Pemerintah Dinilai Alergi Unjukrasa, "Gebrak" Minta Komnas HAM Usut Pelanggaran Kemanusiaan
10Berita - Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) yang mendapat perlakuan represif dari aparat Kepolisian saat ingin unjuk rasa menolak revisi UU Ketenagakerjaan menilai pemerintah semakin represif dan brutal dalam menangani aksi buruh.
Gebrak merupakan gabungan elemen buruh yang terdiri dari Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSBI) yang menggelar aksi di sekitar gedung MPR/DPR RI, Jumat (16/8).
Ifan Ibrahim aktivis KASBI mengatakan, sikap represif aparat sudah terlihat sebelum massa buruh mencapai titik lokasi aksi di Jakarta. Seakan alergi dengan gerakan buruh, beberapa massa sudah dihadang oleh aparat TNI dan Polri di Kabupaten Bekasi, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Jakarta Utara.
Tidak hanya dihadang, massa buruh juga mendapat intimidasi, pemukulan hingga penangkapan. Bahkan bantuan hukum bagi buruh yang ditangkap juga dipersulit dan dihalangi polisi,” kata Ibrahim kepada waratwan di LBH, Jakarta, Menteng, Sabtu (17/8).
Tindak kekerasan terhadap massa buruh tidak hanya terjadi pada Jumat (16/8) kemarin. Sebelumnya, aksi buruh yang menolak PP 78 di DKI Jakarta di tahun 2015 juga mendapat perlakuan serupa. Hingga ada kriminalisasi terhadap buruh, mahasiswa dan pemuda dan pengacara publik LBH Jakarta.
“Oleh karenanya kami meminta Komnas HAM untuk mengungkap pelanggaran HAM yang terjadi kepada buruh dalam aksi 16 Agustur di depan MPR/DPR,” ujar Ifan.
Ifan menilai, sikap represif pemerintah yang terlihat dari sikap aparat keamananya terhadap buruh yang memperjuangkan kesejahteraan merupakan sikap yang sangat mendukung investasi namun mengabaikan hak-hak buruh.
Terlebih, dalam pidato Presiden Jokowi di Sentul 14 Juli 2019 secara tegas ia membuka lebar dan memberikan kemudahan perizinan bagi seluruh investor asing dan akan menghajar bagi siapapun yang menghambat investasi. (Rmol)
Sumber: