Peneliti Singapura Sebut Matikan AC, Gunakan Kipas Angin dan Buka Jendela Bisa Halau Virus Corona
10Berita - Wabah virus corona Wuhan atau Novel Coronavirus (2019-nCov) belum mereda sama sekali.
Seperti diberitakan Pikiran-Rakyat.com, pada hari Selasa 11 Februari 2020 terdapat 1.016 korban tewas akibat virus ini.
Sedangkan, jumlah kasus yang tercatat secara resmi oleh Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok (NHC) mencapai 42.638 orang.
Peningkatan selama 24 jam terakhir mencapai 2.478 kasus. Meski sudah mulai ada penurunan, Organisasi Kesehatan Dunia, WHO mengingatkan bahwa kewaspadaan belum boleh diturunkan.
Mereka menyatakan bahwa penyebaran kasus di luar Tiongkok sebetulnya bisa menjadi percikan yang lebih besar daripada saat ini.
Hal itu dinyatakan setelah sejumlah pasien di Inggris ikut terinfeksi virus mematikan tersebut usai mengikuti pertemuan di Singapura.
Singapura sendiri menjadi salah satu negara dengan kasus yang paling tinggi di luar Tiongkok.
Sudah 45 orang yang terdeteksi mengidap penyakit pneumonia akibat serangan virus 2019-nCov.
Namun, pakar dari National University Singapore (NUS) sempat menyatakan bahwa Singapura ikut terjangkit virus ini disebabkan oleh tingginya pemakaian pendingin udara atau AC di dalam ruangan.
Dr. Jyoti Somani dan Profesor Paul Tambyah menuliskan bahwa sebetulnya suhu dinginlah yang cukup berpengaruh terhadap virus yang menyerang sistem pernapasan tersebut.
Keduanya menyimpulkan bahwa suhu yang menghangat pada bulan Mei di Tiongkok bisa meredakan wabah ini.
Hal tersebut senada dengan apa yang dikatakan oleh Kepala Peneliti Kesehatan dari Kementerian Kesehatan Singapura, Profesor Tan Chorh Chuan.
Tan menyebut bahwa orang-orang Singapura seharusnya mematikan penyejuk ruangan berupa AC dan membuka jendela mereka untuk menghindari penyakit pernapasan tersebut.
Hal ini dapat membantu orang untuk mengurangi risiko karena mendapatkan udara segar dari luar ruangan.
Kipas angin bisa digunakan sebagai pengganti AC jika merasakan hawa yang terlalu panas.
"Kemungkinan persistensi (ketahanan) virus di luar ruangan lebih rendah," ucap Profesor Tan dikutip Pikiran-Rakyat.com dari The Strait Times.
Iklim tropis dan cukup panas di Singapura sebenarnya tak berbeda jauh dengan Indonesia.
Namun, penggunaan AC di sana cukup intensif dan menjadi keseharian masyarakat Singapura yang cukup royal.
"Kebanyakan studi mengindikasikan bahwa mereka lemah di lingkungan yang panas dan lembab. Panas dan lembab maksudnya sekitar 30 derajat celcius dengan kelembaban 80 persen," imbuhnya.
Hal ini mungkin menjadi alasan Singapura sempat menjadi korban SARS dan virus corona Wuhan.
Associate Profesor Hsu Li Yang juga menambahkan bahwa kering dan dinginnya suhu oleh penyejuk ruangan lebih memudahkan virus untuk menyerang manusia.
"AC menjadi sesuatu yang membantu di Singapura, terutama saat musim panas. Namun, ruangan tertutup lebih kering dan dingin sehingga mudah menyebarkan penyakit pernapasan," ujarnya.
Tak hanya itu, WHO bahkan menganjurkan para dokter untuk merawat pasien terduga virus corona di ruangan yang tetap memiliki ventilasi yang baik.
