PPDB 2019 Sistem Zonasi Tuai Polemik, Hotman Paris Ancam Gugat: Menteri Pendidikan Tak Berwenang


PPDB 2019 sistem zonasi Tuai Polemik, Hotman Paris Ancam Gugat hingga Sebut Menteri Pendidikan Tak Berwenang
10Berita - Sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru di seluruh Indonesia sebelumnya mendapat kritik dari banyak pihak.
Banyak orangtua protes karena nilai anak mereka yang bagus jadi tak ada gunanya karena masuk atau tidaknya siswa ke sekolah baru ditentukan dari jarak rumah ke sekolah.
Pengacara kondang Hotman Paris Hutapeapun kini angkat bicara terkait kebijakan tersebut.
PPDB 2019 memang terkesan penuh drama apabila melihat dari sederet pemberitaan.
Misalnya di Pontianak, seorang siswa diberitakan nyaris bunuh diri akibat menganggap sistem zonasi tidak adil.
Bahkan di PPDB online Kota Bekasi terjadi hal aneh dimana ada siswa yang diterima lantaran jaraknya ke sekolah hanya 0 kilometer.
Sementara itu di Tangerang pihak pemerintah daerahnya terpaksa memperluas zonasi sekolah akibat protes dari orangtua murid.
Bahkan KPAI juga menilai sistem zonasi tidak fair.
KPAI membeberkan ada 9 poin tidak fairnya sistem zonasi.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, yang menyapaikan hal itu.
Inilah daftarnya :
1. Penyebaran sekolah negeri yang tidak merata di tiap kecamatan dan kelurahan, sementara banyak daerah yang pembagian zonasi pada awalnya, di dasarkan pada wilayah administrasi kecamatan.
Sementara ada sekolah yang kekurangan siswa, karena letaknya jauh dari pemukiman penduduk
3. Orangtua mengantre hingga menginap di sekolah, padahal kebijakan PPDB zonasi dan sistem online, memastikan bahwa siswa di zona terdekat dengan sekolah pasti diterima.
Jadi meski mendapatkan nomor antrian 1, namun jika domisili tempat tinggal jauh dari sekolah, maka peluangnya sangat kecil untuk diterima.
4. Minimnya sosialisasi sistem PPDB ke para calon peserta didik dan orangtuanya, sehingga menimbulkan kebingungan.
Sosialisasi seharusnya dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif.
5. Masalah kesiapan infrastruktur untuk pendaftaran secara online.
6. Transparansi kuota per zonasi yang sering menjadi pertanyaan masyarakat, termasuk kuota rombongan belajar dan daya tampung.
Permendikbud 51/2018 menentukan maksimal jumlah Rombel per kelas untuk SD 28, untuk SMP 32 dan untuk SMA/SMK 36 siswa.
7. Penentuan jarak atau ruang lingkup zonasi yang kurang melibatkan kelurahan, sehingga di PPDB tahun 2019 titik tolak zonasi dari Kelurahan.
8. Soal petunjuk teknis (juknis) yang kurang jelas dan kurang dipahami masyarakat, dan terkadang petugas penerima pendaftaran juga kurang paham.

9. Karena jumlah sekolah negeri yang tidak merata di setiap kecamatan maka beberapa pemerintah daerah membuat kebijakan menambah jumlah kelas dengan sistem 2shift(pagi dan siang).
Sementara itu, Hotman Paris menilai menteri salah mengambil kebijakan terkait sistem zonasi diPPDB 2019.
Hotman mengatakan hal itu dalam akun instagramnya @hotmanparisofficial.
"Saya sebagai ahli hukum menyatakan peraturan menteri pendidikan dan peraturan daerah tentang zonasi bertentangan dengan undang-undang," kata Hotman Paris.
"Karena di undang-undang pendidikan nasional disebutkan, setiap warga negara berhak memilih sekolah," ujar Hotman Paris.
"Masa gara-gara jaraknya satu meter anda tidak dapat sekolah," kata Hotman.
"Gugat ke Mahkamah Agung dengan judicial review," ujar Hotman Paris.
"Saya mengatakan peraturan menteri bertentangan dengan undang-undang. Menteri tidak berwenang membatasi hak orang untuk memilih sekolah," tutur Hotman.
Datangi DPRD Digeruduk
Sikap orangtua murid juga aneh-aneh akibat sistem zonasi ini
Misalnya, puluhan orangtua calon murid yang mendaftar di SMA negeri melakukan protes dengan mendatangi Kantor DPRD Provinsi Kalbar.
Kedatangan masyarakat ini disambut langsung Wakil Ketua DPRD Kalbar Ermin Elviani dan Zulkarnain Sireger, Rabu (26/6-2019).
Mendaftar di SMA 3, SMA 1 dan SMA 2, ia menjelaskan bahwa jarak rumah dan SMA 2 sangat jauh tidak seperti jarak realitanya.
