Anies Baswedan Bahas Kemungkinan Lockdown dengan Kapolda-Pangdam, Kalau Sudah Final Akan Diumumkan
Kemungkinan Lockdown dibahas Gubernur Anies Baswedan dengan Kapolda dan Pangdam, Kalau Sudah Final Akan Diumumkan ke Publik
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan keterangan seusai bertemu Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sujana dan Pangdam Jaya Mayjen TNI Eko Margiyono, di Balai Kota DKI, Senin (23/3/2020). Ia mengakui salah satunya membahas kemungkinan lockdown - PPID DKI Jakarta
Gubernur DKI Jakarta Anies mengaku tengah membahas kemungkinan terjadinya Jakarta melakukan lockdown atau karantina kewilayahan akibat wabah virus corona (Covid-19).
Hal ini berkaca dari kebijakan kepala daerah di Indonesia yang mengeluarkan memutuskan lockdown demi menekan potensi penyebaran virus corona.
“Jadi itu (lockdown) termasuk yang sedang kami bahas. Nanti kalau sudah final, akan kami umumkan kepada publik,” kata Anies saat jumpa pers di Balai Kota DKI, Jalan Medan Merdeka Selatan, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat pada Sabtu (28/3/2020) petang.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat umumkan penundaan Formula E bulan Juni mendatang. Ia berjanji segera umumkan lockdown jika sudah siap (Wartakotalive.com/Fitriyandi Al Fajri)
Anies mengatakan hal itu usai menggelar rapat kerja dengan Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sujana dan Pangdam Jaya Mayjen TNI Eko Margiyono.
Dalam kesempatan itu, Anies enggan membeberkan paremeter rencana kemungkinan mengkarantina Jakarta.
Termasuk rencana pembatasan bagi masyarakat Jakarta yang ingin pulang ke kampung halamannya di tengah pandemi corona.
“Semua parameter ada, semuanya sedang dibahas. Tapi nanti finalnya, seperti yang Anda tahu, kami biasanya kalau sudah final baru diumumkan,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Anies kembali mengimbau kepada masyarakat untuk tetap tinggal di rumah. Jangan bepergian, kecuali untuk kegiatan yang sangat penting seperti membeli kebutuhan pokok dan kesehatan.
“Di luar itu, kami minta warga tetap tinggal di rumah sampai kasus corona mereda,” jelasnya. (faf)
Minta Dana Lockdown
Sebelumnya Komisi A DPRD DKI Jakarta meminta kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan supaya menyiapkan dana maksimal Rp 5 triliun untuk menghadapi situasi Jakarta lockdown (kekarantinaan wilayah) akibat wabah virus corona (Covid-19).
Dana yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) itu dapat digunakan untuk kebutuhan masyarakat bilamana lockdown disetujui pemerintah pusat selama dua pekan atau 14 hari.
Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono mengatakan, selama masa lockdown DKI harus bisa menjamin kebutuhan warganya.
Misalnya dengan mendistribusikan bahan pangan langsung ke setiap rumah seperti yang dilakukan Filipina, tapi warga wajib berdiam diri di rumah.
Bahan pangan itu diusulkan dibagikan gratis oleh pemerintah selama masa lockdown itu.
Dia mendorong agar Anies punya sikap tegas demi keselamatan warganya.
“Asupan energi sesuai standar Angka Kecukupan Gizi (AKG) dari Kementerian Kesehatan RI (bila mengambil patokan 2150 kkal). Dengan kata lain, warga mengeluarkan minimal Rp 33.000 per hari untuk makan,” kata Mujiyono saat dihubungi pada Sabtu (28/3/2020).
“Kalau semua warga Jakarta ditanggung selama 14 hari, hitungan saya hanya butuh Rp 5 triliun,” tambah politisi dari Partai Demokrat tersebut.
Mujiyono meyakini, stok pangan di Jakarta bisa mencukupi hingga menjelang Hari Raya Idul Fitri pada pekan terakhir di bulan Mei 2020.
“Saya lebih setuju pemberian bantuannya melalui pangan, bukan dengan uang tunai karena rawan disalahgunakan oleh pihak yang mengambil kesempatan dalam musibah,” ujar Mujiyono.
