OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 15 April 2020

BREAKING NEWS: Anies Baswedan Sebut Kematian di Jakarta sudah 987 Orang, Ingatkan Warga Tak Mudik

BREAKING NEWS: Anies Baswedan Sebut Kematian di Jakarta sudah 987 Orang, Ingatkan Warga Tak Mudik


10Berita, JAKARTA– Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Anies Rasyid Baswedan menyampaikan kecenderungan penyebaran virus Corona 2019 atau Covid-19 di DKI Jakarta masih terus naik.

Ibarat fenomena heboh di Wuhan, China, lokasi awal ditemukan virus itu, atau di Vietnam, Januari lalu, seperti itulah kondisi Jakarta saat ini.

Oleh karena itu, ia meminta warga bersiap menahan diri sesuai dengan kebijakan Pembatasan Sosial berskala Besar untuk jangka waktu panjang, termasuk tidak mudik saat liburan panjang Hari Raya Idul Fitri, akhir Mei 2020.

Menurut Anies Baswedan, sejak pemerintah mengumumkan kasus pasien 01 dan 02 awal Maret 2020, dalam waktu kurang lebih 40 hari, jumlah orang terkonfirmasi Virus Corona  sampai Selasa (14/4/2020) terdapat 2.242 kasus.

Angka itu bahkan belum seberapa dibandingkan data orang meninggal yang dimakamkan sesuai dengan protokol positif Covid-19.


Melihat kondisi ini, dia mengajak masyarakat untuk bersiap menghadapi penyebaran virus covid-19 dalam waktu yang panjang, yang belum diketahui ujungnya.

"Jadi masyarakat Jakarta khususnya harus bersiap untuk waktu cukup panjang, paling tidak selama bulan Ramadan. Mungkin kita akan menghadapi situasi seperti sekarang. Saya pun mengimbau untuk tidak mudik Lebaran," kata Anies Baswedan saat wawancara eksklusif live streaming bersama Redaksi Warta Kota dan Super Ball, Selasa (14/4) siang.

Kematian sampai Selasa (14/4) 987 Orang

Anies mengungkap data Pemprov DKI Jakarta mencatat ada 987 jenazah asal Jakarta yang dimakamkan memakai protokol Covid-19 di Taman Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon Jakarta Timur.

Angka itu tercatat sejak Jumat (6/3) sampai Selasa (14/4) pukul 12.00 WIB.

“Tadi saya baru dari TPU Pondok Ranggon. Jumlah jenazah yang dimakamkan di sana, sesuai protap Covid-19 berjumlah 987 orang. Ditambah 13 angka lagi, jumlahnya sudah tembus 1.000 orang yang meninggal dunia dengan protap Covid-19,” kata Anies Baswedan.

• Anies Terbitkan Pedoman RT/RW Siaga Pandemi Covid-19, Ini Link untuk Mengunduhnya

Gubernur Anies Baswedan menjelaskan, sebagian korban meninggal belum mendapat hasil final uji laboratorium. Sehingga 987 itu, belum dapat dipastikan penyebab kematian adalah Covid-19.

“Tapi dokter kan punya diagnosa,” ujar  Anies Baswedan.

Berdasarkan data Kemenkes RI dan Worldometers.info yang menjadi paparan Anies, indeks kurva terus naik hingga membentuk huruf 'J' atau disebut juga Curva J.

Artinya, awalnya kasus Covid-19 masih sedikit seperti dasar huruf “J”, namun kini semakin banyak dan menuju puncak.

Hal ini pula terjadi tren penyebaran virus covid-19 di dunia sejak 22 Januari 2020 hingga 1 April 2020 kasus positif terus naik hingga 1.853.604 kasus dengan kematian 114.270 kasus.

"Tren dunia ketika kami mengatakan ini di bulan Maret itu belum jadi kurva huruf J, kan masih Maret itu. Makanya kita bilang waktu itu ini akan jadi J Curve banyak yang sangsi gimana bentuknya J. Hari ini bentuknya J," kata Anies.

Selain itu tren ini juga sudah terjadi di Indonesia, sejak 3 Maret 2020 hingga 14 April 2020 angka tren penyebaran covid-19 mengalami kenaikan.

