OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 02 Februari 2020

MUI: Pengrusakan Masjid Bisa Buka Mata Pemerintah Siapa yang Intoleran dan Radikal

MUI: Pengrusakan Masjid Bisa Buka Mata Pemerintah Siapa yang Intoleran dan Radikal




10Berita - Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat bicara terkait pengrusakan masjid di Perum Agape, Tumaluntung, Minahasa Utara.

Masjid dirusak massa gara-gara terganggu dengan suara bising toa. Pagar masjid dirobohkan, bagian dalam bangunan pun dihancurkan.

Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Anton Tabah mengatakan pengrusakan rumah ibadah umat Islam tersebut membuktikan siapa yang radikal dan intoleran di Indonesia.

Selama ini, kata dia, kelompok umat Islam selalu dicap radikal dan intoleran. Padahal, kelompok tersebut tidak pernah rumah ibadah agama lain.

“Dari kasus banyaknya rumah ibadah umat Islam dirusak bisa membuka mata pemerintah siapa yang intoleran dan radikal,” kata Anton melalui keterangan tertulisnya, Kamis (30/1/2020).

Anton mengatakan, menyelesaikan perselisihan rumah ibadah di berbagai daerah memang sering menemukan masalah komunikasi antarumat beragama.

Anton mengatakan, harus dibangun komunikasi yang lebih komunikatif dengan mengendepankan pendekatan sosial yang beradab.

Menurut Anton, Surat Keputusan Bersama (SKB) Mentri yang mengatur pendirian rumah ibadah dengan tanda tangan minimal 60 orang warga sekitar, tidak boleh kaku.

Jika memang di sekitar tempat tersebut belum ada rumah ibadah, padahal sangat dibutuhkan oleh warga setempat, maka boleh dibangun rumah ibadah asalkan ada tanda tangan warga setempat.

Dikatakan Anton, penyelesaian kasus pengrusakan masjid di Perum Agape Minahasa Utara bisa difasilitasi tokoh-tokoh di Minahasa Utara dengan hasil yang terukur, seperti yang penanganan kasus pembakaran Masjid di Tolikara Papua.

Kala itu, lanjut Anton, tokoh-tokoh umat Kristen setempat marah dan mengutuk keras pembakaran masjid di Tolikara Papua.

Para tokoh umat Kristian meminta pemda segera terbitkan izin pendirian masjid tersebut karena keberadaannya sangat diperlukan umat Islam.

“Akhirnya mereka mengganti rugi kerusakan dan akan bantu kelancaran pembangunan masjid. Alhamdulillah tidak sampai sebulan Tolikara sudah punya masjid lagi dan lebih bagus,” katanya.

Purnawiran Polri ini mengaku telah mendengar kasus perusakan mushala di Minahasa Utara.

Dia juga mendapat laporan dari tokoh-tokoh Minahasa bahwa mereka sepakat untuk mengganti rugi dan membantu kelancaran perbaikan tempat ibadah umat Islam yang dirusak.

“Terkait soal hukum terhadap pelaku perusakan diserahkan yang berwajib yang kini sudah beberapa pelaku yang ditangkap,” katanya.

Anton mengingatkan semua warga negara Indonesia tanpa kecuali tidak boleh mempersulit, apalagi menghalang-halangi ibadah umat lain. Sebab, kebebasan beribadah diatur konstitusi UUD 1945 dan Pancasila.

“Jangan hanya berteriak saya Pancasila tapi nihil dari sifat-sifat kelima sila tersebut,” tandas Anton. [pojoksatu]