Diprediksi terus bertambah
Hingga Sabtu (28/3/2020) pukul 08.00, tercatat ada 603 orang yang terinfeksi virus corona. Sebanyak 346 dirawat dan 43 dinyatakan sembuh.
Lalu yang meninggal dunia ada 62 orang dan isolasi mandiri ada 134 orang.
Angka ini diprediksi bakal terus bertambah bila masyarakat tidak menerapkan social distancing (pembatasan interaksi) seperti yang diimbau Pemprov DKI.
Adapun pembatasan interaksi dilakukan untuk menekan potensi penularan virus corona yang merebak di tengah masyarakat.
Zona merah tak hanya di Jakarta
Sejauh ini, wabah virus corona atau Covid-19 makin masif, bahkan bukan hanya di Jakarta dan Jabodetabek saja yang menjadi zona merah; tetapi sudah merangsek ke 27 provinsi di Indonesia.
Artinya, persebaran Covid-19 sudah melingkupi skala nasional.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Indonesia (YLKI) Tulus Abadi.
Oleh karena itu, menurutnya lockdown atau penutupan negara total harus segera dilakukan Pemerintah.
Sebab, tercatat data pasien pasitif Covid-19 hingga Jumat (27/3/2020)cmencapai 1.046 orang dengan korban meninggal sebanyak 87 orang dan sembuh sebanyak 46 orang.
"Jumlah pasien positif diduga kuat jauh lebih banyak, potensi angka dark number (perkiraan terburuk) yang sangat tinggi," ungkap Tulus Abadi dalam siaran tertulis pada Sabtu (28/3/2020).
Wlaua begitu, upaya pengendalian yang dilakukan pemerintah sejatinya sudah benar, seperti bekerja di rumah, tetap tinggal di rumah, jaga jarak, jaga kesehatan, sering cuci tangan dan lainnya.
Namun faktanya kepatuhan masyarakat terhadap himbauan ini masih lemah.
Akibatnya persebaran Covid-19 makin eskalatif.
Apalagi kini makin banyak warga kota, khususnya Jabodetabek, yang migrasi alias pulang kampung, dengan alasan di kota sudah tidak ada pekerjaan atau tidak ada penghasilan.
Banyaknya migrasi ke kampung halaman berpotensi besar untuk menyebarluaskan virus di daerahnya.
Lockdown daerah
Merespon fenomena ini, banyak daerah memberlakukan Orang Dalam pengawasan (ODP) bagi pemudik, dan diisolasi selama 14 hari.
Bahkan beberapa kota, seperti Kota Tegal, bahkan Papua, melakukan lockdown untuk daerahnya.
"Ini langkah antisipatif yang sangat bagus untuk memutus mata rantai persebaran, agar tak mengokupasi daerahnya," ungkap Tulus Abadi.
Oleh karena itu, lanjutnya, hal yang sangat mendeak adalah pemerintah pusat membebaskan setiap pimpinan daerah untuk melakukan karantina wilayah atau lockdown.
Apalagi bagi wilayah DKI Jakarta dan Bodetabek, karantina wilayah menurutnya suatu keharusan.
Mengingat Jakarta dan Bodetabek adalah zona merah, terutama DKI Jakarta.
"Pemerintah Pusat seharusnya membebaskan dan bahkan mendorong agar Jabodetabek segera dikarantina," ungkap Tulus Abadi.
"Jika tidak dikarantina, sebatas himbauan, bukan hanya warga Jakarta dan sekitarnya yang makin banyak terinfeksi, tetapi akan menyebar seluruh Indonesia. Mengingat akan makin banyak warga Jakarta bermigrasi ke daerah, untuk mudik," tambahnya.
Jika tak dilakukan karantina wilayah atau lockdown maka yang sangat dikhawatirkan adalah penyebaran virus corona semakin meluas, bukan hanya di Jakarta tapi seluruh Indonesia.
"Mengingat Jakarta dan Bodetabek adalah epicentrum nasional. Tak cukup hanya himbauan tapi perlu kebijakan yang tegas, dan bahkan perlu sanksi," jelasnya.