Data per 14 April 2020 sudah ada 4.839 kasus positif dengan kematian 459 kasus.

Sedangkan tren penyebaran covid-19 sendiri di DKI Jakarta juga telah membentuk indek kurva huruf J karena terus mengalami kenaikan.

Data per 14 April 2020 sudah ada 2.349 kasus positif di DKI dan pasien Virus Corona  meninggal di Jakarta 243 orang.

"Ini contoh kasus Jakarta, kasus positifnya lompat yang kami buat setiap minggu, dari 7 jadi 90 kasus, 300 kasus, 600, 1.000, 2.000 setiap seminggu sekali," katanya.

Data dari Dinas Pertamanan dan Kehutanan Pemprov DKI Jakarta menunjukan sejak 6 Maret 2020 hingga 12 April 220 pemulasaran dan pemakaman jenazah dengan kategori penyakit menular dan dengan protap covid-19 terdapat 926.

"Minggu pertama di tanggal 8 Maret 2020 itu baru 1, 15 Maret sudah menjadi 6, 22 Maret ada 64, 29 Maret 293, 5 April 596, selanjutnya jadi 926," katanya.

Bahkan menurutnya rata-rata pemakaman di DKI per bulan di tahun 2019 itu berada diangka 2.745.

Namun di bulan Maret 2020 rata rata pemakaman mengalami kenaikan hingga 4.377.  Angka kematian ini, tidak semuanya disebabkan Covid-19.

Anies juga menyinggung mengenai angka Covid-19  di Italia, saat angka kasus Covid-19 pada 21 Februari 2020 sebanyak 21 kasus dan 1 orang meninggal dunia, sementara pada 1 April 2020 naik menjadi 12 ribu kasus.

"Itu bagaimana penjelasannya? Penjelasannya karena mereka tidak segera melakukan penutupan, tidak segera melakukan pembatasan sosial, ketika sudah melonjak baru pembatasan sosial, loh berat," katanya.

Untuk itu Anies mengungkapkan, ia juga mempelajari apa yang terjadi di Wuhan, Ibu Kota Provinsi Hubei, China, angka penyebaran virus covid-19 menurun saat dilakukan pembatasan (lockdown) oleh pemerintah China.

Kasus Corona di Wuhan turun setelah ada kebijakan lock down, sehingga tidak ada interaksi social.

“Inilah pelajaran penting, kenapa itu sejak Maret kita lakukan (pembatasan sosial di Jakarta--Red). Ya karena kita baca data di Wuhan. Mau kita potong penyebarannya," jelasnya.

Anies juga menanggapi berbagai komentar miring terhadapnya selama melakukan penanganan Covid-19 ini. Dirinya menganggap hal itu bukan sebagai bentuk masalah.

"Kalau soal bully itu tidak apa-apalah, itu bagian dari takdirnya Gubernur Jakarta. Paketnya itu di ejek dibully itu udah sepaket dan diterima sebagai kenyataan bukan sebagai masalah," ucapnya.


Belum Punya Data Pasti

Anies mengakui Pemprov DKI Jakarta belum memiliki angka pasti jumlah orang yang terinfeksi Covid-19.

Namun pemerintah baru mengantongi jumlah yang terinfeksi Virus Corona setelah melakukan tes kesehatan kepada pihak yang bersangkutan

“Hari ini kalau ditanya jumlah orang yang positif Covid-19, kami tidak tahu kok. Tapi yang kami tahu jumlah orang yang sudah dites dengan hasil positif. Itu kan dua hal yang berbeda. Orang yang sudah dites positif, dengan orang yang sudah terjangkit Covid-19,” tambahnya.

Gubernur Anies Baswedan mencontohkan, misalnya di suatu daerah jumlah populasinya ada 1 juta orang. Pemerintah kemudian mengecek kesehatan 1.000 warganya.

Dari 1.000 warga yang menjalani uji Covid-19, kemudian diperoleh sejumlah kasus positifi. Sehingga amat tidak mungkin orang yang dinyatakan positif Corona ada 2.000, karena yang diperiksa hanya seribu.

