OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 10 Januari 2020

Tidak Ada Jalan Melengserkan Anies

Tidak Ada Jalan Melengserkan Anies


10Berita,Jakarta
 dari tempo dulu memang sudah banjir, yang jadi masalah bukan soal banjirnya.

 Tapi yang jadi masalah adalah mereka yang klaim pahlawan saat kampanye akan mampu selesaikan masalah banjir.

 Bahkan sampai berlebihan menjadikan banjir Jakarta sebagai alat dagang menuju kursi Presiden.

 Saya sebagai warga DKI sangat rasional dalam menilai kinerja Gubernur Jakarta, karena ini memang ibukota negara, gak sama dengan provinsi lain.

 Tidak mungkin kita menuntut sesuatu yang diluar batas kemampuan manusia biasa, Jakarta memang special province.

 Yang jadi masalah justru yang mengaku mempu menyelesaikan soal banjir Jakarta dan gagah berjanji setinggi langit, padahal realisasinya nol besar bahkan saat sudah jadi presiden.

 Warga Jakarta memaklumi sesuatu yang diluar batas kemampuan seorang gubernur, warga DKI mayoritas kelas menengah dan atas, cerdas soal menganalisa masalah.

 Yang jadi masalah justru tokoh yang selalu tampil menggoda di awal kampanye pilkada dengan janji muluk muluk berasa super hero, tapi tatkala kursi itu didapat justru gak becus kerjanya.

 Anies dipilih mayoritas warga Jakarta, Anies terpilih secara konstitusional dan meyakinkan, mengalahkan Ahok dengan selisih suara hampir 1 juta suara.

 Anies memiliki legitimasi yang kuat didepan rakyat, ditambah lagi, Anies gak pernah janji muluk muluk soal Jakarta seperti janji gubernur jakarta sebelumnya Ahok dan Jokowi.

 Anies paham, Jakarta gak bisa diselesaikan dengan satu tangan tapi harus turun tangan bersama sama. Beda dengan gaya gubernur DKI sebelum Anies yang selalu tampil bak pahlawan tapi akhirnya suka cari kambing hitam saat ada masalah.

 Petisi melengserkan Anies adalah sikap sembrono dan kekanak kanakan dari beberapa pihak yang galau mencari celah aib Anies.

 Padahal petisi ini tidak memiliki dasar hukum dan bahkan terlihat emosional minim nalar sehat disana.

 Sistem Tatanegara kita tidak mengatur soal pencopotan seorang gubernur hanya karena masalah banjir. Kecuali Anies terlibat kasus pidana berat, korupsi, asusila dst.

 Justru Gubernur DKI sebelum Anies yang lebih layak dicopot saat itu karena tersandung kasus korupsi rumah sakit sumber waras (Ahok) dan kasus korupsi transjakarta (Jokowi). Lalu kenapa petisinya justru ditujukan ke Anies? Ini salah alamat dan tidak sehat.

 Mereka yang melihat masalah Jakarta dengan kacamata ilmu dan pemahaman konstitusi, tidak akan punya sikap standar ganda kepada Anies. Kecuali mereka memakai kacamata kebencian, kedengkian, dan hasad hasud maksimal.

 Indonesia adalah negara besar, bangsa yang seharusnya beradab, bukan bangsa bar bar dan asal bunyi, bangsa ini susah majunya kalau sikap emosional mendahului akal sehat, hasilnya destruktif.

 Yang vokal mengkritik Anies seharusnya harus lebih vokal mengkritik presiden, karena presiden adalah mantan gubernur Jakarta dan adalah pemangku kebijakan tertinggi soal soal luar biasa yang tidak mampu diselesaikan oleh seorang gubernur. Kenapa justru kita suka memakai urat saraf? Sejak kapan masalah selesai dengan gaya kekanak kanakan begini?

 Masalah bangsa baru akan selesai kalau pemimpin kita sinkron perbuatan dan orasinya, bukan bertolak belakang semua realita dan pidatonya di istana.

 Anies terpilih secara demokratis, yang KPU DKI nya tidak tertangkap tangan oleh KPK. Justru yang legitimasinya rendah adalah pemimpin yang terpilih oleh hasil dari panitia pemilihan yang terlibat suap dan korupsi.

 Mari dewasa dalam bernegara, karena negara ini bukan milik kita dan golongan kita semata. Negara ini akan kita wariskan kepada anak cucu kita.

 Pemimpin akan berganti, tokoh akan mati, orang secara personal akan gonta ganti naik panggung nasional memimpin negeri ini.

 Tapi narasi sehat kita dalam bernegara harus tetap dijaga, karena narasi sehat kita lah yang abadi dan kekal, karena hanya narasi besar kita lah yang akan menjamin kemajuan bangsa kedepan. Itu yang utama.

 Gelorakan Semangat Indonesia.

By Tengku Zulkifli Usman

 (Sumber: fb penulis)