OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 25 Juli 2019

Jumlah Mata Pelajaran Harus Dikurangi

Jumlah Mata Pelajaran Harus Dikurangi

10Berita,Jakarta- Pemerintah wajib memberikan ruang kreasi yang seluas-luasnya bagi tumbuh kembang anak sebagai generasi harapan bangsa. Salah satunya dengan memperhatikan pola pendidikan di sekolah yang kini dinilai terlalu memberatkan peserta didik dengan banyaknya jumlah mata pelajaran sehingga membatasi ruang ekspresi anak.
"Agar anak tumbuh dengan kegembiraan, keceriaan, keriangan, tetapi tidak kalah penting adalah dia juga mempersiapkan diri untuk menjadi seseorang di kemudian hari," kata Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung di Jakarta, Selasa (23/7).
Berkaitan dengan momentum Hari Anak Nasional kemarin, ia berharap ke depan pemerintah membuat kebijakan agar mata pelajaran tidak terlalu banyak (overload). Pemerintah harus memikirkan bahwa anak harus berkembang sesuai dengan kebutuhannya.
"Seharusnya kita semua belajar bahwa mata pelajaran yang berlebihan tidak membuat anak menjadi semakin pandai, tetapi menjadi beban akhirnya menjadi stres. Sehingga dengan demikian, pemerintah harus mengubah pola pendidikan, kemudian juga keluarga harus menyesuaikan," ujarnya.
Menurutnya, anak harus diberikan ruang untuk berkreasi sebanyak mungkin dan harus dipersiapkan untuk beradaptasi terhadap perubahan zaman seperti saat ini. Meski tiap keluarga mempunyai pendekatan berbeda-beda, secara umum harus ada persamaan yakni Indonesia terus bergerak menuju negara besar di masa mendatang.
"Mengenal lingkungan bahwa Indonesia yang multietnik, multikultur, dan berbeda agama, berbeda bahasa, yang kita diikat dalam ideologi Pancasila itu juga menjadi penting. Tetapi dari semua itu, anak harus betul-betul diberikan ruang yang cukup untuk mengenal keluarganya, agamanya, pendidikannya, dan yang tidak kalah penting adalah teknologi itu jangan kemudian menjadi persoalan bagi anak tersebut," kata Pramono.
Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji mengatakan, pemerintah bisa saja menghapus atau mengurangi mata pelajaran tertentu, namun hingga kini tidak seorang pun berani bertindak termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Jika ada pengurangan mata pelajaran, secara langsung akan mengurangi tenaga pengajar. Apalagi saat ini guru mendapat tunjangan berdasarkan jam mengajar, sertifikasinya juga berdasarkan mata pelajaran.
"Sekarang kalau ada yang dihilangkan, misalnya seperti di Australia mata pelajaran sejarah dihapuskan, terus apa yang terjadi dengan guru sejarah? Apa tidak pada demo, karena mereka tidak bisa mengajar lagi karena mereka tidak otomatis bisa mengajar ke bidang lain?" ujarnya.
Ia berharap Presiden Joko Widodo kelak bisa mengambil keputusan mengurangi jumlah mata pelajaran tertentu jika ingin melihat Indonesia memiliki generasi cemerlang sebagaimana negara-negara maju. "Di negara lain yang kualitas pendidikannya lebih bagus dari kita (mata pelajarannya) tidak sebanyak kita kok. Artinya desainnya itu tidak usah banyak-banyak, tapi dalam. Seperti kita sekarang, banyak tapi tidak ada yang nyangkut."
Sumber: harnas