Deretan Kebijakan Ambigu Lawan Corona yang Bikin Bingung
10Berita - Pandemi virus Corona di Indonesia memaksa pemerintah untuk memutar otak mengeluarkan kebijakan penting. Sebab wabah ini memberikan dampak yang cukup luas, mulai dari sosial hingga ekonomi.
Pemerintah sudah mengeluarkan sederet kebijalan terkait wabah COVID-19. Mulai dari relaksasi, insentif, hingga yang sifatnya mengatur kehidupan masyarakat.
Dari sederet kebijakan yang sudah dikeluarkan pemerintah, beberapa di antaranya justru bersifat ambigu. Masyrakat dibikin bingung dengan kebijakan yang kurang tegas ataupun sifatnya bertentangan antar kebijakan kementerian.
Setidaknya hingga saat ini ada dua kebijakan yang membuat bingung masyarakat:
1. Mudik
Sejak COVID-19 merebak di Indonesia, pemerintah menganjurkan masyarakat untuk tidak beraktivitas di luar. Penerapan bekerja, belajar hingga beribadah dihimbau dilakukan di rumah.
Tapi sejak hal itu diterapkan banyak para pekerja informal yang kehilangan pendapatan. Tidak sedikit juga pekerja restoran hingga hotel yang di rumahkan lantaran tidak beroperasi.
Hal itu membuat mereka para perantau lebih memilih pulang ke kampung halamannya, meskipun Lebaran masih lama.
Mereka yang nyolong start mudik pun menarik perhatian. Sebab bukan tidak mungkin pemudik yang berasal dari zona merah membawa bibit COVID-19 ke kampungnya.
Sejak saat itu banyak pihak berharap pemerintah mengambil langkah tegas terkait hal itu. Tapi ternyata Presiden Joko Widodo mengumumkan sendiri, pemerintah tak melarang mudik.
Nah yang bikin bingung pemerintah juga mengeluarkan himbauan agar masyarakat tidak mudik. Himbauan ini juga diiringi dengan kebijakan yang diharapkan bisa menahan perantau untuk tidak mudik.
Mulai dari pemberian bantuan sosial hingga bantuan langsung tunai. Pemerintah juga meminta pemerintah daerah untuk menyiapkan tempat karantina bagi para pemudik.
Segala macam akses untuk mudik juga ditekan. Seperti menghilangkan acara mudik gratis, hingga tidak lagi menyediakan kereta api tambahan.
2. Ojol Angkut Penumpang
Kebijakan pemerintah kedua yang bikin bingung adalah terkait ojek online bawa penumpang. Ada dua kebijakan kementerian yang bertentangan terkait hal itu.
Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Beleid itu ditandatangani oleh Menteri Perhubunga Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan.
Permenhub itu dianggap bikin bikin bingung. Salah satu hal yang rancu adalah tentang pembatasan kegiatan ojol yang tidak boleh angkut penumpang, tapi masih diperbolehkan dalam kondisi tertentu.
Dalam pasal 11 ayat 1 butir c tegas berbunyi sepeda motor berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang
Namun dalam butir d disebutkan bahwa dalam hal tertentu untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan.
"Apabila diterapkan, siapa petugas yang akan mengawasi di lapangan dan apakah ketentuan tersebut akan ditaati pengemudi dan penumpang sepeda motor? Bagaimana teknis memeriksa suhu tubuh setiap pengemudi dan penumpang?" kata Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno dalam keterangan tertulis, Minggu (12/4/2020).
Dalam PM Nomor 18 Tahun 2020 itu dijabarkan mengenai sepeda motor bisa mengangkut penumpang. Pertama adanya aktivitas lain yang diperbolehkan selama PSBB.
Kedua, pengendara sepeda motor yang akan mengangkut penumpang wajib melakukan desinfeksi kendaraan dan perlengkapannya sebelum dan setelah selesai digunakan.
Ketiga menggunakan masker dan sarung tangan. Keempat tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit.
Menurut Djoko jika itu diterapkan pemerintah harus menyediakan tambahan personil dan anggaran untuk melengkapi pengadaan pos pemeriksaan.
"Pasti ribet urusan di lapangan. Dan mustahil dapat diawasi dengan benar. Apalagi di daerah, tidak ada petugas khusus yang mau mengawasi serinci itu. Jika dilaksanakan akan terjadi kebingungan petugas di lapangan dengan segala keterbatasan yang ada," tegasnya.
Djoko menilai pasal tersebut untuk mengakomodir kepentingan bisnis aplikator transportasi daring. Padahal Pemrov DKI Jakarta dan aplikator selama pelaksanaan PSBB di Jakarta sudah mau taat aturan yang sudah diberlakukan.
"Masyarakat pasti akan taat aturan selama tidak ada diskriminasi di lapangan. Dan jika diterapkan, akan menimbulkan keirian moda transportasi yang lain, sehingga aturan untuk menerapkan jaga jarak fisik penggunaan sepeda motor tidak akan terjadi. Juga nantinya akan merambat ke jenis angkutan lainnya," tambahnya.
Kebijakan Kemenhub itu dipandang juga kontra produktif dengan kebijakan Kemenkes. Sebab pada Pasal 15 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 menyatakan, bahwa ojek daring hanya boleh beroperasi mengangkut barang, bukan orang. Sesungguhnya, permintaan supaya pengemudi ojek daring untuk tetap dapat membawa penumpang sangat jelas melanggar esensi dari menjaga jarak fisik (physical distancing).
"Sebaiknya segera cabut dan revisi Permenhub. Nomor 18 Tahun 2020. Abaikan kepentingan bisnis sesaat yang menyesatkan. Utamakan kepentingan masyarakat umum demi segera selesainya urusan penyebaran wabah virus Corona (COVID-19) yang cukup melelahkan dan menghabiskan energi bangsa ini," tegasnya.(detik)