OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 26 Maret 2020

Sri Mulyani Harus Berjiwa Nasionalisme, Jangan Sampai Indonesia Terjebak Lagi ke Sejarah Kelam IMF

Sri Mulyani Harus Berjiwa Nasionalisme, Jangan Sampai Indonesia Terjebak Lagi ke Sejarah Kelam IMF
.



10Berita - Menteri Keuangan Sri Mulyani harus punya jiwa nasionalisme dalam menyelamatkan ekonomi Indonesia. Jangan sampai negeri ini terjebak lagi pada sejarah hitam ekonomi gara-gara mengandalkan Dana Moneter Internasional (IMF).

Begitu kata anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad mengingatkan Sri Mulyani yang memberi sinyal akan melakukan pinjaman ke IMF. Menurutnya, IMF merupakan bagian dari sejarah hitam ekonomi Indonesia.

Politisi Partai Gerindra itu lantas mengurai bahwa beban yang dipikul negara dan rakyat sudah sangat besar dan berat. Hal itu tampak dilihat melalui utang negara yang tembus Rp 4.817,5 triliun pada periode Januari 2020 dan utang-utang tersebut akan diwariskan ke rakyat di masa yang akan datang.

Politisi Gerindra ini mengingatkan bahwa masyarakat saih trauma dengan sejarah IMF yang menjadikan Indonesia sebagai pasien malpraktik pada 15 Januari 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto menandatangani Letter Of Inten/LoI senilai 43 miliar dolar AS.

Obat yang diberikan itu, katanya, ternyata sangat pahit untuk ditelan ekonomi Indonesia. Misalnya usulan IMF untuk melikuidasi 16 bank nasional yang menjadi pangkal kesalahan besar.

“Dalam kebijakan BLBI banyak pihak yang memanfaatkan situasi dengan memasukkan aset-aset tidak berharga dalam daftar aset untuk mendapat dana pinjaman,” jelas Kamrussamad kepada wartawan, Kamis (26/3).

Menkeu Sri Mulyani semestinya paham dengan sejarah kelam tersebut. Menteri berpredikat terbaik dunia itu, kata  Kamrussamad pasti mengetahui betul ada banyak sumber pendanaan dari dalam negeri untuk menstimulus ekonomi Indonesia akibat wabah corona.

“Misalnya dalam postur APBN & APBD kebijakan refocussing & realokasi anggaran melalui Inpres 4/2020 sudah tepat. Tinggal memastikan implementasi berjalan efektif,” katanya.

Sejumlah sumber pendanaan bisa dioptimalkan oleh Menkeu, lanjut Kamrussamad, antara lain Sisa Anggaran Tahun Lalu (SAL), akumulasi dari Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya (SILPA), dana pungutan bea ekspor sawit di BPDPKS, dana lingkungan hidup di BPDLH, dan Dana APBN dengan kode BA99 yang dikelola Menkeu selaku Bendahara Umum Negara.

“Ada dana LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) nilainya mencapai Rp 150 triliun, cadangan devisa Indonesia yang dikelola BI senilai 130 miliar dolar AS atau sama dengan Rp 2.000 triliun untuk kurs saat ini 17.000 rupiah per dolar AS. Pemerintah juga bisa menertibkan SUN dengan bunga di bawah 5 persen,” bebernya.

Menurutnya, Menkeu harus punya jiwa nasionalisme untuk memyelamatkan ekonomi Indonesia. Jika ada jiwa nasionalisme dan keberpihakan terhadap masa depan ekonomi Indonesia, maka pasti akan menghindari pinjaman dari IMF.

“Karena berpotensi menggadaikan kedaulatan ekonomi nasional di masa mendatang,” tandasnya. (rmol)