FPI Kritik Ormas Islam yang Dirayu China: Semoga Bertobat
10Berita - Front Pembela Islam (FPI) mengkritik sejumlah organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam yang diisukan berhenti mengkritik penindasan Uighur di Xinjiang karena rayuan pemerintah China.
Juru Bicara FPI Munarman mengatakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) China terhadap muslim Uighur tidak boleh dibiarkan. Dia berpendapat seharusnya ormas Islam di Indonesia menunjukkan solidaritas terhadap Uighur.
"Ethnic cleansing terhadap muslim Uighur adalah bentuk musuh peradaban. Harusnya justru ormas-ormas Islam paling depan menyuarakan kekejaman komunis China terhadap saudara muslim Uighur. Bukan malah menyerukan agar umat Islam tidak mengganggu politik China," kata Munarman kepada CNNIndonesia.com, Jumat (13/12).
Dia juga bilang seharusnya Pemerintah Indonesia juga aktif melakukan diplomasi terkait penindasan muslim Uighur di China dan muslim Rohingya di Myanmar. Munarman menyarankan pemerintah memanfaatkan forum-forum internasional seperti yang dilakukan Gambia.
Munarman menuding beberapa ormas Islam di Indonesia berhenti mengkritik pemerintahan China karena mendapat suap dari Beijing. Ia menyebut suap-menyuap adalah tradisi komunis.
Menurutnya ormas Islam harus waspada terhadap godaan tersebut. Namun nyatanya, kata dia, beberapa ormas Islam besar di Indonesia malah menuruti kemauan dari pemerintah China.
"Dalam kaidah tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah, maka sudah pasti si penerima suap akan jadi kacung dan menyelipkan ekornya di antara kaki serta membungkuk takzim pada pemberi suap," ujar dia.
"Semoga segera bertobat," tutup Munarman.
Laporan the Wall Street Journal (WSJ) menyebut China berupaya membujuk sejumlah organisasi Islam seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, media Indonesia, hingga akademisi agar tak lagi mengkritik dugaan persekusi yang diterima etnis minoritas Muslim Uighur di Xinjiang.
WSJ memaparkan China mulai menggelontorkan sejumlah bantuan dan donasi terhadap ormas-ormas Islam tersebut setelah isu Uighur kembali mencuat ke publik pada 2018 lalu. Sejak rangkaian tur Xinjiang itu berlangsung, pandangan para pemuka agama Islam Indonesia disebut berubah.
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekaligus Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas membantah berita itu. Anwar menyatakan MUI dan Muhammadiyah tidak pernah menyetujui penindasan bangsa Uighur oleh pemerintah China.
"Kita mengutuk sikap dan tindakan pemerintah China terhadap umat Islam Uighur dan sikap pemerintah Amerika terhadap rakyat Afghanistan dan Rakyat Palestina yang zalim," ujar Anwar lewat pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Jumat (13/12).
Terpisah, Wasekjen PBNU Masduki Baidlowi juga membantah isu tersebut. Dia menduga tuduhan itu dilontarkan karena sikap Indonesia berbeda dengan Amerika Serikat atau negara Barat yang selalu mengecam tindakan China terhadap Uighur.
"Jangan karena kita tidak senada dengan Barat seolah dibeli oleh China. Itu pernyataan kasar dan tidak sopan," kata Masduki kepada CNNIndonesia.com, Kamis (13/12) malam.
Terpisah, Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto menilai Ormas Islam di Indonesia perlu mengklarifikasi laporan WSJ yang menyebut ormas Islam di Indonesia dirayu China agar tidak mengkritik dugaan persekusi yang diterima etnis minoritas Muslim Uighur di Xinjiang.
"Sangat perlu (klarifikasi) untuk disampaikan secara terbuka kepada publik," kata Yandri lewat pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Jumat (13/12).
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyatakan, tidak ada toleransi dalam bentuk apapun dalam menyikapi tragedi kemanusiaan.
Menurut Yandri, bantuan atau donasi seharusnya tidak bisa membungkam ormas Islam di Indonesia untuk menyuarakan perlawanan terhadap dugaan persekusi yang diterima etnis minoritas Muslim Uighur di Xinjiang.
"Kalau persoalan tragedi kemanusian seharusnya tidak ada toleransi, dimanapun dan kapan pun harus kita lawan. Jangan sampai gara-gara ada bantuan akhirnya tidak sanggup lagi untuk bersuara," ucapnya. [cnnindonesia]
Sumber: