Gagal Masuk UNDIP, UGM, dan STAN, Sekarang Kuliah di Eropa dengan Beasiswa. Ini Perjuangan William!
Seleksi perguruan tinggi adalah pertarungan lanjutan setelah lulus sekolah menengah. Pertarungan di sini jauh lebih horor dan ketat, sebab persaingannya dari seluruh Indonesia. Yang namanya seleksi, selalu ada dua kemungkinan: ditolak atau diterima. Namun, sudah pasti tak ada yang mau gagal di tahap ini.
Seperti yang dialami oleh Dominicus William Prakoso, sosok yang sempat viral di Twitter beberapa waktu yang lalu. Mahasiswa asal Semarang ini membagikan kisahnya gagal di tiga PTN sebelum berhasil kuliah di Rusia dengan beassiwa. Dihubungi oleh Hipwee melalui telepon, William bercerita tentang perjuangannya mencari kampus untuk kuliah yang tak main-main jatuh bangunnya.
Menjadi nomor ke 268 dari 250 orang seleksi berkas SNMPTN Universitas Diponegoro, adalah kegagalan pertama William
hidup penuh kejutan via twitter.com
Sejak awal, agaknya Universitas Diponegoro (UNDIP) menjadi pilihan pertama William untuk melanjutkan kuliah. Ia sempat berniat untuk mendaftar lewat jalur tanpa tes, tapi gagal sejak seleksi. Dari 250 kuota seleksi yang tersedia, William menduduki peringkat 268. Hmm, nyesek juga ya, padahal tinggal sedikit lagi. Tapi kegagalan di sini tidak membuat William berhenti. Ia pun mencoba jalur tes (SBMPTN) untuk masuk UNDIP dengan pilihan jurusan Hubungan Internasional dan Ekonomi. Sayangnya, di seleksi ini pun ia masih gagal.
Willam tak menyerah, segala cara dicoba, ujian masuk didampingi paramedis pun dilakoni. Sayang kegagalan masih menghampiri
perjuangan William via twitter.com
Tidak hanya UNDIP, William juga mengikuti seleksi mandiri di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Kegagalan sebelumnya, membuat William berusaha lebih mati-matian lagi. Ia bahkan sempat mengasingkan diri supaya bisa berkonsentrasi belajar. Tragisnya, William mengalami kecelakaan lalu lintas saat hendak ikut seleksi masuk di UGM. Alih-alih pulang untuk memulihkan diri, William lanjut terus. Meski badannya terasa luluh lantak dan harus didampingi paramedis saat seleksi, tekadnya tidak surut sama sekali. Sayangnya, keberhasilan belum juga menghampiri. Kampus yang ia cita-citakan, belum bisa ia masuki.
Gagal berkali-kali di tiga PTN membuat William sempat mengalami pergolakan emosi. Momen down ini membuatnya makan dua hari sekali
William dan teman-teman di Rusia (dok. William Prakoso)
Bukan hanya William, semua orang pasti down ketika berturut-turut kegagalan menghampiri. Apalagi saat dirasa persiapan yang dilakukan nggak main-main. Yang membuat William semakin down adalah fakta bahwa semua jalur masuk PTN sudah tertutup, sedang dirinya belum mendapatkan tempat. Melihat postingan kawan-kawannya tentang kampus baru di media sosial, semakin menyiksanya.
Momen down paling parah ini terjadi hampir selama dua bulan. Selama itu, William seolah kehilangan semangat untuk melakukan apa pun. Setiap hari hanya dihabiskannya dalam kamar untuk tidur dan internetan. Pola makannya yang berantakan, membuatnya bahkan membuatnya sampai jatuh sakit.
