Ditolak Buruh, Apa Itu Aturan Omnibus Law? Simak Penjelasannya Berikut
Massa buruh berdemonstrasi di sekitar Gedung DPR, Jakarta, Rabu (2/10/2019). - Kompas.com/CYNTHIA LOVA
10Berita - Istilah omnibus law pertama kali disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato pertamanya setelah dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia 2019-2024 pada 20 Oktober 2019 lalu.
Jokowi menyebut omnibus law ini bakal menyederhanakan kendala regulasi yang dianggap berbelit dan panjang.
Berdasarkan Kamus Hukum Merriam-Webster, istilah omnibus law berasal dari omnibus bill, yakni Undang-Undang yang mencakup berbagai isu atau topik.
Kata "omnibus" berasal dari bahasa Latin yang berarti "segalanya".
Berdasarkan konsep itu, omnibus law ini bisa merevisi banyak aturan sekaligus.
Konsep omnibus law ini sudah diterapkan di sejumlah negara sejak lama.
Amerika Serikat (AS) misalnya, sudah menggunakan omnibus law sejak 1840.
Di Indonesia, UU dengan konsep omnibus law ini baru pertama kali dilakukan.
Setidaknya, ada dua UU dengan konsep omnibus law yang akan digarap, yakni UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Perpajakan.
Persetujuan DPR
Sama dengan UU lainnya, penerbitan UU ini harus dibahas dan disetujui bersama-sama dengan DPR.
Presiden Jokowi pun sudah mengumpulkan para elite partai politik koalisi pendukung pemerintah untuk menggolkan misi besar ini.
Pertemuan digelar tertutup di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (14/1/2020) lalu.
Selain ketua umum dan sekjen parpol, hadir pimpinan DPR dan pimpinan fraksi yang berasal dari parpol pendukung pemerintah.
Jokowi berharap, pembahasan dua RUU Omnibus Law ini bisa rampung dalam 100 hari kerja setelah drafnya diajukan pemerintah pada bulan Januari ini.
"Sudah saya sampaikan pada DPR, mohon agar ini diselesaikan maksimal 100 hari. Saya akan angkat jempol, dua jempol kalau DPR bisa selesaikan ini dalam 100 hari," kata Jokowi saat menghadiri Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan di Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad optimistis DPR bisa menyelesaikan pembahasan dua Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Fasilitas Perpajakan dalam waktu 100 hari.
Menurut Dasco, sepanjang pemerintah dan DPR aktif membahasnya, omnibus law dapat rampung sesuai target.
"Saya pikir apa yang disampaikan presiden (target 100 hari rampung omnibus law) bukan hal mustahil," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (17/1/2020).
Jika menengok kekuatan parpol pendukung pemerintah yang mayoritas di DPR, menggolkan dua UU Omnibus Law ini bukan perkara sulit.
Kendati demikian, suara penolakan di luar parlemen lantang disuarakan oleh para buruh.
Penolakan buruh
Organisasi buruh menentang UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja karena dianggap justru akan merugikan para pekerja.
Pada Senin (20/1/2020) hari ini, buruh menggelar aksi besar-besaran di depan Gedung DPR untuk menyatakan penolakan pada UU sapu jagat tersebut.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Saiq Iqbal setidaknya mencatat ada enam alasan penolakan dari serikat buruh terkait dengan RUU Omnibus Law.
Pertama, dampak terburuk yang secara langsung dirasakan buruh adalah hilangnya upah minimum.
Hal ini, terlihat, dari keinginan pemerintah yang hendak menerapkan sistem upah per jam.
Dengan kata lain, pekerja yang bekerja kurang dari 40 jam seminggu, maka upahnya otomatis akan di bawah upah minimum.
Kedua, aturan mengenai pesangon dalam UU 13/2003 justru akan dihilangkan dan digantikan dengan istilah baru, yakni tunjangan PHK yang hanya 6 bulan upah.
Padahal sebelumnya, buruh berhak mendapatkan hingga 38 bulan upah.
Ketiga, buruh menolak istilah fleksibilitas pasar kerja.
Iqbal menilai, istilah ini dapat diartikan tidak adanya kepastian kerja dan pengangkatan karyawan tetap (PKWTT).
