Gedung bank sentral China atau People's Bank of China (PBOC)| ISTIMEWA/flicker.com/bfishadow


10Berita, Pinjaman China ke negara-negara lain, seringkali tertutupi dalam kerahasiaan. Jumlah utang sering dicurigai lebih tinggi dari jumlah yang tertera secara resmi yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan lebih banyak utang yang tersembunyi.
Meningkatnya China sebagai kreditor Global juga berarti akan adanya banyak utang tersembunyi, menurut Carmen Reinhart selaku professor Universitas Harvard. Ia menyebutkan bahwasanya kurangnya transparansi juga akan mempengaruhi investor dalam Obligadi yang diterbitkan oleh negara maupun organisasi seperti IMF.
"Meningkatnya China sebagai kreditor global pada akhirnya hanya akan menimbulakan banyak utang tersembunyi, dimana negara-negara yang pernah meminjam dari Chinanamun pinjaman tersebut tidak dilaporkan oleh IMF maupun Bank Dunia, jadi akan ada kecenderungan untuk berpikir bahwa negara-negara ini memiliki tingkat utang yang lebih rendah daripada yang sebenarnya mereka miliki," ujarnya melalui laman CNBC (12/6/2019).
Maka dengan hal tersebut, hanya akan menghambat IMF atau Bank Dunia dalam melakukan pekerjaan analisis keberlanjutan utang. Termasuk dalam menganalisis beban utang negara, dan menghasilkan rekomendasi untuk strategi pinjaman yang membatasi risiko kesukaran utang.
Bagi para investor, informasi terbatas tersebut menghalangi mereka dalam membuat keputusan investasi tentang obligasi yang diterbitkan oleh negara-negara tersebut. Seraya menambahkan bahwasanya sejak 2011 lalu ada banyak pinjaman yang diambil negara-negara dari China yang perlu direstrukturisasi, atau dinegosiasikan ulang.
Seperti halnya negara-negara; Sri Lanka, Ukraina, Venezuela, Ekuador, Bangladesh dan Kuba, bahkan statistik utang resmi yang dilacak oleh IMF dan Bank Dunia hanya menangkap sekitar setengah dari pinjaman China untuk negara lain.
Tak hanya itu saja, China juga bukan anggota 'Paris Club' yang merupakan sekelompok negara kreditor dengan tujuan utama untuk memperbaiki masalah utang negara lain.
Bahkan dalam perkaranya, baik IMF maupun Bank Dunia telah menyerukan agar lebih banyak transparansi tentang jumlah dan persyaratan pinjaman.
"Peminjam membutuhkan data utang yang komprehensif dan tepat waktu untuk membuat keputusan yang tepat. Ini juga memungkinkan pemberi pinjaman untuk mengelola risiko pinjaman dengan lebih efisien, sehingga menurunkan biaya pinjaman untuk semua orang," ujar Bank Dunia.
Lebih jauh lagi, organisasi internasional menyatakan bahwasanya transparansi utang memungkinkan warga negara untuk meminta pertanggung jawaban terhadap pemerintah mereka sendiri.
Pembangunan melalui utang dapat menimbulkan masalah ?
Situasi utang yang kurang dilaporkan itu dikabarkan dapat mampu menjadi masalah tersendiri, menurut Kaho Yu selaku analis senior Asia di Verisk Maplecroft.
"Meskipun pinjaman yang diberiksn Chins dapat membantu negara-negara berkembang lainnya, namun penumpukan utang yang tidak jelas pada akhirnya hanya dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi, dan ini harus diperhatikan dengan seksama," ujar Yu.
Seraya menambahkan, China mungkin telah meyakinkan negara-negara berkembang lainnya bahwa biaya pinjaman akan ditanggung oleh proyek dalam jangka panjang setelah beroperasi. Akan tetapi tidak ada jaminan yang diberikan.
Salah satu contoh adalah Sri Lanka, yang harus menyerahkan pelabuhan strategis ke Beijing pada tahun 2017, setelah tidak dapat melunasi utangnya kepada perusahaan-perusahaan China.
Itu sebagai contoh bagaimana negara-negara yang berutang uang ke China dapat dipaksa untuk menandatangani wilayah nasional atau membuat konsesi jika mereka tidak dapat memenuhi kewajiban. Fenomena itu dijuluki diplomasi perangkap utang. Namun, pemerintah Presiden China Xi Jinping membantah bahwa negaranya menggunakan strategi semacam itu.
China selama ini dikritik karena membebani banyak negara dengan utang melalui program Belt and Road Initiative. Program tersebut adalah rencana investasi infrastruktur raksasa untuk membangun jalur kereta api, jalan, laut dan lainnya yang membentang dari China ke Asia Tengah, Afrika, dan Eropa.
Bahkan lembaga keuangan China disebutkan sudah menyediakan lebih dari USD 440 miliar dalam pendanaan untuk proyek-proyek Belt and Road, hal tersebut disampaikan oleh Gubernur People's Bank of China, Yi Gang pada saat berbicara di Belt and Road Forum kedua, Beijing awal bulan lalu.
Sebagian besar pinjaman dilakukan melalui dua bank, yakni Bank Pembangunan Chinadan Bank Ekspor-Impor China. Bank Ekspor-Impor China pada bulan April mengatakan bahwa mereka telah memberikan lebih dari USD 149 miliar pinjaman kepada lebih dari 1.800 proyek Belt and Road.
Sementara China Development Bank mengatakan pada bulan Maret bahwa mereka telah menyediakan pembiayaan lebih dari US$ 190 miliar untuk lebih dari 600 proyek Belt and Road sejak 2013.
Tetapi Yu mengingatkan bahwa kurangnya transparansi di sekitar pinjaman berarti ada juga ketidakpastian tentang seberapa berkelanjutan proyek tersebut.
Maka dengan itu adanya ketidakpastian tentang kelayakan jangka panjang dari proyek-proyek yang didukung oleh pinjaman Chinayang kurang dilaporkan karena kurangnya transparansi dan akuntabilitas.
"Meskipun akan ada lonjakan (investasi asing langsung) di tahap awal proyek, defisit akan melebar dalam jangka panjang," Tutup Yu. []
Sumber: AKURAT.CO