Melonjaknya jumlah korban virus corona menyebabkan sistem kesehatan nasional akan semakin lemah, karena tak mampu menampung lonjakan pasien.
Apalagi sudah banyak tenaga medis bertumbangan karena terinfeksi Covid-19, tercatat ada sebanyak tujuh orang dokter wafat hingga Sabtu (28/3/2020).
Berdampak Pelayanan Buruk
Pertimbangan lainnya dipaparkannya banyak kasus pasien virus corona meninggal dunia di tengah jalan, bahkan saat di ambulance.
Penyebabnya karena pasien ditolak rumah sakit dikarenakan rumah sakit rujukan tak mampu lagi menampung pasien virus corona.
Bahkan efeknya banyak pasien dan calon pasien non virus corona yang terbengkalai dan akhirnya meninggal dunia, karena tenaga medis di rumah sakit energinya terkuras untuk menangani pasien virus corona
Bersamaan dengan problematika tersebut, tenaga medis semakin tersudutkan ketika dihadapkan minimnya ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD).
Padahal APD sangat penting bagi tenaga medis dalam merawat pasien virus corona.
Sebab, lanjutnya, apabila tenaga medis tertular karena tidak dilengkapi dengan APD, maka tenaga medis dapat beresiko menularkan virus corona ke pasien lain, menularkan ke keluarganya, dan tidak bisa menolong pasien.
"Dan akhirnya korban pasien Covid-19 makin tak terbendung, makin eskalatif," ungkapnya.
Berdampak Buruk Terhadap EKonomi
Karantina wilayah (lockdown) diungkapkan Tulus Abadi memang pilihan sulit.
Tetapi jika tak dilakukan lockdown, dampak ekonominya pun jauh akan lebih pahit.
Jika pemerintah kesulitan dana untuk melakukan karantina wilayah, maka pemerintah bisa merealokasikan dana pembangunan infrastruktur.
"Stop dulu pembangunan infrastruktur pada 2020 ini. Bahkan wacana untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru pun layak distop dulu, dan dananya bisa digunakan untuk pengendalian Covid-19," ungkapnya.
Jika karantina wilayah dilakukan, negara harus menjamin keberlangsungan ekonomi kelompok rentan.
Mulai dari memberikan kompensasi baik secara langsung seperti subsidi (jaring pengaman sosial), dan atau menurunkan/ menghapuskan beberapa tarif pelayanan publik, seperti listrik, PDAM dan lainnya.
Selain itu, cicilan pada perbankan atau lembaga keuangan lainnya pun diungkapkannya perlu ditangguhkan.
Peran Serta Masyarakat
Terlepas dari anjurannya tersebut, karantina wilayah memang bukan instrumen tunggal untuk menghentikan persebaran wabah Covid-19.
Masih diperlukan kepatuhan yang tinggi dari masyarakat.
Untuk mendorong kepatuhan ini, maka perlu upaya ketegasan dari aparat penegak hukum.
Guna mengefektifkan kebijakan ini, selain mengefektifkan APH, tak kalah pentingnya adalah melibatkan kalangan masyarakat sipil baik ormas keagamaan, LSM, tokoh masyarakat, bahkan tokoh generasi milenial.
Mengingat generasi milenial inilah yang faktanya susah diatur untuk tetap tinggal di rumah dan jaga jarak.
Dan akibatnya kelompok ini menjadi media penularan yang efektif untuk keluarga dan kelompok masyarakat.
Masyarakat perlu kebijakan yang tegas dari pemerintah dalam pengendalian virus corona.
"Harus diingat, sudah dua mingguan masyarakat ter-lockdown, tidak bisa bekerja, dan akibatnya income nihil," ungkap Tulus Abadi.
"Akan berapa minggu lagi masyarakat harus disandera seperti ini? Apalagi sejengkal lagi memasuki bulan Ramadhan, dan Idul Fitri," tambahnya.
"Masyarakat sudah merindukan berpuasa Ramadhan dan Idul Fitri tanpa gangguan Covid-19. Segera wujudkan karantina wilayah untuk menghentikan persebaran Covid-19!," tuturnya.
