OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 20 Agustus 2019

PKS Soal Pemindahan Ibu Kota: Jokowi Harus Revisi UU Tentang Pemprov DKI Jakarta

PKS Soal Pemindahan Ibu Kota: Jokowi Harus Revisi UU Tentang Pemprov DKI Jakarta




10Berita - Fraksi PKS menilai rencana pemindahan ibu kota negara yang digulirkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih tak jelas. Sampai saat ini DPR juga belum menerima proposal rencana tersebut dan masih sebatas wacana. Lokasi juga belum ditetapkan meski sudah disampaikan pemerintah akan dibangun di Kalimantan. Karena itulah PKS juga mengingatkan pemerintah agar berhati-hati.

"Catatan untuk perpindahan ibu kota baik secara ekonomis, yuridis dan ekologis, intinya harus hati-hati. Enggak bisa cuma minta izin, tetapi harus dijalankan prosesnya, pasti ada revisi undang-undang ya di kita UU Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta harus diubah," jelas anggota Fraksi PKS, Mardani Ali Sera di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (19/8).

Mardani mengatakan rencana pemindahan ibu kota masih pada tataran wacana dan prosedurnya belum dilaksanakan seperti tak ada alokasi anggaran di RAPBN 2020. Padahal, Jokowi telah secara resmi meminta izin pemindahan ibu kota.

"Padahal Pak Jokowi pas ngomong yang siang minta izin, kalau dia sudah (ngomong) di acara resmi mestinya kelihatan di postur APBN ya," ujarnya.

"Beberapa teman mengatakan kita akan membuat smart budgeting, public private partnership. Kalau seperti itu ya harus open to public, harus transparan," lanjutnya.

Jangan sampai, sambungnya, program pemindahan ibu kota ini sudah disiapkan pihak swasta secara tertutup. Itu harus dibuka kepada publik, termasuk sumber dananya.

Mardani juga mengatakan, gejolak harga yang tidak produktif harus diantisipasi, khususnya di wilayah yang nantinya akan ditetapkan sebagai lokasi definitif ibu kota negara yang baru. Karena jika gejolak harga tak diantisipasi, masyarakat yang akan terdampak.

"Misal gini, harga tanah Palangkaraya yang biasanya Rp 1 juta ketika dibangun rumah katakan rumah sederhana bersubsidi, ketika ada isu ini langsung diserbu jadinya harganya Rp 4 juta," jelasnya.

Mardani juga menilai jika sektor swasta yang masuk dalam proyek pemindahan ibu kota justru akan berbahaya. Aset nantinya hanya akan dikuasai orang kaya jika konsepnya tidak didesain dengan baik.

"Sangat berbahaya apalagi ketika kita melihat, rasio gini kita masih di 0,38, turun itu tipis cuma 0,38 lebih, kemampuan daya beli masyarakat rendah akhirnya yang terjadi nanti akan ada pada piramida lagi itu, 20% orang kaya menguasai 80% aset di ibu kota baru kalau tidak didesain dengan baik. Saya pikir di sini perlu leadership yang kuat, dan leadership yang kuat itu memerlukan oposisi yang kuat, tidak ketika oposisinya tidak kuat, ide besar ini akan menjadi peluang juga, berpeluang menjadi fraud kalau tidak diawasi," jelasnya.

Komisi II secara khusus belum menerima dokumen terkait pemindahan ibu kota ini. Walaupun telah ada kajian, DPR perlu proposal resmi. Mardani menambahkan, belum dimasukkannya anggaran dalam RAPBN karena belum payung hukumnya.

"Kita menunggu proposal resmi, ini loh RUU yang diajukan minimal tadi yang saya bilang UU 29 tahun 2007 tentang kedudukan ibu kota DKI, berarti harus berubah dan bukan cuma itu, double package harusnya, karena dia undang-undang ini belum masih tetap undang-undang nomor 29 tahun 2007 kan penetapan kekhususan DKI sebagai ibukota negara, itu nanti designnya seperti apa," jelasnya.

"Kita open to discuss tetapi proposalnya jelas dan akuntabel dan jangan lupa aktivasi publiknya ada," ujarnya.

sumber: merdeka