PKS: Jokowi Agak Aneh, Sudah Menang Tapi Tarik Semua Partai
Wakil Ketua Dewan Penasihat BPN Hidayat Nur Wahid. (Suara.com/Ria Rizki).
10Berita - Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid mengaku heran dengan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terkesan ingin menarik seluruh partai untuk bergabung dengan koalisinya. Terutama yang saat ini gencar dikabarkan yakni Gerindra dan Partai Demokrat.
Hidayat kemudian menilai sikap Jokowi yang demikian menunjukan keanehan lantaran berbeda sikap pada periode pertama di mana dirinya menang dengan keunggulan tak sebanyak pada periode kedua. Tapi dengan keunggulan tersebut, lanjut Hidayat, Jokowi justru malah terlihat lebih percaya diri dengan sokongan partai pengusungnya.
“Sebaiknya ini agak aneh, tahun 2014 Pak Jokowi hanya menang sekitar 6 persen enggak pakai narik-narik sudah jalan terus. Sekarang menang sekitar 10 persen kenapa harus narik-narik (partai) yang lain?” kata Hidayat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (14/10/2019).
Hidayat menyarankan agar sistem semula periode pertama kepemimpinan Jokowi kembali diterapkan, di mana partai yang tak menjadi pemenang tetap berada di luar pemerintahan dengan beroposisi. Hal itu juga yang saat ini tetap menjadi keputusan dari PKS.
"Alangkah bagusnya sudahlah kita pakai peraturan yang bagus saja, demokrasi mengenal yang adanya di pemerintahan dan di luar pemerintahan," kata dia.
“Yang menang memimpin, yang kalah enggak perlu ditarik dan kemudian malah menghadirkan kehebohan. Yang sudah menang pun belum tentu mendapatkan kursi yang mereka harapkan,” Hidayat menambahkan.
Ia kemudian juga meminta Jokowi selalu presiden terpilih untuk lebih fokus kepada partai-partai di dalam koalisinya, ketimbang sibuk berupaya menarik partai lain untuk ikut bergabung.
“Jangan sampai nanti jatah rekan-rekan partai pengusung Jokowi jadi berkurang karena masuknya partai-partai yang tidak jadi pengusung Jokowi. Lebih bagus Pak Jokowi memuaskan dan memberikan maksimal hak daripada partai pendukung yang tidak menang berada di luar kabinet dan itu konstitusional,” tuturnya.
Sumber: Suara.com
Wakil Ketua Dewan Penasihat BPN Hidayat Nur Wahid. (Suara.com/Ria Rizki).
10Berita - Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid mengaku heran dengan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terkesan ingin menarik seluruh partai untuk bergabung dengan koalisinya. Terutama yang saat ini gencar dikabarkan yakni Gerindra dan Partai Demokrat.
Hidayat kemudian menilai sikap Jokowi yang demikian menunjukan keanehan lantaran berbeda sikap pada periode pertama di mana dirinya menang dengan keunggulan tak sebanyak pada periode kedua. Tapi dengan keunggulan tersebut, lanjut Hidayat, Jokowi justru malah terlihat lebih percaya diri dengan sokongan partai pengusungnya.
“Sebaiknya ini agak aneh, tahun 2014 Pak Jokowi hanya menang sekitar 6 persen enggak pakai narik-narik sudah jalan terus. Sekarang menang sekitar 10 persen kenapa harus narik-narik (partai) yang lain?” kata Hidayat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (14/10/2019).
Hidayat menyarankan agar sistem semula periode pertama kepemimpinan Jokowi kembali diterapkan, di mana partai yang tak menjadi pemenang tetap berada di luar pemerintahan dengan beroposisi. Hal itu juga yang saat ini tetap menjadi keputusan dari PKS.
"Alangkah bagusnya sudahlah kita pakai peraturan yang bagus saja, demokrasi mengenal yang adanya di pemerintahan dan di luar pemerintahan," kata dia.
“Yang menang memimpin, yang kalah enggak perlu ditarik dan kemudian malah menghadirkan kehebohan. Yang sudah menang pun belum tentu mendapatkan kursi yang mereka harapkan,” Hidayat menambahkan.
Ia kemudian juga meminta Jokowi selalu presiden terpilih untuk lebih fokus kepada partai-partai di dalam koalisinya, ketimbang sibuk berupaya menarik partai lain untuk ikut bergabung.
“Jangan sampai nanti jatah rekan-rekan partai pengusung Jokowi jadi berkurang karena masuknya partai-partai yang tidak jadi pengusung Jokowi. Lebih bagus Pak Jokowi memuaskan dan memberikan maksimal hak daripada partai pendukung yang tidak menang berada di luar kabinet dan itu konstitusional,” tuturnya.
Sumber: Suara.com