Tekadnya untuk bangkit akhirnya datang. William mulai mengevaluasi dirinya sendiri untuk menemukan apa yang kurang
Kerja keras yang berbuah hasil via twitter.com
Setelah gagal di berbagai usaha, William memutuskan untuk menunda kuliah selama setahun. Tetapi, masa gap year itu juga tidakdijalaninya dengan main-main lo. Selama itu, William membuat jurnal pribadi dan mencatat setiap hal yang ia lakukan selama gap year. William juga belajar saksofon secara otodidak, hingga akhirnya ia ikut beberapa pentas dan mendapat penghasilan.
Selama menunggu pendaftaran berikutnya dibuka, William berusaha keras mengevaluasi diri dan mencari potensi-potensi lain dalam dirinya. Hingga setahun berikutnya, William berhasil masuk ke Tomsk State University, salah satu kampus terbaik di Rusia dengan beasiswa.
Rasa keponya pada Rusia hanya diawali oleh iseng semata. Tapi akhirnya justru di sanalah William melanjutkan langkahnya
Berawal dari jelajah isengnya di dunia maya untuk mencari tempat traveling ke Eropa, William menemukan Rusia. Segala hal tentang negara terbesar di dunia itu mulai menyedot rasa ingin tahunya, termasuk sisi pendidikannya. Dari keisengannya mendaftar di situs russia.study, William diundang ke sebuah seminar pendidikan di Jakarta. Dari sana, tekad William untuk melanjutkan studi ke Rusia semakin besar. Apalagi setelah melihat persyaratannya yang dirasa cocok dengan kualifikasi yang ia miliki.
Setelah menjalani tahap-tahap seleksi yang cukup melelahkan, dari mulai dari berkas hingga wawancara, akhirnya William diterima di Tomsk State University jurusan Hubungan Internasional dengan beasiswa dari pemerintah Rusia. Saat ini, William tengah beradaptasi dengan tempat tinggal barunya di Negara Tirai Besi.
Kisah William mengajarkan bahwa kegagalan nggak pernah semata kegagalan. Selalu ada makna di baliknya
Kegagalan selalu punya cerita di baliknya via twitter.com
“Jangan takut kegagalan. Gagal memang sakit, tetapi ketika (akhirnya) berhasil sensasinya puas banget,” tutur Williams, kepada Hipwee.
Apa yang bisa kita petik dari kisah William adalah bahwa kegagalan nggak pernah semata jadi kegagalan. Semuanya tergantung cara pandang kita. Kegagalan menyimpan dua pilihan: berhenti mencoba atau berusaha lebih keras lagi. Saat kegagalan itu datang, memang menyakitkan dan mungkin kita butuh banyak upaya untuk bisa bangkit. Semua orang berhak bersedih dan kecewa, tapi kesedihan itu tak perlu dipelihara terlalu lama. Beri batas yang jelas, karena kita perlu segera bangkit untuk menata semuanya.
Kepada teman-teman yang sedang mencari pendidikan di luar negeri, William menyarankan untuk mulai dengan mencari tahu selengkap-lengkapnya negara yang ingin dituju. Hal ini sangat membantu dalam mempersiapkan semuanya. Selain itu, jangan pernah takut mencoba, meski sudah gagal berkali-kali sebelumnya.
Ada rencana lain yang bisa saja disiapkan, asalkan kita tak pernah lelah mencarinya
ada rencana tersembunyi via www.pexels.com
Sebagaimana William yang berusaha mengenali dirinya lewat jurnal gap year, kegagalan memberi kita ruang untuk mengevaluasi apa yang kurang sehingga bisa memperbaikinya di masa mendatang. Seperti William dan saksofonnya, kegagalan juga memberikan kita “tekanan” untuk lebih jeli lagi dalam memahami diri sendiri, karena siapa tahu ada potensi yang luput disadari. Sebagaimana William yang akhirnya menemukan tempat di Rusia, selalu ada rencana lain di balik sebuah kegagalan. Asalkan kita tetap keras kepala untuk mencobanya dengan segala kegigihan.
Kegagalan semestinya tak jadi alasan untuk membenci diri sendiri, melainkan momen untuk memahami bahwa ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Semoga semangat William ini bisa menular, ya, supaya kita bisa menjadi William-William lainnya. Selamat belajar, William!
