OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 29 Desember 2019

Tersangka Air Keras Ditangkap, Tito Menyesal Keluar dari Polri

Tersangka Air Keras Ditangkap, Tito Menyesal Keluar dari Polri



Tersangka Air Keras Ditangkap, Tito Menyesal Keluar dari Polri

Sangat mungkin Tito Karnavian sekarang menyesal meninggalkan Polri. Meskipun dia diangkat menjadi Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Sebab, setelah dia pergi, Bareskrim akhirnya bisa menangkap dua tersangka perlaku penyiraman air keras penyidik KPK, Novel Baswedan.

Mengapa Tito menyesal keluar dari Polri?

Pertama, penangkapan yang dilakukan pada 26 Desember 2019 itu merupakan prestasi penting Jenderal Idham Aziz, Kapolri yang baru. Selama dua tahun ini Tito gagal mencari pelaku penyiraman. Tentunya penangkapan ini membuat Tito malu. Itu pun kalau dia masih punya.

Kedua, Tito menyesal menjadi Mendagri karena boleh jadi Jokowi mengangkat dia sebagai cara halus untuk mempercepat penangkapan itu. Barangkali saja Jokowi melihat Tito selama ini “malas” mencari pelaku air keras itu. Diangkatlah sebagai Mendagri. Tito tentu merasa tersanjung. Padahal, Jokowi ingin membebaskan Polri dari “malas”-nya Tito mengejar pelaku.

Ketiga, dan ini yang paling penting, Tito menyesal pergi dari Polri karena boleh jadi pengembangan dari penangkapan kedua tersangka itu bisa meluas ke mana-mana. Apalagi kedua tersangka itu adalah anggota Polri aktif. Tak tertutup kemungkinan mereka akan “buka mulut” lebar-lebar. Kalau nyanyian mereka komplit, bisa-bisa kasus dugaan korupsi oleh seorang pejabat tinggi dalam kaitan dengan “Buku Merah”, akan ikut juga terungkap.

Itulah tiga dasar penyesalan Pak Tito melepaskan jabatan Kapolri.

Tito kelihatannya dijebak dengan umpan jabatan Mendagri. Tito tak lagi punya “real power” di Polri meskipun masih banyak loyalisnya di sana. Kalau “ada apa-apa” dengan penyelidikan kasus Novel yang dikembangkan dari kedua tersangka anggota Polri itu, Pak Tito tidak lagi menjadi faktor. Setelah pensiun dari Kepolisian, Tito menjadi “lame duck”. Teoritis, tak berdaya. Jokowi tinggal mengatakan, “Siapa pun juga harus mengikuti proses hukum”. Setelah itu, penyidikan air keras bisa berkembang pesat. Bisa saja membuka tabir figur kuat di balik air keras Novel.

Smart scenario! Salut kepada Pak Jokowi. Tepatnya, salut kepada “script-writer” beliau. Cerdas dalam cara menggiring Tito keluar dari Polri. Yang kemudian memuluskan langkah untuk menuntaskan kasus Novel.

Tapi, akankah semua berjalan seperti yang diinginkan? Tunggu dulu. Belum tentu skenario yang disusun bisa ‘applicable’ (terjabarkan) semuanya! Sebab, drama air keras Novel itu mirip dengan pembuatan film kolosal. Banyak aktor besar yang ikut berlakon. Lain lagi aktor-aktor menengah dan kecil yang akan membuat bingung sutradara.

Tidak bisa dipastikan apakah kedua tersangka itu akan membeberkan siapa-siapa yang merencanakan air keras Novel. Tidak ada jaminan akan terungkap nama-nama besar sebagaimana, mungkin, diharapkan oleh Jokowi dan Novel Baswedan.

Novel sendiri mengatakan, dia melihat banyak keanehan dalam penangkapan kedua tersangka. Misalnya, tersangka mengarahkan tindakan penyiraman air keras itu sebagai pelampiasan dendam pribadi. Bukan karena bagian dari operasi yang ditujukan untuk mengganggu atau mencegah penyelidikan kasus korupsi yang ditangani oleh Novel.

Jadi, akan banyak ‘ranjau’ di sepanjang jalan penyidikan. Anda bisa saja jumpa banyak tanda ‘no visitors’ di ruas-ruas tertentu. Yaitu, ruas-ruas yang tak boleh dimasuki oleh siapa pun. Di Indonesia, pemandangan seperti ini masih lumrah. Tidak semua pohon bisa ditebang dengan gergaji hukum. Masih banyak ‘the untouchable’ (tak bisa disentuh) yang mengendalikan proses hukum itu.

Pak Jokowi boleh-boleh saja punya “script-writer” yang cemerlang. Tapi, penulisan naskah dan pengambilan gambar (shooting) adalah dua hal yang berbeda. Shooting bisa berlangsung tanpa sepenuhnya mengikuti naskah. Sering terjadi “ad-libbing” (spontanitas). Di sinilah nanti banyak celah untuk “membajak” proses hukum air keras.

Sangat mungkin “ketua” tim penyiram air keras bermain di belakang layar. Sehingga, penyidikan kedua tersangka menjadi terarah sesuai keinginan “ketua”. Tampaknya, inilah yang akan terjadi.

Karena itu, janganlah Anda senang dulu dengan langkah Jokowi membebaskan Polri dari “kemalasan” mereka memburu pelaku air keras Novel. Sebaliknya, jangan pula pesimis bahwa penangkapan kedua tersangka itu hanya basa-basi saja. Tapi, Anda layak percaya “ketua” tim penyiram besar kemungkinan akan lolos.

By Asyari Usman

*Sumber: fb penulis