Ternyata Anggaran Fantastis Tak Hanya Masalah Anies, Begini Kejadian di Era Ahok?
Referensi pihak ketiga
10Berita,Ternyata geger anggaran fantastis yang diajukan staf satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta plafon prioritas anggaran sementara (KUA-PPAS) tidak terjadi di era kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan semata.
Jika kita mau belajar dan sedikit melihat ke belakang, maka kita akan menemukan hal yang sama persis di era kepemimpinan Ahok.
Jika seperti yang dilansir kompas dotcom (31/11/2019), kita dihebohkan dengan adanya setidaknya lima anggaran fantastis yang dipertanyakan DPRD DKI Jakarta, yakni anggaran influencer Rp 5 miliar, pembangunan jalur sepeda Rp 73,7 miliar, pembelian lem Aibon Rp 82,8 miliar, pembelian bolpoin Rp 124 miliar, dan pembelian komputer Rp 121 miliar, maka seperti yang pernah dilansir tempo dotco (23/11/2015), hal serupa juga terjadi di era Ahok.
Tempo dotco (23/11/2015) menuliskan bagaimana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada waktu itu juga menemukan anggaran yang dinilai tidak masuk akal. "Masak, ATK (alat tulis kantor) hampir Rp 500 miliar? Masak, bayar tenaga ahli kegiatan sampai Rp 600 miliar? Masak, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan bikin Festival Kota Tua Rp 10 miliar? Lu mau undang artis apa? Enggak bener gitu lho. Nah, ini mesti kami potong," ucapnya waktu itu seperti yang dikutip tempo dotco (23/11/2015).
Seperti juga langkah yang diambil Anies yaitu mengancam mengeluarkan pejabat terkait, Ahok waktu itu juga menegaskan, apabila pejabat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) mencoba-coba “memainkan” anggaran dalam kebijakan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta plafon prioritas anggaran sementara (KUA-PPAS), dia tak akan sungkan mendemosi.
"Yang main-main (anggaran), semua akan saya stafkan tanpa TKD (tunjangan kinerja daerah). Saya udah ngancam seperti ini ke mereka," kata Ahok saat di Balai Kota seperti yang dikutip tempo dotco (23/11/2015).
Lebih lanjut, Ahok menuturkan bahwa munculnya dana siluman pada APBD 2015 tersebut diakibatkan draft KUA-PPAS yang masih dibuat secara manual menggunakan Excel. E-budgeting pun baru dilakukan setelah KUA-PPAS ditandatanganinya. Akibatnya, dana siluman yang baru dimasukkan ke dalam sistem e-budgeting setelah APBD diketok Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI bisa lolos dari pengawasannya.
"Ini saya bukan fitnah lagi. UPS (uninterruptable power supply) ternyata memang siluman, tidak ada dalam KUA-PPAS. Dia ngakunya e-budgeting, padahal prosesnya bukan e-budgeting. Udah dikunci di KUA-PPAS, masuk," tutur Ahok.
Malah pada waktu itu, Ahok mengakui dirinya memang sengaja tidak memeriksa satu per satu anggaran yang telah diajukan SKPD pada 2015 tersebut.
"Kenapa enggak mau sisir? Saya lagi ribut sama DPRD. Kalau ribut sama DPRD, terus ribut lagi sama eksekutif, dua keroyok satu dong. Kalau ngelawan tuh, satu lawan satu, jangan dua lawan satu. Saya kan bukan Superman. Kalau satu lawan dua, ya repot juga," katanya.
Ternyata hal yang sama terjadi pada Anies sekarang. Karena keteledoran anak buahnya Anies di bully oleh DPRD dan publik. Padahal sebelum hal tersebut diviralkan oleh fraksi PSI, Anies pun telah memberikan peringatan yang sama seperti Ahok kepada anak buahnya. Mungkinkah fraksi PSI memang tengah mencari panggung?
Sumber:politicapreneure, UCnews
Referensi pihak ketiga
10Berita,Ternyata geger anggaran fantastis yang diajukan staf satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta plafon prioritas anggaran sementara (KUA-PPAS) tidak terjadi di era kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan semata.
Jika kita mau belajar dan sedikit melihat ke belakang, maka kita akan menemukan hal yang sama persis di era kepemimpinan Ahok.
Jika seperti yang dilansir kompas dotcom (31/11/2019), kita dihebohkan dengan adanya setidaknya lima anggaran fantastis yang dipertanyakan DPRD DKI Jakarta, yakni anggaran influencer Rp 5 miliar, pembangunan jalur sepeda Rp 73,7 miliar, pembelian lem Aibon Rp 82,8 miliar, pembelian bolpoin Rp 124 miliar, dan pembelian komputer Rp 121 miliar, maka seperti yang pernah dilansir tempo dotco (23/11/2015), hal serupa juga terjadi di era Ahok.
Tempo dotco (23/11/2015) menuliskan bagaimana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada waktu itu juga menemukan anggaran yang dinilai tidak masuk akal. "Masak, ATK (alat tulis kantor) hampir Rp 500 miliar? Masak, bayar tenaga ahli kegiatan sampai Rp 600 miliar? Masak, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan bikin Festival Kota Tua Rp 10 miliar? Lu mau undang artis apa? Enggak bener gitu lho. Nah, ini mesti kami potong," ucapnya waktu itu seperti yang dikutip tempo dotco (23/11/2015).
Seperti juga langkah yang diambil Anies yaitu mengancam mengeluarkan pejabat terkait, Ahok waktu itu juga menegaskan, apabila pejabat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) mencoba-coba “memainkan” anggaran dalam kebijakan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta plafon prioritas anggaran sementara (KUA-PPAS), dia tak akan sungkan mendemosi.
"Yang main-main (anggaran), semua akan saya stafkan tanpa TKD (tunjangan kinerja daerah). Saya udah ngancam seperti ini ke mereka," kata Ahok saat di Balai Kota seperti yang dikutip tempo dotco (23/11/2015).
Lebih lanjut, Ahok menuturkan bahwa munculnya dana siluman pada APBD 2015 tersebut diakibatkan draft KUA-PPAS yang masih dibuat secara manual menggunakan Excel. E-budgeting pun baru dilakukan setelah KUA-PPAS ditandatanganinya. Akibatnya, dana siluman yang baru dimasukkan ke dalam sistem e-budgeting setelah APBD diketok Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI bisa lolos dari pengawasannya.
"Ini saya bukan fitnah lagi. UPS (uninterruptable power supply) ternyata memang siluman, tidak ada dalam KUA-PPAS. Dia ngakunya e-budgeting, padahal prosesnya bukan e-budgeting. Udah dikunci di KUA-PPAS, masuk," tutur Ahok.
Malah pada waktu itu, Ahok mengakui dirinya memang sengaja tidak memeriksa satu per satu anggaran yang telah diajukan SKPD pada 2015 tersebut.
"Kenapa enggak mau sisir? Saya lagi ribut sama DPRD. Kalau ribut sama DPRD, terus ribut lagi sama eksekutif, dua keroyok satu dong. Kalau ngelawan tuh, satu lawan satu, jangan dua lawan satu. Saya kan bukan Superman. Kalau satu lawan dua, ya repot juga," katanya.
Ternyata hal yang sama terjadi pada Anies sekarang. Karena keteledoran anak buahnya Anies di bully oleh DPRD dan publik. Padahal sebelum hal tersebut diviralkan oleh fraksi PSI, Anies pun telah memberikan peringatan yang sama seperti Ahok kepada anak buahnya. Mungkinkah fraksi PSI memang tengah mencari panggung?
Sumber:politicapreneure, UCnews