Sumber :hipwee
Seleksi perguruan tinggi adalah pertarungan lanjutan setelah lulus sekolah menengah. Pertarungan di sini jauh lebih horor dan ketat, sebab persaingannya dari seluruh Indonesia. Yang namanya seleksi, selalu ada dua kemungkinan: ditolak atau diterima. Namun, sudah pasti tak ada yang mau gagal di tahap ini.
Seperti yang dialami oleh Dominicus William Prakoso, sosok yang sempat viral di Twitter beberapa waktu yang lalu. Mahasiswa asal Semarang ini membagikan kisahnya gagal di tiga PTN sebelum berhasil kuliah di Rusia dengan beassiwa. Dihubungi oleh Hipwee melalui telepon, William bercerita tentang perjuangannya mencari kampus untuk kuliah yang tak main-main jatuh bangunnya.
Menjadi nomor ke 268 dari 250 orang seleksi berkas SNMPTN Universitas Diponegoro, adalah kegagalan pertama William
hidup penuh kejutan via twitter.com
Sejak awal, agaknya Universitas Diponegoro (UNDIP) menjadi pilihan pertama William untuk melanjutkan kuliah. Ia sempat berniat untuk mendaftar lewat jalur tanpa tes, tapi gagal sejak seleksi. Dari 250 kuota seleksi yang tersedia, William menduduki peringkat 268. Hmm, nyesek juga ya, padahal tinggal sedikit lagi. Tapi kegagalan di sini tidak membuat William berhenti. Ia pun mencoba jalur tes (SBMPTN) untuk masuk UNDIP dengan pilihan jurusan Hubungan Internasional dan Ekonomi. Sayangnya, di seleksi ini pun ia masih gagal.
Willam tak menyerah, segala cara dicoba, ujian masuk didampingi paramedis pun dilakoni. Sayang kegagalan masih menghampiri
perjuangan William via twitter.com
Tidak hanya UNDIP, William juga mengikuti seleksi mandiri di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Kegagalan sebelumnya, membuat William berusaha lebih mati-matian lagi. Ia bahkan sempat mengasingkan diri supaya bisa berkonsentrasi belajar. Tragisnya, William mengalami kecelakaan lalu lintas saat hendak ikut seleksi masuk di UGM. Alih-alih pulang untuk memulihkan diri, William lanjut terus. Meski badannya terasa luluh lantak dan harus didampingi paramedis saat seleksi, tekadnya tidak surut sama sekali. Sayangnya, keberhasilan belum juga menghampiri. Kampus yang ia cita-citakan, belum bisa ia masuki.
Gagal berkali-kali di tiga PTN membuat William sempat mengalami pergolakan emosi. Momen down ini membuatnya makan dua hari sekali
William dan teman-teman di Rusia (dok. William Prakoso)
Bukan hanya William, semua orang pasti down ketika berturut-turut kegagalan menghampiri. Apalagi saat dirasa persiapan yang dilakukan nggak main-main. Yang membuat William semakin down adalah fakta bahwa semua jalur masuk PTN sudah tertutup, sedang dirinya belum mendapatkan tempat. Melihat postingan kawan-kawannya tentang kampus baru di media sosial, semakin menyiksanya.
Momen down paling parah ini terjadi hampir selama dua bulan. Selama itu, William seolah kehilangan semangat untuk melakukan apa pun. Setiap hari hanya dihabiskannya dalam kamar untuk tidur dan internetan. Pola makannya yang berantakan, membuatnya bahkan membuatnya sampai jatuh sakit.
Tekadnya untuk bangkit akhirnya datang. William mulai mengevaluasi dirinya sendiri untuk menemukan apa yang kurang
Kerja keras yang berbuah hasil via twitter.com
Setelah gagal di berbagai usaha, William memutuskan untuk menunda kuliah selama setahun. Tetapi, masa gap year itu juga tidakdijalaninya dengan main-main lo. Selama itu, William membuat jurnal pribadi dan mencatat setiap hal yang ia lakukan selama gap year. William juga belajar saksofon secara otodidak, hingga akhirnya ia ikut beberapa pentas dan mendapat penghasilan.