Singapura kini memang sedang bersiaga dengan level oranye yang terhitung cukup tinggi bagi wilayah di luar Tiongkok.***
Sumber: Pikiran-rakyat
10Berita - Wabah virus corona Wuhan atau Novel Coronavirus (2019-nCov) belum mereda sama sekali.
Seperti diberitakan Pikiran-Rakyat.com, pada hari Selasa 11 Februari 2020 terdapat 1.016 korban tewas akibat virus ini.
Sedangkan, jumlah kasus yang tercatat secara resmi oleh Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok (NHC) mencapai 42.638 orang.
Peningkatan selama 24 jam terakhir mencapai 2.478 kasus. Meski sudah mulai ada penurunan, Organisasi Kesehatan Dunia, WHO mengingatkan bahwa kewaspadaan belum boleh diturunkan.
Mereka menyatakan bahwa penyebaran kasus di luar Tiongkok sebetulnya bisa menjadi percikan yang lebih besar daripada saat ini.
Hal itu dinyatakan setelah sejumlah pasien di Inggris ikut terinfeksi virus mematikan tersebut usai mengikuti pertemuan di Singapura.
Singapura sendiri menjadi salah satu negara dengan kasus yang paling tinggi di luar Tiongkok.
Sudah 45 orang yang terdeteksi mengidap penyakit pneumonia akibat serangan virus 2019-nCov.
Namun, pakar dari National University Singapore (NUS) sempat menyatakan bahwa Singapura ikut terjangkit virus ini disebabkan oleh tingginya pemakaian pendingin udara atau AC di dalam ruangan.
Dr. Jyoti Somani dan Profesor Paul Tambyah menuliskan bahwa sebetulnya suhu dinginlah yang cukup berpengaruh terhadap virus yang menyerang sistem pernapasan tersebut.
Keduanya menyimpulkan bahwa suhu yang menghangat pada bulan Mei di Tiongkok bisa meredakan wabah ini.
Hal tersebut senada dengan apa yang dikatakan oleh Kepala Peneliti Kesehatan dari Kementerian Kesehatan Singapura, Profesor Tan Chorh Chuan.
Tan menyebut bahwa orang-orang Singapura seharusnya mematikan penyejuk ruangan berupa AC dan membuka jendela mereka untuk menghindari penyakit pernapasan tersebut.
Hal ini dapat membantu orang untuk mengurangi risiko karena mendapatkan udara segar dari luar ruangan.
Kipas angin bisa digunakan sebagai pengganti AC jika merasakan hawa yang terlalu panas.
"Kemungkinan persistensi (ketahanan) virus di luar ruangan lebih rendah," ucap Profesor Tan dikutip Pikiran-Rakyat.com dari The Strait Times.
Iklim tropis dan cukup panas di Singapura sebenarnya tak berbeda jauh dengan Indonesia.
Namun, penggunaan AC di sana cukup intensif dan menjadi keseharian masyarakat Singapura yang cukup royal.
"Kebanyakan studi mengindikasikan bahwa mereka lemah di lingkungan yang panas dan lembab. Panas dan lembab maksudnya sekitar 30 derajat celcius dengan kelembaban 80 persen," imbuhnya.
Hal ini mungkin menjadi alasan Singapura sempat menjadi korban SARS dan virus corona Wuhan.
Associate Profesor Hsu Li Yang juga menambahkan bahwa kering dan dinginnya suhu oleh penyejuk ruangan lebih memudahkan virus untuk menyerang manusia.
"AC menjadi sesuatu yang membantu di Singapura, terutama saat musim panas. Namun, ruangan tertutup lebih kering dan dingin sehingga mudah menyebarkan penyakit pernapasan," ujarnya.
Tak hanya itu, WHO bahkan menganjurkan para dokter untuk merawat pasien terduga virus corona di ruangan yang tetap memiliki ventilasi yang baik.
Singapura kini memang sedang bersiaga dengan level oranye yang terhitung cukup tinggi bagi wilayah di luar Tiongkok.***
Sumber: Pikiran-rakyat