Sumber: Wartakota
Kemungkinan Lockdown dibahas Gubernur Anies Baswedan dengan Kapolda dan Pangdam, Kalau Sudah Final Akan Diumumkan ke Publik
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan keterangan seusai bertemu Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sujana dan Pangdam Jaya Mayjen TNI Eko Margiyono, di Balai Kota DKI, Senin (23/3/2020). Ia mengakui salah satunya membahas kemungkinan lockdown - PPID DKI Jakarta
Gubernur DKI Jakarta Anies mengaku tengah membahas kemungkinan terjadinya Jakarta melakukan lockdown atau karantina kewilayahan akibat wabah virus corona (Covid-19).
Hal ini berkaca dari kebijakan kepala daerah di Indonesia yang mengeluarkan memutuskan lockdown demi menekan potensi penyebaran virus corona.
“Jadi itu (lockdown) termasuk yang sedang kami bahas. Nanti kalau sudah final, akan kami umumkan kepada publik,” kata Anies saat jumpa pers di Balai Kota DKI, Jalan Medan Merdeka Selatan, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat pada Sabtu (28/3/2020) petang.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat umumkan penundaan Formula E bulan Juni mendatang. Ia berjanji segera umumkan lockdown jika sudah siap (Wartakotalive.com/Fitriyandi Al Fajri)
Anies mengatakan hal itu usai menggelar rapat kerja dengan Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sujana dan Pangdam Jaya Mayjen TNI Eko Margiyono.
Dalam kesempatan itu, Anies enggan membeberkan paremeter rencana kemungkinan mengkarantina Jakarta.
Termasuk rencana pembatasan bagi masyarakat Jakarta yang ingin pulang ke kampung halamannya di tengah pandemi corona.
“Semua parameter ada, semuanya sedang dibahas. Tapi nanti finalnya, seperti yang Anda tahu, kami biasanya kalau sudah final baru diumumkan,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Anies kembali mengimbau kepada masyarakat untuk tetap tinggal di rumah. Jangan bepergian, kecuali untuk kegiatan yang sangat penting seperti membeli kebutuhan pokok dan kesehatan.
“Di luar itu, kami minta warga tetap tinggal di rumah sampai kasus corona mereda,” jelasnya. (faf)
Minta Dana Lockdown
Sebelumnya Komisi A DPRD DKI Jakarta meminta kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan supaya menyiapkan dana maksimal Rp 5 triliun untuk menghadapi situasi Jakarta lockdown (kekarantinaan wilayah) akibat wabah virus corona (Covid-19).
Dana yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) itu dapat digunakan untuk kebutuhan masyarakat bilamana lockdown disetujui pemerintah pusat selama dua pekan atau 14 hari.
Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono mengatakan, selama masa lockdown DKI harus bisa menjamin kebutuhan warganya.
Misalnya dengan mendistribusikan bahan pangan langsung ke setiap rumah seperti yang dilakukan Filipina, tapi warga wajib berdiam diri di rumah.
Bahan pangan itu diusulkan dibagikan gratis oleh pemerintah selama masa lockdown itu.
Dia mendorong agar Anies punya sikap tegas demi keselamatan warganya.
“Asupan energi sesuai standar Angka Kecukupan Gizi (AKG) dari Kementerian Kesehatan RI (bila mengambil patokan 2150 kkal). Dengan kata lain, warga mengeluarkan minimal Rp 33.000 per hari untuk makan,” kata Mujiyono saat dihubungi pada Sabtu (28/3/2020).
“Kalau semua warga Jakarta ditanggung selama 14 hari, hitungan saya hanya butuh Rp 5 triliun,” tambah politisi dari Partai Demokrat tersebut.
Mujiyono meyakini, stok pangan di Jakarta bisa mencukupi hingga menjelang Hari Raya Idul Fitri pada pekan terakhir di bulan Mei 2020.
“Saya lebih setuju pemberian bantuannya melalui pangan, bukan dengan uang tunai karena rawan disalahgunakan oleh pihak yang mengambil kesempatan dalam musibah,” ujar Mujiyono.
