PKS Lempar Kode Tetap Oposisi Terhadap Jokowi
10Berita - Partai Keadilan Sejahtera atau PKS mengisyaratkan tetap menjadi oposisi atas pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Peran di luar pemerintahan ini kelanjutan dari pilihan politik sejak 2014.
Ketua PKS Mardani Ali Sera mengatakan partainya mempertimbangkan pentingnya oposisi sebagai pengawas dan penyeimbang pemerintah selain kehendak konstituen. Namun, keputusan pastinya menunggu pembahasan Majelis Syuro PKS.
"Pertimbangan utama adalah menyehatkan demokrasi karena demokrasi memerlukan check and balances system," kata Mardani kepada Tempo pada Selasa malam, 25 Juni 2019.
Menurut dia, PKS solid bersama koalisi Indonesia Adil Makmur yang mengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pemilihan Presiden 2019 bersama Partai Gerindra dan PAN. Mardani meyakini koalisi ini masih kompak.
Menanggapi kemungkinan ajakan bergabung ke koalisi Jokowi oleh Prabowo, Mardani menegaskan partainya menunggu keputusan Majelis Syuro. "PKS dan Gerindra selama ini selalu mampu menjadi pihak yang kokoh bersama. Tapi kami juga punya ketegasan untuk bersikap sesuai dengan keputusan Majelis Syuro," ucapnya.
Sebelumnya, Mardani mengisyaratkan partainya menunggu sikap Gerindra berkaitan dengan hubungannya dengan pemerintahan Jokowi. Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi ini mengatakan koalisi akan berembuk setelah putusan Mahkamah Konstitusi ihwal sengketa gugatan hasil Pilpres 2019.
"Koalisi Adil Makmur ingin memberi pendidikan politik bahwa ada adab dan etika dalam berpolitik."
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pernah menyebut PKS sebagai sahabat setia. "Mereka tidak meninggalkan Prabowo dan Gerindra di kala sulit, jadi Prabowo tidak akan meninggalkan PKS," kata Prabowo di kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 21 April 2019.
Lepas dari hubungan dengan PKS, sejumlah lobi dikabarkan telah terjadi antara Prabowo dan kubu Jokowi. Dia telah bertemu dengan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan pada awal Juni 2019 di Bali. Menurut sejumlah informasi yang dihimpun Majalah Tempo, lobi-lobi itu dikenal dengan istilah 212, yakni 2 kursi menteri, 1 kursi wakil ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan 2 jabatan di Dewan Pertimbangan Presiden.
Sumber: tempo