"Di gang saya ada tiga orang yang mendaftar, dua orang tidak diterima karena jaraknya menjadi 1,3 KM sedangkan satu orangnya diterima dengan jarak 500 meter," ucap Sahrul saat menjelaskan pada pihak dewan.
Kritik Sistem Zonasi
Gubernur Kalbar Sutarmidji sebelumnya mengkritisi sistem zonasi yang diterapkan pada Penerimaan Perserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA tahun ajaran 2019.
"Saya sudah minta Ombudsman melakukan pengawasan ketat, jangan ada pelanggaran-pelanggaran lagi dan saya juga berharap ke depan pak menteri tak perlu mengatur seperti ini. Biarkan daerah. Daerah lebih pandai mengatur penerimaan murid," ucap Sutarmidji saat diwawancarai, Senin (24/6).
Menurutnya, level menteri tak perlu mengurus penerimaan murid baru, cakup membuat kebijakan yang membuat pendidikan ini lebih maju kedepannya.
"Kalau menteri masih gak ngurus yang kayak gini, aduh ape ceritanye. Seharusnya cukup buat regulasi yang lain," tegas Midji.
Ia menegaskan, belum kelar masalah zonasi penerimaan murid. Saat ini sudah mau dibuat lagi aturan tentang zonasi penempatan guru.
"Kalau di Pontianak tidak ade masalah, mau pindahkan kemane jak bise. Misalnya orang yang tinggal di Kota Baru ngajar di Batulayang tak masalah. Bayangkan kalau di Kapuas Hulu, Sanggau, Kubu Raya. Die tinggal Rasau suruh ngajar Pasang Tikar, mau jadi ape," jelasnya.
"Katenye mau menghilangkan sekolah favorit. Itu bisa dilakukan asal semue dilengkapi dengan fasilitas. Gedung sama, fasilitas sama, kualitas guru sama, nah hilanglah sekolah favorit. Kalau anak-anak cerdas dan pintar, dia perlu penanganan khusus. Perlu ada unggulan itu," tegas Midji.
"Terserah pak menteri mau atur ape, pokoknye kite atur daerah ini. Masak ngatur penerimaan murid saja ribut sedunia begitu," ucapnya.
Sebut Solusi
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy membantah adanya sistem zonasi dalam PPDB 2019menimbulkan masalah.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy saat ditemui di UNJ, Jakarta Timur, Senin (24/6).
Ia justru mengatakan sistem zonasi menjadi solusi persoalan dunia pendidikan.
"Zonasi itu untuk menyelesaikan masalah infrastruktur dan ketidakmerataan guru," ujar Muhadjir.
Muhadjir menambahkan, penerapan sistem zonasi membuat pemerintah lebih mengetahui persoalan sekolah di berbagai daerah secara lebih detail.
Dalam pelaksanaannya, penerapan sistem zonasi tersebut telah mengundang masalah di sejumlah daerah.
Menanggapi itu, Mendikbud Muhadjir mengatakan ada daerah yang responsif untuk mengatasi permasalahan PPDB.
Kemudian, ia mengatakan berbagai persoalan sekolah di tiap zona akan ditindaklanjuti pemerintah.
Dengan sistem zonasi, menurutnya, akhirnya banyak diketahui daerah-daerah yang belum memiliki sekolah memadai atau tidak cukup menampung siswa dari zona tersebut.
Lebih lanjut, ia memastikan akan mengevaluasi penerapan sistem zonasi tahun 2019 ini. Selanjutnya, hasil evaluasi akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kalau di evaluasi memang setiap saat pasti itu. Apa yang kita lakukan sekarang ini kan evaluasi tahun sebelumnya apalagi Bapak Presiden juga sudah menganjurkan untuk segera di evaluasi nanti setelah ini pasti akan segera kita evaluasi dan Insya Allah saya akan segera laporkan ke Bapak Presiden," ujar Mendikbud.
"Karena itu saya mohon masyarakat mulai menyadari bahwa namanya era sekolah favorit itu sudah selesai," kata Muhadjir.
Muhadjir mengatakan bahwa kini tidak ada lagi sekolah yang isinya hanya anak-anak 'unggulan' yang memiliki nilai atau passing grade tertentu.
Muhadjir meminta masyarakat untuk menerima sistem kebijakan zonasi tersebut. Apalagi kebijakan sistem zonasi sudah diterbikan sejak Desember tahun lalu.
"Sehingga kita harapannya tak harusnya terjadi (kisruh), karena sosialisasinya, persiapannya sampai desiminasi peraturan itu, sampai peraturan yang lebih rendah, sampai aturan gubernur, peraturan bupati, walikota mestinya sudah harus selesai pas Maret," pungkasnya. (cc)
Sumber: TRIBUNBATAM.id