Diprediksi terus bertambah
Hingga Sabtu (28/3/2020) pukul 08.00, tercatat ada 603 orang yang terinfeksi virus corona. Sebanyak 346 dirawat dan 43 dinyatakan sembuh.
Lalu yang meninggal dunia ada 62 orang dan isolasi mandiri ada 134 orang.
Angka ini diprediksi bakal terus bertambah bila masyarakat tidak menerapkan social distancing (pembatasan interaksi) seperti yang diimbau Pemprov DKI.
Adapun pembatasan interaksi dilakukan untuk menekan potensi penularan virus corona yang merebak di tengah masyarakat.
Zona merah tak hanya di Jakarta
Sejauh ini, wabah virus corona atau Covid-19 makin masif, bahkan bukan hanya di Jakarta dan Jabodetabek saja yang menjadi zona merah; tetapi sudah merangsek ke 27 provinsi di Indonesia.
Artinya, persebaran Covid-19 sudah melingkupi skala nasional.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Indonesia (YLKI) Tulus Abadi.
Oleh karena itu, menurutnya lockdown atau penutupan negara total harus segera dilakukan Pemerintah.
Sebab, tercatat data pasien pasitif Covid-19 hingga Jumat (27/3/2020)cmencapai 1.046 orang dengan korban meninggal sebanyak 87 orang dan sembuh sebanyak 46 orang.
"Jumlah pasien positif diduga kuat jauh lebih banyak, potensi angka dark number (perkiraan terburuk) yang sangat tinggi," ungkap Tulus Abadi dalam siaran tertulis pada Sabtu (28/3/2020).
Wlaua begitu, upaya pengendalian yang dilakukan pemerintah sejatinya sudah benar, seperti bekerja di rumah, tetap tinggal di rumah, jaga jarak, jaga kesehatan, sering cuci tangan dan lainnya.
Namun faktanya kepatuhan masyarakat terhadap himbauan ini masih lemah.
Akibatnya persebaran Covid-19 makin eskalatif.
Apalagi kini makin banyak warga kota, khususnya Jabodetabek, yang migrasi alias pulang kampung, dengan alasan di kota sudah tidak ada pekerjaan atau tidak ada penghasilan.
Banyaknya migrasi ke kampung halaman berpotensi besar untuk menyebarluaskan virus di daerahnya.
Lockdown daerah
Merespon fenomena ini, banyak daerah memberlakukan Orang Dalam pengawasan (ODP) bagi pemudik, dan diisolasi selama 14 hari.
Bahkan beberapa kota, seperti Kota Tegal, bahkan Papua, melakukan lockdown untuk daerahnya.
"Ini langkah antisipatif yang sangat bagus untuk memutus mata rantai persebaran, agar tak mengokupasi daerahnya," ungkap Tulus Abadi.
Oleh karena itu, lanjutnya, hal yang sangat mendeak adalah pemerintah pusat membebaskan setiap pimpinan daerah untuk melakukan karantina wilayah atau lockdown.
Apalagi bagi wilayah DKI Jakarta dan Bodetabek, karantina wilayah menurutnya suatu keharusan.
Mengingat Jakarta dan Bodetabek adalah zona merah, terutama DKI Jakarta.
"Pemerintah Pusat seharusnya membebaskan dan bahkan mendorong agar Jabodetabek segera dikarantina," ungkap Tulus Abadi.
"Jika tidak dikarantina, sebatas himbauan, bukan hanya warga Jakarta dan sekitarnya yang makin banyak terinfeksi, tetapi akan menyebar seluruh Indonesia. Mengingat akan makin banyak warga Jakarta bermigrasi ke daerah, untuk mudik," tambahnya.
Jika tak dilakukan karantina wilayah atau lockdown maka yang sangat dikhawatirkan adalah penyebaran virus corona semakin meluas, bukan hanya di Jakarta tapi seluruh Indonesia.
"Mengingat Jakarta dan Bodetabek adalah epicentrum nasional. Tak cukup hanya himbauan tapi perlu kebijakan yang tegas, dan bahkan perlu sanksi," jelasnya.