Selama menunggu pendaftaran berikutnya dibuka, William berusaha keras mengevaluasi diri dan mencari potensi-potensi lain dalam dirinya. Hingga setahun berikutnya, William berhasil masuk ke Tomsk State University, salah satu kampus terbaik di Rusia dengan beasiswa.
Rasa keponya pada Rusia hanya diawali oleh iseng semata. Tapi akhirnya justru di sanalah William melanjutkan langkahnya
Berawal dari jelajah isengnya di dunia maya untuk mencari tempat traveling ke Eropa, William menemukan Rusia. Segala hal tentang negara terbesar di dunia itu mulai menyedot rasa ingin tahunya, termasuk sisi pendidikannya. Dari keisengannya mendaftar di situs russia.study, William diundang ke sebuah seminar pendidikan di Jakarta. Dari sana, tekad William untuk melanjutkan studi ke Rusia semakin besar. Apalagi setelah melihat persyaratannya yang dirasa cocok dengan kualifikasi yang ia miliki.
Setelah menjalani tahap-tahap seleksi yang cukup melelahkan, dari mulai dari berkas hingga wawancara, akhirnya William diterima di Tomsk State University jurusan Hubungan Internasional dengan beasiswa dari pemerintah Rusia. Saat ini, William tengah beradaptasi dengan tempat tinggal barunya di Negara Tirai Besi.
Kisah William mengajarkan bahwa kegagalan nggak pernah semata kegagalan. Selalu ada makna di baliknya
Kegagalan selalu punya cerita di baliknya via twitter.com
“Jangan takut kegagalan. Gagal memang sakit, tetapi ketika (akhirnya) berhasil sensasinya puas banget,” tutur Williams, kepada Hipwee.
Apa yang bisa kita petik dari kisah William adalah bahwa kegagalan nggak pernah semata jadi kegagalan. Semuanya tergantung cara pandang kita. Kegagalan menyimpan dua pilihan: berhenti mencoba atau berusaha lebih keras lagi. Saat kegagalan itu datang, memang menyakitkan dan mungkin kita butuh banyak upaya untuk bisa bangkit. Semua orang berhak bersedih dan kecewa, tapi kesedihan itu tak perlu dipelihara terlalu lama. Beri batas yang jelas, karena kita perlu segera bangkit untuk menata semuanya.
Kepada teman-teman yang sedang mencari pendidikan di luar negeri, William menyarankan untuk mulai dengan mencari tahu selengkap-lengkapnya negara yang ingin dituju. Hal ini sangat membantu dalam mempersiapkan semuanya. Selain itu, jangan pernah takut mencoba, meski sudah gagal berkali-kali sebelumnya.
Ada rencana lain yang bisa saja disiapkan, asalkan kita tak pernah lelah mencarinya
ada rencana tersembunyi via www.pexels.com
Sebagaimana William yang berusaha mengenali dirinya lewat jurnal gap year, kegagalan memberi kita ruang untuk mengevaluasi apa yang kurang sehingga bisa memperbaikinya di masa mendatang. Seperti William dan saksofonnya, kegagalan juga memberikan kita “tekanan” untuk lebih jeli lagi dalam memahami diri sendiri, karena siapa tahu ada potensi yang luput disadari. Sebagaimana William yang akhirnya menemukan tempat di Rusia, selalu ada rencana lain di balik sebuah kegagalan. Asalkan kita tetap keras kepala untuk mencobanya dengan segala kegigihan.
Kegagalan semestinya tak jadi alasan untuk membenci diri sendiri, melainkan momen untuk memahami bahwa ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Semoga semangat William ini bisa menular, ya, supaya kita bisa menjadi William-William lainnya. Selamat belajar, William!
Sumber :hipwee