Perbedaan Fatwa Para Ulama tentang Hukum Mengucapkan Selamat Natal
10Berita - Setiap memasuki akhir bulan Desember, tepatnya pada hari-hari di mana tanggal 25 Desember selalu saja muncul anually debate (debat tahunan).Tak lain dan tak bukan ialah issu tentang boleh tidaknya mengucapkan “Selamat Natal” dari seorang Muslim kepada umat Kristen/Katolik. Isu yang seringkali membuat gaduh umat beragama. Sering juga membuat polarisasi antar umat beragama yang berimplikasi pada timbulnya tensi-tensi sosial-horizontal.
Polarisasi itu mengakibatkan munculnya dua kutub yang berbeda di kalangan umat Islam; kutub yang berisi orang-orang yang meyakini bahwa mengucapkan “Selamat Natal” kepada umat Kristen/Katolik itu diperbolehkan. Dan kutub yang haqqul yaqin bahwa mengucapkannya ialah suatu perbuatan yang “maksiat”. Bahkan setara dengan syirik karena dianggap meng-amin-i Jesus Kristus lahir pada tanggal tersebut dan meyakini ketuhanan Jesus.
Bagaimanakah para ulama memandang masalah hukum seputar Natal ini? Mari kita simak pendapat para ulama mengenai hal tersebut.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Dalam Fatwa MUI Tentang Perayaan Natal Bersama Tertanggal 1 Jumadil Awal 1401 H/ 7 Maret 1981 yang ditandatangani oleh KH. Syukri Ghozali selaku Ketua Komisi Fatwa dan Drs. Mas’udi selaku Sekretaris Komisi Fatwa, Majelis Ulama Indonesia memfatwakan bahwa:
Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas. Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.
Fatwa MUI yang dikeluarkan tahun 1981 pada era kepemimpinan Buya Hamka di atas dengan jelas mengharamkan umat Islam untuk mengikuti perayaan Natal yakni mengikuti proses ritual keagamaan mereka. Tetapi mengenai ucapan selamat Natal sendiri tidak pernah dibahas dan dijelaskan dalam fatwa MUI tersebut.
Prof. Dr. HM Din Syamsuddin MA
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. DR. HM Dien Syamsuddin MA sebagaiman tertulis dalam website Hidayatullah tertanggal 11 Oktober 2005 menyatakan bahwa “MUI Tidak Larang Ucapan Selamat Natal”. Dilansir dari Tempo.co Dien secara pribadi tidak mempermasalahkan umat Islam untuk mengucapkan “Selamat Natal” jika dirasa terdapat keperluannya.
Habib Munzir Al Musawwa
Habib Munzir Al Musawwa memberi tanggapan terkait Natal, ialah berikut:
“Mengenai ucapan Natal, hal itu dilarang dan haram hukumnya jika diniatkan untuk memuliakan agama lain, namun jika diniatkan untuk menjalin hubungan baik agar mereka tertarik pada islam atau tidak membenci islam, maka hal itu ada sebagian ulama yg memperbolehkan,” kata Habib Munzir dilansir dari situs resmi Majelis Rasulullah SAW.
Syeikh Yusuf Al-Qardhawy
Syeikh Yusuf Al-Qardhawiy membolehkan mengucapkan “Selamat Natal”. Khususnya bagi umat Kristen yang memiliki hubungan khusus dengan seorang muslim seperti hubungan kekerabatan, bertetangga, berteman di kampus atau sekolah, kolega kerja, dan lain-lain. Dengan catatan, mereka tidak sedang memerangi umat Islam.
Syeikh Wahbah Az-Zuhaili
Syeikh Wahbah Az-Zuhaili mengatakan seputar Natal sebagai berikut:
Tidak ada halangan dalam bersopan santun (mujamalah) dengan orang Nasrani menurut pendapat sebagian ahli fiqh berkenaan hari raya mereka asalkan tidak bermaksud sebagai pengakuan atas (kebenaran) ideologi mereka.
Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah dengan tegas mengharamkan mutlak ucapan selamat hari raya kepada orang kafir dikarenakan tasyabbuh kepada mereka, syirik dan sesat. Dikatakan bahwa:
Maka tidak halal untuk turut serta bersama ahli kitab dan orang-orang musyrik dalam menyelenggarakan hari-hari raya mereka, baik dengan cara memberikan hadiah -sekecil apapun- kepada mereka atau dengan memberikan ucapan selamat hari raya kepada mereka. Semua ini dalam rangka memutuskan benih-benih kesyirikan, menampakkan kemuliaan dan keistimewaan Islam di atas para pengikut kesesatan, dan sebagai perwujudan dari perintah Allah dan Rasul-Nya.
Syeikh Utsaimin
Sebagaimana terdapat dalam Majma’ Fatawa Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, (Jilid.III, h.44-46, No.403), disebutkan bahwa memberi selamat kepada mereka hukumnya haram, sama saja apakah terhadap mereka (orang-orang kafir) yang terlibat bisnis dengan seseorang (muslim) atau tidak. Jadi jika mereka memberi selamat kepada kita dengan ucapan selamat hari raya mereka, kita dilarang menjawabnya, karena itu bukan hari raya kita, dan hari raya mereka tidaklah diridhai Allah.
Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah
Dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah Ibnul Qoyyim Al Jauziyah berkata, “Adapun mengucapkan selamat berkenaan dengan syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi mereka adalah haram menurut kesepakatan para ulama. Alasannya karena hal itu mengandung persetujuan terhadap syi’ar-syi’ar kekufuran yang mereka lakukan. Seorang muslim haram mengikuti ritual atau sakramen Natal dan ini disepakati oleh hampir semua ulama.”
Syaikh Muhammad Sa'id Ramadhan al Buthi
Ulama besar negeri Suriah ini secara tegas menyatakan kebolehan mengucapkan selamat hari raya kepada non muslim. Dalam kitab Musyawarat wa Fatawa (II/226) beliau menyatakan:
لا مانع من تهنئة أهل الكتاب بأفراحهم وأعيادهم وأي مناسبة من مناسبة الأفراح لديهم وتعزيتهم بأحزانهم. ولكن المحرم هو أن تشترك معهم في شيء من عبادتهم.
"Tidak ada alasan syar'i yang mencegah kebolehan memberi ucapan selamat kepada non muslim Ahli Kitab atas berbagai kebahagiaan, hari raya, momentum kebahagiaan apapun bagi mereka, dan bertakziah dalam kedukaan mereka. Namun yang haram adalah anda bersama-sama melakukan salah satu ibadah dari berbagai ibadah mereka bersama mereka."
Jadi menurut ulama yang mendapat penghormatan besar di dunia Islam ini, mengucapkan selamat hari raya kepada non muslim hukumnya boleh, tidak haram, apalagi merusak akidah. Yang penting tidak mengikuti ibadah atau ritual kebaktiannya.
***
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, mengucapkan “selamat natal” perkara khilafiyah di kalangan ulama Islam sendiri. Maka seyogyanya di antara kita bisa saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat dan prinsip di internal Umat Islam dan menjaga ukhuwah Islamiyah.
Para ulama tidak berbeda pendapat kecuali karena memang tidak didapat dalil yang bersifat sharih dan qath’i. Seandainya ada ayat atau hadits shahih yang secara tegas menyebutkan larangan ucapan selamat semisal Natal’, tentu semua ulama akan sepakat. Namun, selama semua itu merupakan ijtihad dan penafsiran dari nash yang bersifat mujmal, maka seandainya benar ijtihad itu, mujtahidnya akan mendapat dua pahala. Dan seandainya salah, maka hanya dapat satu pahala. Selanjutnya, silahkan pilihan diserahkan kepada pribadi masing-masing umat Islam.
Wallahu A’lam bi as-Showab
Sumber:
- https://harakahislamiyah.com/diskusi/fatwa-para-ulama-tentang-hukum-mengucapkan-selamat-natal
- https://harakahislamiyah.com/diskusi/hukum-mengucapkan-selamat-natal-menurut-syekh-said-ramadhan-al-buthi
- https://ibtimes.id/debat-tahunan-perbedaan-pendapat-tentang-ucapan-selamat-natal/