OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Sabtu, 11 Januari 2020

Pengamat: Kalau Omnibus Law Berlaku, Tidak Ada Pengangkatan

Pengamat: Kalau Omnibus Law Berlaku, Tidak Ada Pengangkatan


10Berita,Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal membeberkan beberapa dampak pemberlakuan omnibus law. Salah satunya ialah tidak adanya kepastian kerja dan pengangkatan karyawan tetap (PKWTT). Hal itu dikarenakan adanya istilah fleksibilitas pasar kerja di dalam pasal omnibus law.

"Kita menafsirkan, istilah fleksibilitas pasar kerja adalah tidak adanya kepastian kerja dan pengangkatan karyawan tetap (PKWTT)," ujarnya kepada Gatra.com, Selasa (31/12).

Lebih lanjut Said menjelaskan, adanya aturan baru tersebut, karyawan outsourcing akan semakin banyak. Ke depannya, mereka akan dibebaskan untuk bekerja di semua lini produksi.

Tidak seperti aturan saat ini, yang tercantum di dalam UU Nomor 13 Tahun 2003. Dalam aturan tersebut, karyawan outsourcing hanya dibatasi pada lima jenis pekerjaan saja.

"Jika di UU 13/2003 outsourcing hanya dibatasi pada lima jenis pekerjaan. Nampaknya ke depan semua jenis pekerjaan bisa di-outsourcing-kan. Jika ini terjadi, masa depan buruh tidak jelas. Sudahlah hubungan kerjanya fleksibel yang artinya sangat mudah di PHK. Tidak ada lagi upah minimum dan pesangon dihapuskan," imbuh Said.

Selain itu, menurut Said, posisi buruh juga semakin tidak aman. Karena lapangan pekerjaan yang ada berpotensi diisi oleh Tenaga Kerja Asing (TKA), meskipun dia tidak memiliki kemampuan yang memadai.

Dalam peraturan yang ada saat ini, penggunaan TKA harus memenuhi beberapa persyaratan. Antara lain, TKA hanya boleh untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tertentu. TKA yang tidak memiliki keterampilan khusus (unskill workers) tidak diperbolehkan bekerja di Indonesia. Jenis pekerjaannya pun adalah pekerjaan tertentu yang membutuhkan keahlian khusus yang belum banyak dimiliki pekerja lokal, seperti akuntansi internasinoal, maintenance untuk mesin teknologi tinggi, dan ahli hukum internasional.


Selain itu, waktu kerja TKA juga dibatasi, misalnya setelah 3-5 tahun, dia harus kembali ke negaranya. Hal yang lain, setiap TKA harus didampingi oleh pekerja lokal. Tujuannya adalah, supaya terjadi transfer of job, dan transfer of knowledge. Pada satu saat nanti pekerja Indonesia bisa mengerjakan pekerjaan si TKA tadi.

"Sayangnya, dalam omnibus law ada wacana, semua persyaratan tadi dihapus. Sehingga TKA bisa bebas sebebas-bebasnya bekerja di Indonesia. Hal ini, tentu saja akan mengancam ketersediaan lapangan kerja untuk orang Indonesia. Pekerjaan yang mustinya bisa ditempati oleh orang lokal diisi oleh TKA," ujar Said.

Sumber: Gatra