Melonjaknya jumlah korban virus corona menyebabkan sistem kesehatan nasional akan semakin lemah, karena tak mampu menampung lonjakan pasien.
Apalagi sudah banyak tenaga medis bertumbangan karena terinfeksi Covid-19, tercatat ada sebanyak tujuh orang dokter wafat hingga Sabtu (28/3/2020).
Berdampak Pelayanan Buruk
Pertimbangan lainnya dipaparkannya banyak kasus pasien virus corona meninggal dunia di tengah jalan, bahkan saat di ambulance.
Penyebabnya karena pasien ditolak rumah sakit dikarenakan rumah sakit rujukan tak mampu lagi menampung pasien virus corona.
Bahkan efeknya banyak pasien dan calon pasien non virus corona yang terbengkalai dan akhirnya meninggal dunia, karena tenaga medis di rumah sakit energinya terkuras untuk menangani pasien virus corona
Bersamaan dengan problematika tersebut, tenaga medis semakin tersudutkan ketika dihadapkan minimnya ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD).
Padahal APD sangat penting bagi tenaga medis dalam merawat pasien virus corona.
Sebab, lanjutnya, apabila tenaga medis tertular karena tidak dilengkapi dengan APD, maka tenaga medis dapat beresiko menularkan virus corona ke pasien lain, menularkan ke keluarganya, dan tidak bisa menolong pasien.
"Dan akhirnya korban pasien Covid-19 makin tak terbendung, makin eskalatif," ungkapnya.
Berdampak Buruk Terhadap EKonomi
Karantina wilayah (lockdown) diungkapkan Tulus Abadi memang pilihan sulit.
Tetapi jika tak dilakukan lockdown, dampak ekonominya pun jauh akan lebih pahit.
Jika pemerintah kesulitan dana untuk melakukan karantina wilayah, maka pemerintah bisa merealokasikan dana pembangunan infrastruktur.
"Stop dulu pembangunan infrastruktur pada 2020 ini. Bahkan wacana untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru pun layak distop dulu, dan dananya bisa digunakan untuk pengendalian Covid-19," ungkapnya.
Jika karantina wilayah dilakukan, negara harus menjamin keberlangsungan ekonomi kelompok rentan.
Mulai dari memberikan kompensasi baik secara langsung seperti subsidi (jaring pengaman sosial), dan atau menurunkan/ menghapuskan beberapa tarif pelayanan publik, seperti listrik, PDAM dan lainnya.
Selain itu, cicilan pada perbankan atau lembaga keuangan lainnya pun diungkapkannya perlu ditangguhkan.
Peran Serta Masyarakat
Terlepas dari anjurannya tersebut, karantina wilayah memang bukan instrumen tunggal untuk menghentikan persebaran wabah Covid-19.
Masih diperlukan kepatuhan yang tinggi dari masyarakat.
Untuk mendorong kepatuhan ini, maka perlu upaya ketegasan dari aparat penegak hukum.
Guna mengefektifkan kebijakan ini, selain mengefektifkan APH, tak kalah pentingnya adalah melibatkan kalangan masyarakat sipil baik ormas keagamaan, LSM, tokoh masyarakat, bahkan tokoh generasi milenial.
Mengingat generasi milenial inilah yang faktanya susah diatur untuk tetap tinggal di rumah dan jaga jarak.
Dan akibatnya kelompok ini menjadi media penularan yang efektif untuk keluarga dan kelompok masyarakat.
Masyarakat perlu kebijakan yang tegas dari pemerintah dalam pengendalian virus corona.
"Harus diingat, sudah dua mingguan masyarakat ter-lockdown, tidak bisa bekerja, dan akibatnya income nihil," ungkap Tulus Abadi.
"Akan berapa minggu lagi masyarakat harus disandera seperti ini? Apalagi sejengkal lagi memasuki bulan Ramadhan, dan Idul Fitri," tambahnya.
"Masyarakat sudah merindukan berpuasa Ramadhan dan Idul Fitri tanpa gangguan Covid-19. Segera wujudkan karantina wilayah untuk menghentikan persebaran Covid-19!," tuturnya.
Sumber: Wartakota