Keempat, omnibus law ini juga dikhawatirkan menghapus berbagai persyaratan ketat bagi tenaga kerja asing.
Kelima, jaminan sosial yang berpotensi hilang diakibatkan karena sistem kerja yang fleksibel.
Keenam, buruh juga menolak adanya wacana penghapusan sanksi bagi pengusaha yang tak memberikan hak-hak buruh.
Tanggapan pemerintah
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, penolakan serikat buruh terjadi karena ada informasi yang tak sampai sepenuhnya di mereka.
Kelompok buruh pun akhirnya memiliki persepsi yang berbeda mengenai isi Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Salah satu perbedaan persepsi tersebut terkait upah minimum. Muncul informasi bahwa upah minimum berlaku untuk semua buruh.
Padahal, formulasi upah minimum itu hanya untuk pekerja baru yang bekerja kurang dari satu tahun.
"Jadi yang diatur adalah untuk entry level tenaga kerja," kata Airlangga seusai rapat terbatas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (15/1/2020).
Airlangga pun mengaku sudah bertemu dengan serikat buruh untuk membahas Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Ia juga mengatakan bahwa buruh telah menerima aturan yang ada di Omnibus Law tersebut.
Airlangga mengatakan, dialog itu dilakukan dengan 7 konfederasi dan 28 serikat buruh hingga 4-5 kali pertemuan.
Dia menyebut, hampir semua kelompok pekerja yang diajak bicara telah menyambut baik rencana pemerintah ini.
"Pada prinsipnya hampir seluruh konfederasi menerima omnibus law ini dan mereka menghendaki agar dilibatkan sebagai mitra dialog," ujar Airlangga.
Namun, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea membantah pernyataan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto terkait ucapan yang menyebut buruh telah setuju dengan aturan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
“Saya terkejut dengan pernyataan tersebut. Sekarang saya mau tanya, konfederasi buruh mana yang sudah setuju?" ujar Andi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/1/2020).
Andi menyarankan sebaiknya pemerintah berkomunikasi dengan buruh sebelum merumuskan aturan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Namun, menurut dia, buruh malah tidak dilibatkan dalam penyusunan Omnimbus Law tersebut.
Sumber: Kompas.com
Massa buruh berdemonstrasi di sekitar Gedung DPR, Jakarta, Rabu (2/10/2019). - Kompas.com/CYNTHIA LOVA
10Berita - Istilah omnibus law pertama kali disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato pertamanya setelah dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia 2019-2024 pada 20 Oktober 2019 lalu.
Jokowi menyebut omnibus law ini bakal menyederhanakan kendala regulasi yang dianggap berbelit dan panjang.
Berdasarkan Kamus Hukum Merriam-Webster, istilah omnibus law berasal dari omnibus bill, yakni Undang-Undang yang mencakup berbagai isu atau topik.
Kata "omnibus" berasal dari bahasa Latin yang berarti "segalanya".
Berdasarkan konsep itu, omnibus law ini bisa merevisi banyak aturan sekaligus.
Konsep omnibus law ini sudah diterapkan di sejumlah negara sejak lama.
Amerika Serikat (AS) misalnya, sudah menggunakan omnibus law sejak 1840.
Di Indonesia, UU dengan konsep omnibus law ini baru pertama kali dilakukan.
Setidaknya, ada dua UU dengan konsep omnibus law yang akan digarap, yakni UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Perpajakan.
Persetujuan DPR
Sama dengan UU lainnya, penerbitan UU ini harus dibahas dan disetujui bersama-sama dengan DPR.
Presiden Jokowi pun sudah mengumpulkan para elite partai politik koalisi pendukung pemerintah untuk menggolkan misi besar ini.
Pertemuan digelar tertutup di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (14/1/2020) lalu.
Selain ketua umum dan sekjen parpol, hadir pimpinan DPR dan pimpinan fraksi yang berasal dari parpol pendukung pemerintah.
Jokowi berharap, pembahasan dua RUU Omnibus Law ini bisa rampung dalam 100 hari kerja setelah drafnya diajukan pemerintah pada bulan Januari ini.