“Kami itu hanya tahu angka orang yang sudah dites, tapi kami belum tahu berapa angka yang sesungguhnya sudah terjangkiti Covid-19,” imbuhnya.

Dalam kesempatan itu, Anies menyebut sebetulnya DKI Jakarta telah melakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) lebih dulu, sebelum disetujui Kementerian Kesehatan RI.

Kebijakan PSBB yang dilakukan Anies di antaranya menutup sementara tempat pariwisata yang dikelola pemerintah atau swasta, meliburkan aktivitas sekolah, mengubah metode kerja pekerja menjadi bekerja di rumah (work from home/WFH), mengurangi jam operasional angkutan publik dan sebagainya.

“Kami melakukan PSBB dengan peraturan memang baru empat hari (sejak Jumat, 10/4/2020). Tapi sesungguhnya PSBB itu sudah dilakukan mulai 14 Maret. Artinya, kami melakukan langkah ini lebih awal dan ini hanya bisa dinilai (kebijakan PSBB) di kemudian hari, nggak bisa sekarang,” tambahnya.

Awasi Orang Asing

Anies Baswedan mengaku sudah memanggil tim intelijen dan imigrasi untuk memantau keluar masuk orang Tiongkok di Jakarta, sejak Januri lalu.

Mereka yang tergabung dalam Tim Pengawasan Orang Asing (Tim Pora) itu diminta awasi pergerakan Covid-19.

Pemantauan itu kata Anies sudah dimulai jauh sebelum kasus positif satu dan dua yang terjadi di Depok, Jawa Barat, pada awal Maret 2020.

Sejak awal Januari ketika Wuhan mulai mendeteksi adanya virus baru, DKI Jakarta disebut sudah mulai bersiap mengantisipasi masuknya virus ke Jakarta.

"Jadi sejak Januari kami monitor terus Covid-19. Saya panggil Tim Pora yang didalamnnya ada imigrasi dan intelijen. Disitu  saya tanya dimana saja orang Tiongkok di Jakarta karena saya perlu datanya untuk diawasi," ungkap Anies.

Menurut Anies, antisipasi dini itu bukan tanpa sebab. Hal itu lantaran Jakarta merupakan satu dari gerbang dunia.

Di mana Jakarta bukan hanya terhubung dengan Indonesia tapi juga terhubung dengan negara-negara lainnya di dunia.

Ia meyakini Ibu Kota ini akan menjadi pintu masuk virus Covid-19 ke Indonesia.  Bahkan sejak awal Januari, DKI Jakarta sudah memiliki data pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang dalam pengawasan (ODP).

Dinas Kesehatan saat itu sudah diwajibkan mengirimkan data-data ODP dan PDP yang didapat dari laporan Tim Pora.

Dinas Kesehatan DKI Jakarta juga sudah membuat briefing dengan seluruh rumah sakit di Jakarta untuk melaporkan pasien yang memiliki gejala Covid-19.

"Semua itu sudah dilakukan Jakarta bahkan sebelum nama Covid-19 lumrah dipakai. Saat itu namanya masih Pnemunia Wuhan," ungkap Anies.

Pemprov DKI Jakarta sudah siap dengan tim gugus Covid-19 ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) umumkan kasus satu dan dua di Depok, Jawa Barat.

Bahkan Jakarta juga sudah bersiap untuk kemungkinan terburuk yakni isolasi.  Anies mengaku saat itu ia sudah belajar dari negara-negara yang terlebih dahulu terserang wabah virus corona seperti Italia, Iran dan Korea Selatan.

Satu-satunya cara untuk memperkecil jumlah penularan ialah dengan memaksa masyarakat untuk kurangi kegiatan di luar rumah.

Itulah sebabnya, Jakarta sebagai kota pertama yang menerapkan kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) untuk menimimalisir penularan virus.

"Kami sampai buat simulasi pergerakan mana yang paling berisiko dan berapa jumlah pasien yang muncul karena ini tanggung jawab saya dan kita yang punya Jakarta," ujar Anies.
(Warta Kota/faf/jos/m24)