OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 10 Februari 2020

Sekilas Tentang Geopolitik Wuhan-Cina

Sekilas Tentang Geopolitik Wuhan-Cina


Oleh: Hendrajit (Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute)

10Berita - Mulanya saya lagi nyari tahu apakah pemerintah Tiongkok dalam kesejarahannya suka memindahkan ibukotanya. Dari sini tanpa sengaja saya jadi tahu bahwa kota Wuhan, yang sekarang lagi geger soal virus corona, ternyata punya nilai geopolitik yang cukup strategis.

 Ngomong-ngomong soal wacana pindah ibukota, pemerintah Tiongkok pun rupanya pernah memindahkan ibukotanya. Pada 10 Desember 1926, pemerintahan Kuomintang pimpinan Chiang Kai Shek memutuskan untuk memindahkan secara resmi ibukotanya ke Wuhan, di pedalaman. Ibukota sebelumnya adalah di Guangzhou.

 Sekadar informasi, Wuhan adalah sebuah kota di tepi sungai Yangtze di Tiongkok tengah. Kota di di provinsi Hubei ini dibentuk dari penggabungan tiga kota yang terkenal sejak meletusnya Revolusi Nasional Tiongkok di bawah pimpinan Dokter Sun Yat-sen. Yaitu Wuchang, Hanyang, dan Hankou. Di ketiga kota inilah titik awal revolusi nasionalisme Tiongkok dimulai, yang mengubah pemerintahan kekaisaran jadi republik.

 Bagaimana lokasi geografis Wuhan? Lokasinya strategis karena berada di tepi sungai besar yang memungkinkan trasnportasi logistik dan pasukan jadi mudah, dan dekat dengan lahan pertanian yang menjadi sumber bahan pangan di Hubei, Hunan, dan Sichuan.

 Bukan itu saja. Wuhan memiliki hubungan langsung dengan kota Beijing di utara lewat jalur kereta api Beijing-Hankao.

 Tapi rupanya Jendral Chiang Kai shek merasa tidak nyaman dengan Wuhan, karena Chiang Kai Shek rupanya mulai nyadar bahwa Wuhan merupakan basis kekuatan politik sayap kiri dari Kuomintang, sehingga Jenderal Chiang mulai merasa kehilangan kendali di Wuhan.

 Alhasil, Generalisimo Chiang mulai mewacanakan pemindahan ibukota dari Wuhan ke Nanchang yang berada di provinsi Jiangxi, yang berbatasan dengan sisi selatan provinsi Hubei. Namun kekuatan sayap kiri di Kuomintang secara serempak menentang wacana Chiang Kai Shek. Sehingga akhirnya Chiang menyerah, sehingga menunda keinginannya memindahkan ibukotanya ke Nanchang. Dan tetap mempertahankan Wuhan sebagai ibukota.

 Bahkan dalam salah pernyataannya setelah memutuskan untuk mempertahankan Wuhan jadi ibukota, Chiang secara mengejutkan berkata: "Wuhan adalah jantung dari wilayah Tiongkok. Sehingga pemerintahan pasti akan lebih berkembang di kota itu daripada di Nanchang."

 Namun secara diam-diam Chiang tetap menunggu momentum yang tepat agar bisa memindahkan ibukotanya dari Wuhan. Dan momentum itupun akhirnya tiba pada 18 April 1927, Chiang mengeluarkan dektrit pemindahan ibukota ke Nanking, di Cina Selatan.

 Sekilas tentang Nanking. Nanking adalah ibu kota provinsi Jiangsu di Republik Rakyat Tiongkok. Terletak di selatan Sungai Yangtze di 32°03' LU, 118°47' BT. Nanjing adalah kota kedua terpenting di Tiongkok. Nanjing dikenal sebagai "Ibu kota Ilmu, Sains, Kebudayaan, Kesenian dan Pariwisata".


Memang Wuhan hanya kurang lebih setahun jadi ibukota Tiongkok. Namun cerita singkat ini menggambarkan dengan jelas bahwa Wuhan, seperti halnya Xinjiang yang merupakan jantungnya Jalur Sutra Tiongkok, merupakan lokasi geografis Tiongkok yang punya nilai strategis dari segi geopolitik.

 Learning poin kedua, bahwa ternyata di balik gagasan pemindahan ibukota, rupanya didorong adanya rasa tidak aman dan tidak nyaman dari penguasa dari lingkungan sekitarnya. Sehingga memutuskan untuk pindah ibukota.[]


Sumber: KONTENISLAM.COM