"Sudah saya sampaikan pada DPR, mohon agar ini diselesaikan maksimal 100 hari. Saya akan angkat jempol, dua jempol kalau DPR bisa selesaikan ini dalam 100 hari," kata Jokowi saat menghadiri Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan di Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad optimistis DPR bisa menyelesaikan pembahasan dua Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Fasilitas Perpajakan dalam waktu 100 hari.
Menurut Dasco, sepanjang pemerintah dan DPR aktif membahasnya, omnibus law dapat rampung sesuai target.
"Saya pikir apa yang disampaikan presiden (target 100 hari rampung omnibus law) bukan hal mustahil," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (17/1/2020).
Jika menengok kekuatan parpol pendukung pemerintah yang mayoritas di DPR, menggolkan dua UU Omnibus Law ini bukan perkara sulit.
Kendati demikian, suara penolakan di luar parlemen lantang disuarakan oleh para buruh.
Penolakan buruh
Organisasi buruh menentang UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja karena dianggap justru akan merugikan para pekerja.
Pada Senin (20/1/2020) hari ini, buruh menggelar aksi besar-besaran di depan Gedung DPR untuk menyatakan penolakan pada UU sapu jagat tersebut.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Saiq Iqbal setidaknya mencatat ada enam alasan penolakan dari serikat buruh terkait dengan RUU Omnibus Law.
Pertama, dampak terburuk yang secara langsung dirasakan buruh adalah hilangnya upah minimum.
Hal ini, terlihat, dari keinginan pemerintah yang hendak menerapkan sistem upah per jam.
Dengan kata lain, pekerja yang bekerja kurang dari 40 jam seminggu, maka upahnya otomatis akan di bawah upah minimum.
Kedua, aturan mengenai pesangon dalam UU 13/2003 justru akan dihilangkan dan digantikan dengan istilah baru, yakni tunjangan PHK yang hanya 6 bulan upah.
Padahal sebelumnya, buruh berhak mendapatkan hingga 38 bulan upah.
Ketiga, buruh menolak istilah fleksibilitas pasar kerja.
Iqbal menilai, istilah ini dapat diartikan tidak adanya kepastian kerja dan pengangkatan karyawan tetap (PKWTT).
Keempat, omnibus law ini juga dikhawatirkan menghapus berbagai persyaratan ketat bagi tenaga kerja asing.
Kelima, jaminan sosial yang berpotensi hilang diakibatkan karena sistem kerja yang fleksibel.
Keenam, buruh juga menolak adanya wacana penghapusan sanksi bagi pengusaha yang tak memberikan hak-hak buruh.
Tanggapan pemerintah
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, penolakan serikat buruh terjadi karena ada informasi yang tak sampai sepenuhnya di mereka.
Kelompok buruh pun akhirnya memiliki persepsi yang berbeda mengenai isi Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Salah satu perbedaan persepsi tersebut terkait upah minimum. Muncul informasi bahwa upah minimum berlaku untuk semua buruh.
Padahal, formulasi upah minimum itu hanya untuk pekerja baru yang bekerja kurang dari satu tahun.
"Jadi yang diatur adalah untuk entry level tenaga kerja," kata Airlangga seusai rapat terbatas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (15/1/2020).
Airlangga pun mengaku sudah bertemu dengan serikat buruh untuk membahas Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Ia juga mengatakan bahwa buruh telah menerima aturan yang ada di Omnibus Law tersebut.
Airlangga mengatakan, dialog itu dilakukan dengan 7 konfederasi dan 28 serikat buruh hingga 4-5 kali pertemuan.
Dia menyebut, hampir semua kelompok pekerja yang diajak bicara telah menyambut baik rencana pemerintah ini.
"Pada prinsipnya hampir seluruh konfederasi menerima omnibus law ini dan mereka menghendaki agar dilibatkan sebagai mitra dialog," ujar Airlangga.
Namun, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea membantah pernyataan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto terkait ucapan yang menyebut buruh telah setuju dengan aturan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
“Saya terkejut dengan pernyataan tersebut. Sekarang saya mau tanya, konfederasi buruh mana yang sudah setuju?" ujar Andi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/1/2020).
Andi menyarankan sebaiknya pemerintah berkomunikasi dengan buruh sebelum merumuskan aturan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Namun, menurut dia, buruh malah tidak dilibatkan dalam penyusunan Omnimbus Law tersebut.
Sumber: Kompas.com