Ibukota atau Kuburan Baru
Oleh: M Rizal Fadillah
10Berita - DI tengah keprihatinan dan upaya mengatasi wabah corona ternyata Bappenas terus mempromosikan rencana ibukota baru. Demikian juga jurubicara Luhut menyatakan persiapan pindah ibukota yang terus dijalankan.
Netizen emosi dan marah-marah dengan kata "bangsat" segala untuk meluapkan kekesalannya.
Memang kurang berperasaan di saat korban berjatuhan akibat epidemi wabah corona, justru sempat-sempatnya mempromosikan dan membahas serius soal ibukota baru.
Penilaian bahwa rezim memang tak mampu memilih prioritas, ada benarnya. Gagal fokus terhadap hal yang seharusnya. Melompat-lompat dan kusut membuat agenda.
Wabah corona bisa menghancurkan sendi-sendi pembangunan semua bidang jika tak ditangani dengan baik. Kini saja sudah terasa seperti harga saham anjlok, kurs rupiah melambung, para pejabat yang terpapar, tempat ibadah yang dikosongkan, kantor tutup, sekolah libur, dan banyak efek lain yang terjadi.
Cepat lambat ekonomi pun dapat lumpuh.
Sementara itu korban meninggal terus bertambah menjadi 58 orang dari 790 kasus. Diprediksi akan terus bertambah dengan lebih cepat. Ada yang meramalkan Indonesia bisa menjadi episentrum wabah.
Ilmuwan dunia memandang Indonesia menangani wabah corona dengan sangat buruk. Desakan kepada pemerintah untuk mengambil kebijakan lockdown terus menguat baik dari IDI maupun elemen publik. Namun respons tetap saja menolak.
Soal ibukota baru harus disingkirkan dulu. Di samping berbiaya hingga Rp 500 triliun juga belum disetujui rakyat. Pro kontra masih ada. Hanya nafsu sepihak saja dari rezim.
Yang dibutuhkan adalah penyiapan kuburan baru untuk memakamkan korban corona. Ibukota bisa ditunda dahulu. Banyak agenda publik yang nyatanya sudah ditunda dalam bidang kenegaraan, keagamaan, ataupun kemasyarakatan. Penanganan wabah corona adalah utama.
UU pemindahan ibukota juga belum ada, omnibus law sedang dilawan rakyat habis-habisan, Jokowi pun masih melayat ibu yang meninggal.
Sebaiknya urusan ibukota di "lockdown" dulu. Alih-alih tak mampu mengambil kebijakan lockdown wilayah, maka ibukota baru "off" saja.
Sebagai negara mayoritas muslim, tentu model kremasi seperti China bukan solusi. Menguburkan mayat lebih manusiawi. Karenanya lebih baik siapkan lahan untuk membuat kuburan baru.
Yang perlu pertama dan urgen untuk dikubur adalah ibukota baru!
Tidak penting penting amat sebenarnya untuk pindah ke ibukota baru itu. Banyak pihak yang melihat bahwa hal ini merupakan proyek nafsu angkara murka, bukan kemauan rakyat semesta.
So, tunda atau batalkan saja. Percuma buang pikiran, tenaga dan dana. (*)
Sumber: