OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Sabtu, 25 April 2020

Aktivis HAM Saudi Abdullah Al-Hamid Meninggal di Penjara

Aktivis HAM Saudi Abdullah Al-Hamid Meninggal di Penjara

Akibat ‘kelalaian medis yang disengaja’, Aktivis HAM Saudi Abdullah Al-Hamid Meninggal di Penjara, demikian laporan media.

Prof Dr Abdullah Hamid Ali al-Hamid atau “Abu Bilal” adalah seorang penyair Saudi, Profesor Sastra Arab, aktivis hak asasi manusia dan salah seorang pendiri Asosiasi Hak Sipil dan Politik Saudi

10Berita, Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Saudi yang juga akademisi terkenal Prof Dr Abdullah Ali al-Hamid atau Abu Bilal meninggal di penjara, menurut laporan media dan kelompok hak asasi untuk tahanan.
Prisoners of Conscience, akun Twitter yang mendokumentasikan kondisi tahanan politik di Arab Saudi, mengatakan bahwa al-Hamid meninggal karena “kelalaian medis yang disengaja” di penjara. Ia mengalami stroke otak dan dalam keadaan koma selama 15 hari.
Akun itu menyebut pihak otoritas Saudi dengan sengaja membunuh penyair dan profesor itu setelah meninggalkan dia dalam keadaan koma selama berjam-jam sebelum membawanya ke rumah sakit.
Kelompok HAM Saudi yang beroperasi dari luar Kerajaan, ALQST, mengungkapkan bahwa al-Hamid ditangkap pada Maret 2013 dan dijatuhi hukuman selama 11 tahun, tanpa memberikan alasan apa pun atas hukuman tersebut.
Kelompok itu mengatakan bahwa al-Hamid memiliki kondisi kesehatan yang memburuk. Dia dipindahkan ke rumah sakit lebih dari tiga bulan lalu. Seorang dokter menyarankan operasi jantung yang segera dilakukan terhadap al-Hamid.
Namun menurut kelompok HAM tersebut, pihak berwenang Saudi tidak mengizinkan dia untuk tetap di rumah sakit. Al-Hamid harus kembali ke penjara, sehingga operasi jantung tak dapat dilakukan.
Jaringan berita Al Jazeera yang berbasis di Qatar, mengutip beberapa aktivis HAM, juga melaporkan kematian al-Hamid karena “kelalaian medis yang disengaja”.
Pihak otoritas Saudi belum berkomentar atas kematian al-Hamid. Namun dikatakan mereka biasanya menyangkal kelalaian dalam merawat tahanan yang sedang sakit.
Al-Hamid adalah pembela hak asasi manusia dan anggota pendiri Asosiasi Hak Sipil dan Politik Saudi (ACPRA) yang independen.
Kematiannya mengingatkan kita bahwa dia seharusnya tidak dipenjara sejak awal. Pada usia 69 tahun, dia telah menghabiskan tujuh tahun terakhir di penjara. Satu-satunya “kejahatan” yang dituduhkan kepadanya adalah advokasinya untuk memajukan HAM di negaranya.
Lahir pada tahun 1950, di Buraidah Arab Saudi utara, Hamid dengan cepat bangkit melalui lembaga pendidikan Arab Saudi, menjadi profesor sastra Arab di Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud di Riyadh pada tahun 1988.
Sebagai penulis yang luar biasa, ia menerbitkan 15 buku, puluhan artikel, dan tujuh koleksi puisi. Dia adalah seorang penganjur yang gigih untuk masyarakat sipil dan berpendapat bahwa Zakat, yang wajib dikeluarkan oleh setiap Muslim, tidak hanya diberikan kepada orang miskin, seperti biasanya. Tetapi juga untuk individu-individu berbakat di bidang hukum, politik dan teknologi.
“Para ahli di masa lalu telah menyatakan bahwa siapa pun yang mengabdikan dirinya untuk mempelajari ilmu yang bermanfaat bagi bangsa Muslim harus diberi zakat,” tulisnya.
Dalam kasus lain, ia mengkritik terhadap fokus sempit dari pendirian keagamaan kerajaan.
Dr Abdullah al-Hamid menderita hipertensi. Dia diberitahu tiga bulan lalu oleh seorang dokter bahwa ia perlu menjalani operasi jantung. Namun al-Hamid diancam oleh otoritas penjara bahwa jika dia memberi tahu keluarganya tentang kondisi kesehatannya, maka mereka akan memutuskan komunikasinya dengan keluarganya.
Dr Abdullah al-Hamid menderita stroke pada 9 April lalu. Tetapi dia tetap berada dalam tahanan.
Sebagai pembela hak asasi manusia, penulis dan akademisi, ia telah banyak menulis tentang hak asasi manusia dan independensi peradilan. Dia adalah seorang profesor sastra kontemporer di Universitas Islam al-Imam Muhammad bin Saud di Riyadh sebelum diberhentikan karena aktivitasnya. Dia meninggalkan seorang istri dan delapan anak. (mus)
Sumber: Anadolu, Middle East Eye , salam online