Pesan Wanita yang Ortunya Positif Virus Corona dan Dikuburkan Tanpa Pelayat
10Berita - Postingan Eva Rahmi Salama melalui Instagramnya @evarahmisalama yang kehilangan kedua orangtuanya karena virus Corona menjadi viral. Eva berbagi foto yang memperlihatkan ayah dan ibunya dimakamkan tanpa dihadiri pelayat.
Kedua orangtuanya tertular virus Corona dari adiknya yang sebelumnya berada di lokasi yang sama di mana pasien 01 dan 02 di Indonesia juga tertular corona. Sang ayah yang sakit jantung meninggal pada Sabtu (21/3/2020) dan dinyatakan positif corona, sedangkan ibunya wafat beberapa hari sebelumnya yaitu Kamis (19/3/2020).
Mendapatkan pengalaman sedih karena corona, wanita 43 tahun ini merasa swab test sangat dibutuhkan dibanding rapid test yang saat ini sedang gencar dilakukan oleh pemerintah. Dia juga merasa penanganan medis di Indonesia melalui proses birokrasi yang panjang.
Seperti yang dirasakan saat dia mengurus ibunya yang awalnya didiagnosa menderita tifus. Namun setelah ketahuan adiknya terinfeksi Corona, ibunya pun dites swab dan hasilnya juga sama dengan sang adik.
"Akhirnya mama aku dapat di Rumah Sakit Persahabatan. Itu juga setelah dua hari, sulit banget ternyata nggak segampang itu masukin mama padahal kondisinya sudah parah. Terus Jumat (13/8/2020) mama sudah di swab test, baru masuk ke rumah sakit Rabu (18/3/2020) dan dikabarkan positif, Kamisnya (19/3/2020) mama meninggal," kisahnya dengan menahan kesedihan.
Dengan menaha emosi Eva juga mengisahkan bagaimana sulitnya untuk bisa dirawat di rumah sakit khusus corona meskipun ibunya dan adiknya sudah dinyatakan positif COVID-19. "Untuk ke RS Persahabatan itu nggak bisa langsung datang. Nggak bisa! Karena semua yang menentukan pengoperasiannya itu dan penempatannya itu dari Dinkes. Jadi butuh berhari-hari makanya pada saat aku minta adikku ke RS Persahabata, mereka bilang nggak punya wewenang untuk memasukan ke rumah sakit siapa yang boleh masuk dan siapa yang nggak boleh masuk. Karena semua itu diatur oleh Dinkes dan kita nggak tahu seberapa lama mereka memutuskan ini. Kemarin RS Persahabatan itu bilang mereka nggak punya wewenang karena list mereka saja sudah ada 40 orang waiting list. Makanya! ruwet banget," tuturnya panjang lebar.
Dia juga merasakan sendiri betapa sulitnya untuk bisa mendapatkan test swab di rumah sakit. Meski dirinya sudah terpapar dengan penderita corona yaitu ibunya, ayahnya dan adiknya, Eva pada akhirnya juga tak mendapatkan test swab meski sebelumnya sudah diminta melakukan tes tersebut.
Eva menceritakan dia diminta menunggu dari pukul 18.00 hingga 22.00 WIB di salah satu rumah sakit penanganan corona, namun tak ada satupun dokter yang menemui mereka untuk melakukan test swab. "Sudah gitu kita ditaruh di suatu ruangan yang sempit berukuran 2 x 3 meter dimana di situ aku sama omku bersama pasien yang mungkin sudah terpapar. Dia pakai masker dan oksigen terus kadang kebangun kadang nggak. Nggak ada dokter yang menanganinya. Dia itu dari pagi nungguinnya nggak di SWAB test juga," terang Eva.
Berdasarkan pengalamannya itu dia berharap pemerintah bisa memudahkan rakyat mendapatkan swab test. "Birokrasinya berbelit-belit dan lambat. Test swab test mohon dilakukan bukan hanya rapid test saja. Rapid test itu kan hanya darah saja. Test swab itu lebih penting daripada rapid test" ujar Eva
Selain itu Eva juga berharap pemerintah membenahi posko pengaduan penanganan virs Corona. Eva merasakan sendiri betapa posko pengaduan tersebut tidak berguna.
"Aku lapor ke posko KLB, kan ada poskonya 112 itu, Aku WhatsApp dari pagi dan detik ini Minggu (22/3/2020) belum dibalas. Percuma itu posko nggak ada tanggapannya sama sekali. Bener-bener kesulitan banget mencari informasi dan pertolongan," katanya.[detik]