OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 17 Oktober 2019

BOLA DI TANGAN PKS

BOLA DI TANGAN PKS



BOLA DI TANGAN PKS

Sistim politik negara kita menganut sistim Presidensial. Dalam sistim ini, sebenarnya tidak mengenal oposisi.

Walau tidak ada oposisi, harus tetap ada partai yang berada di luar pemerintahan sebagai penyeimbamg. Partai di luar pemerintahan ini yang kerap dikatakan oposisi. Keberadaan partai penyeimbang sebenarnya mutlak di perlukan. Walaupun nanti keberadaan mereka sebenarnya tidak berpengaruh banyak diparlement ketika persetujuan meloloskan kebijakan harus melalui ketetapan DPR, masih ada voting yang akan mengalahkan suara partai yang berada di luar pemerintahan.

Rekonsiliasi itu bukan harus mengajak semua partai ikut dalam pemerintahan. Jika itu yang dilakukan, rekonsiliasi akan berubah menjadi akuisi. Mengambil semua partai agar ikut ke pemerintahan. Jika ini terjadi, maka akan lahir pemerintah yang absolute dengan kemauannya dan keinginan yang di namakan kebijakan.

Berkata negara demokrasi namun cenderung otoriter dengan kebijakan, sama saja mengkhianati nilai demokrasi itu sendiri.

PKS memilih berada diluar pemerintahan untuk menjalankan fungsi penyeimbang. Bersama PAN yang 'katanya' juga akan berada di luar pemerintahan. Keberadaan mereka kemungkinan menjadi hambar tanpa ada Gerindra yang menyatakan bersedia gabung dengan pemerintahan.

Ujian berat bagi PKS saat mereka harus berjuang tanpa ada 'sohib' oposisinya.

MAMPUKAH PKS BERPERAN SEBAGAI OPOSISI?

Sepeninggal Fahri Hamzah, PKS kehilangan figur yang menjadi titik point perhatian. Seorang FH mampu menjadi daya tarik tersendiri saat memerankan kader dari partai yang memilih berada di luar pemerintah.

Kritik dan pandangan FH mampu membuat publik mengetahui bahwa untuk menyetujui sebuah kebijakan lolos parlement itu ada pihak yang mencoba menggagalkan karena dirasa merugikan rakyat kedepannya. Selain FH, ada Gerindra dengan kadernya yang juga ikut lantang bersuara.

Secara komposisi, keberadaan PKS gak akan berpengaruh besar atas penyeimbang pada sebuah kebijakan. Mau menolak apapun mereka, jika kebijakan itu sudah diajukan, pasti akan mendapatkan persetujuan dari parlement. Komposisi partai pengusung pemerintah lebih banyak daripada partai di luar pemerintah.

Namun..

Keberadaan PKS nantinya menjadi edukasi bagi rakyat tentang perjuangan yang mereka lakukan dalam mengoreksi kebijakan pemerintah. Sasaran ini yang sebenarnya paling relevan diberikan.

Kembali ke pertanyaannya, mampukah PKS berjuang menjadi oposisi nantinya? Kondisi saat ini berbeda dengan tahun lalu. PKS saat ini tanpa figur vokal, tidak ada "Destroyer" dalam partai mereka seperti keberadaan FH dulu.

Seyogyanya, oposisi harus lantang bersuara atas sebuah kebijakan yang sedang dipertaruhkan. Harus ada "bad boy" yang menjadi perhatian. Jangan sampai keberadaan oposisi hanya tempat untuk memanfaatkan ruang hati yang luka. Memgambil hati pendukung Prabowo yang kecewa, memperlihatkan komitmen sesaat namun minim memperjuangkan hak rakyat.

Buat masyarakat mendengar teriakanmu saat menolak kebijakan yang nantinya merugikan rakyat. Buat masyarakat menaruh perhatian atas keributan yang kau lakukan di parlement. Buat kegaduhan di DPR dengan suara lantangmu saat memperjuangkan hak rakyat.

Jika menolak, perlihatkan penolakan itu dalam komitmen. Bisa dengan walk out dalam pembahasan atau dengan melawan argumen dalam prosesnya. Jangan nanti saat bicara PKS menolak, namun dalam perkembangannya malah menyetujui dengan catatan.

Seperti revisi UU KPK, setuju ada revisi namun dengan catatan.

Rakyat adalah oposisi sejati. Jika mendengar keluhan rakyat, fight dan perlihatkan perjuangan itu.

Semoga PKS bisa menjawab keinginan rakyat, bisa menjadi wakil yang sebenarnya. Bisa menjadi wadah aspirasi di tengah nafsu kekuasaan saat ini.

Untuk PKS, perlihatkan caramu.

By Setiawan Budi [fb]