OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 14 Mei 2020

Prank Itu Bernama Iuran BPJS Kesehatan

Prank Itu Bernama Iuran BPJS Kesehatan





 Oleh: Chusnatul Jannah*

BPJS naik lagi. Bagai roller coaster, naik, turun, naik lagi. Pandemik rupanya tak menggoyahkan kekeuhnya penguasa menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan itu bakal berlaku per Juli 2020.

Sebagaimana diketahui, pada tahun 2018, Jokowi mengeluarkan Perpres No.82 Tahun 2018. Saat itu iuran BPJS Kesehatan untuk kelas 1 sebesar Rp 80.000, kelas 2 sebesar Rp 51.000, dan kelas 3 sebesar Rp 25.500.

Pada tahun 2019, Jokowi kembali mengeluarkan Perpres 75 Tahun 2019 yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan dua kali lipat. Kelas 1 sebesar RP 160.000, kelas 2 sebesar Rp 110.000, dan kelas 3 sebesar Rp 42.000. karena menuai polemik, Perpres itu digugat ke Mahkamah Agung.

Alhasil, Februari 2020 MA pun membatalkan kenaikannya. Sejak pembatalan kenaikan, belum ada realisasi turunnya iuran. Masyarakat juga banyak mengeluh mengapa keputusan MA tak segera dilaksanakan pemerintah.

Belum juga terlaksana, tepat Mei 2020, Jokowi mengeluarkan Perpres 64 Tahun 2020 yang menjelaskan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Masyarakat merasa jadi korban ‘prank’ presiden. Mempermainkan perasaan rakyat. Setelah memberi harapan, eh di-PHP lagi. Betapa pemimpin seperti ini tak layak disebut pemimpin.

Di tengah masa pandemik dan lesunya ekonomi, kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagai pil pahit. Kapan penguasa ini berhenti mengaduk-aduk perasaan dan pikiran rakyat? Diberi harapan, lalu dihempaskan. Sungguh menyakitkan. Lantas, apa kabar gaji direksi BPJS Kesehatan? Masih aman? Tidak turun atau malah naik?

Apapun alasannya, entah demi siapa, yang jelas bukan demi rakyat. Penguasa selalu mengatasnamakan rakyat saat menetapkan kebijakan. Faktanya, kebijakan yang ada sama sekali tidak memihak kepentingan rakyat. Rakyat lelah, Pak. Lelah digombali, diberi janji manis, ujungnya ingkar dan khianat.

Kebijakan hari ini akan diingat rakyat. Ternyata pemimpin pilihan rakyat hanyalah citra di muka saja. Pada akhirnya, medot janji juga. Kami tak akan lelah megingatkan. Pemimpin hasil demokrasi hanya PHP. Menipu daya demi memuaskan nafsu berkuasa. Memoles citra demi menangkan suara.

Tidakkah ngeri akan peringatan dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam? Pemimpin pendusta adalah yang paling keras siksanya di hari kiamat.

"Ada tiga golongan yang tidak dilihat Allah SWT di hari kiamat, mereka tidak dirahmati, tidak diampuni dosanya, dan bagi mereka azab teramat pedih. Pemimpin yang pendusta, tua bangka yang berzina, dan orang miskin yang sombong." (HR Abu Daud).

Jika masih belum takut juga, maka ingatlah doa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tentang pemimpin yang gemar menyusahkan rakyatnya.

“Ya Allah, barang siapa yang mengurus urusan umatku lalu dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia. Dan barang siapa yang mengurus urusan umatku lalu dia mengasihi mereka maka kasihilah dia.” (HR. Muslim)

Terakhir, inilah ancaman bagi pemimpin tukang tipu, “Siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka.” (HR. Ahmad).

Jika tangan rakyat sudah menengadah, tak ada penghalang antara dia dengan Allah Ta’ala. Doa orang terzalimi pasti makbul. Apalagi di bulan mustajab doa, maka berhati-hatilah menetapkan kebijakan. Mungkin kekuasaaan itu tak jatuh sekarang, tapi siapa berani menduga?

Kapan saja Allah bisa robohkan istana nan megah itu hanya dengan jentikan-Nya. Kisah Namrud dan Fir’aun harusnya cukup menjadi pelajaran berharga.

Pemimpin zalim tak ada yang bernasib mujur. 


*) Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban