masuk berkeadilan.
Lalu adalagi prinsif efisien, memang kalau sistem zonasi, prinsif ini masuk. Sebab ongkosnya tidak banyak.
Kemudian prinsif terakhir adalah memudahkan pembelajaran. Jadi tujuan penyeleksian ini juga untuk memudahkan proses pengajaran.
Jadi dengan sistem zonasi ini, didalam kelas akan banyak anak pintar dan anak kurang pintar, karena mereka diterima bukan berdasarkan nilai.
Sehingga menimbulkan keberagaman tentang akademik didalam kelas itu dan guru harus siap mengajarnya mereka.
Dikhawatirkan selama ini guru mengajar dimana anak sama pintarnya berada didalam satu kelas karena masuknya berdasarkan nilai.
Selama ini juga setiap sekolah menyeleksi berdasarkan nilai sehingga kepintaran anaknya seragam, ada kecenderungan yang diajarkan guru muridnya seragam dan itu mudah bagi guru yang mangajarinya.
Tapi untuk sistem zonasi anak pasti tidak seragam lagi, guru mesti mengajari anak yang kemampuan berbeda-beda atau tidak seragam maka akan timbul persoalan baru. Guru harus mempersiapkan diri, bukan hanya murid yang disiapkan.
Kemudian harus diawasi pula, dengan sistem zonasi ini ada kuota 5 persen untuk orangtua yang pindah. Apakah benar ada orangtua pindah hingga 5 persen ini setiap tahunnya, jangan sampai kuota ini malah digunakan untuk yang tidak beres dan anak titipan melalui jalan belakang.
Selain itu, adanya kuota 20 persen untuk masyarakat tidak mampu atau miskin, sehingga dalam kenyataan tahun-tahun sebelumnya ada puluhan ribu keterangan miskin.
Maka perlu pengawasan ketat sehingga kuota yang ada tidak disalahgunakan pihak atau oknum disekolah.
Waspada manipulasi surat keterangan pindah dan surat domisili terhadap penerapansistem zonasi ini. Apakah pemerintah mampu mengontrol itu semua,". (Syahroni)
Sumber: Pontianak post