2,3 Juta Data WNI Diretas, Pengamat: Pecat Semua Komisioner KPU
Logo Komisi Pemilihan Umum (KPU). Foto: Istimewa
10Berita - Sebanyak 2,3 juta data penduduk Indonesia diduga diretas beredar viral di media sosial. Data tersebut disinyalir data pemilih tetap (DPT) yang dimiliki KPU RI.
Akun Twitter @underthebreach pada Jumat (22/5), memposting pengakuan akan menampilkan 2,3 juta data kependudukan Indonesia dan pemilihan umum.
Menanggapi hal tersebut, direktur eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mendesak seluruh komisioner KPU RI diberhentikan sebagai bentuk kelalaian menjaga keamanan data personal pemilih. Jika benar ada kebocoran data personal, bukan data terbuka, maka ini jelas kelalaian luar biasa.
"Karena menyangkut keamanan data sekaligus integritas KPU sebagai penyelenggara Pemilu, seluruh komisioner tersisa KPU RI sebaiknya diberhentikan sebagai bentuk tanggungjawab negara pada penduduk," kata Dedi dalam keteranganya, Sabtu (23/5).
Actor leaks information on 2,300,000 Indonesian citizens.
data includes names, addresses, ID numbers, birth dates, and more.
Appears to date back to 2013.
Actor claims he will leak 200,000,000 additional citizens information soon. pic.twitter.com/xVWhOGOhtX
— Under the Breach (@underthebreach) May 21, 2020
Dedi menilai, bocornya data pemilih mengindikasikan negara gagal menjamin privasi warga negara. Menurutnya, bukan tidak mungkin jika sistem keamanan data terkait hasil Pemilu juga terancam mudah diretas.
"Ini mengkhawatirkan pada dua hal, data privat warga negara yang berpotensi disalahgunakan, dan masalah integritas hasil Pemilu yang tidak terjamin valid karena terbukti mereka mudah disusupi kejahatan data," terang pengajar komunikasi politik Universitas Telkom ini.
Menurut Dedi hal ini bukan kali pertama KPU bermasalah. Ia menyebut kasus penyuapan yang libatkan salah satu komisioner juga menambah alasan perlunya perombakan total di struktur KPU.
Dari total komisioner, dua sudah diberhentikan karena perbuatan tercela, terkait penyuapan dan manipulasi hasil pemilihan. Yakni Wahyu Setiawan dan Evi Ginting.
"Sementara mereka bekerja secara kolektif, dan sekarang terbukti gagal menjaga data, maka pilihan baiknya tentu dengan mengganti seluruh komisioner, agar komisioner baru miliki waktu yang cukup menghadapi Pemilu 2024," lanjutnya.
Dedi berharap, sanksi tegas yang diberikan mampu membenahi KPU yang disebut bermasalah.
"Kualitas hasil pemilihan hanya mungkin dicapai dengan lebih dulu menentukan komisioner yang juga berkualitas, jangan sampai KPU selalu mendapat maklum setelah apa yang mereka kerjakan terbukti lalai," tutup Dedi.
Komisioner KPU Viryan Aziz mengatakan saat ini pihaknya tengah melakukan penelusuran terkait infomasi tersebut. Selain itu, menurutnya KPU juga tengah melakukan pengecekan kondisi server data.
"KPU RI sudah bekerja sejak tadi malam menelusuri berita tersebut lebih lanjut, melakukan cek kondisi intenal (server data) dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait," ujar Viryan saat dihubungi wartawan.
Dia menyebut data yang beredar merupakan DPT Pemilu 2014 dengan meta data 15 November 2013. Menurut Viryan, DPT merupakan data yang bersifat terbuka, dan dapat diakses semua orang.
"Data tersebut adalah softfile DPT Pemilu 2014, pic ini berdasarkan meta datanya tanggal 15 November 2013. Soft file data KPU tersebut (format.pdf) dikeluarkan sesuai regulasi dan untuk memenuhi kebutuhan publik bersifat terbuka," kata Viryan.
Viryan juga mengatakan, karena sifat keterbukaan pada saat Pilpres 2014 maka DPT bisa didownload per TPS. Namun, data tersebut tidak seluruhnya dibuka.
"Jadi waktu 2014 kita bisa download per TPS, tapi data pemilih yang didownload itu data pemilih yang bersifat tebuka, namun elemen data pribadi tetap terlindungi, jadi sangat berbeda. Data seperti NIK dan NKK-nya kan tidak ditampilkan secara utuh," tuturnya.
"Bisa lihat tampilan DPT, buat apa? untuk mengetahui data dirinya, kan 2014 orang bisa mihat tampilan itu," sambungnya.
Sumber: Merahputih