OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 10 Juni 2020

3 Faktor yang Bikin Publik Mulai Malas Percaya Lembaga Survei Politik, Tak Sadar Tertipu

3 Faktor yang Bikin Publik Mulai Malas Percaya Lembaga Survei Politik, Tak Sadar Tertipu





10Berita, Nama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto masih menjadi sosok terkuat pilihan rakyat pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 nanti.

Hal itu dapat dilihat dari hasil survei yang dirilis Indikator Politik Indonesia per Mei 2020. Survei tersebut menunjukkan bahwa Prabowo Subianto berada di nomor urut wahid dengan elektabilitas 14,1 persen. Dia mengangkangi 14 tokoh lainnya dalam survei.

Namun demikian, hasil survei tersebut diragukan oleh analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun.

Ubedilah menilai bahwa sejak Pemilu 2014, kredibilitas lembaga survei sudah diragukan. Dia pun menjadi menjadi salah satu yang ragu dengan hasil lembaga survei.

“Sejak 2014 publik sudah ragu pada lembaga survei,” terangnya, Rabu (10/6).

Keraguan itu pun diakibat beberapa hal. Pertama, lembaga survei acapkali menjadi bagian atau pernah menjadi bagian penting dari tokoh-tokoh yang di survei, baik menjadi konsultan partai politiknya maupun tim suksesnya.

“Silakan cek ke semua DPP partai politik lembaga survei tersebut menjadi bagian dari konsultan atau lembaga risetnya partai atau tim survei dari tim sukses sang tokoh. Bagaimana bisa berlepas diri dari kepentingan subyektifnya?” ujar Ubedilah Badrun.

Kedua, sambung Ubedilah, lembaga survei selalu menolak membeberkan data mentah survei untuk dapat diakses oleh publik.

“Ini soal uji kebenaran metodologi. Apa benar metodologinya? Dari teknik sampling, pengumpulan data, analisa data, sampai interpretasi data. Benarkah survei tersebut metodologinya? Bagaimana membuat kesimpulan dari survei yang dilakukan via wawancara sambungan telepon?” kata Ubedilah.

Terakhir, kata Ubedilah, keraguannya kepada lembaga survei tersebut lantaran persoalan biaya yang digunakan dalam melakukan survei. Sebab, hingga saat ini belum ada lembaga survei yang keuangannya bisa diakses secara transparan.

“Ini juga problem yang memiliki korelasi. Sebab sedikit banyak pembiayaan survei itu tentu memiliki motif atau tujuan. Pada titik itu lembaga survei sulit untuk tidak bias kepentingan,” tegasnya.

“Ada ruang yang mungkin agar hasil surveinya tidak sepenuhnya di publikasi. Saya kira tiga argumen itu yang membuat keraguan publik pada lembaga survei juga muncul,” pungkas Ubedilah.[pojoksatu]


Related Posts:

  • Kisah Haru Pemilik Restoran Tertua di Nablus Kisah Haru Pemilik Restoran Tertua di Nablus 10Berita~RESTORAN Fuad Halawa telah buka sejak tahun 1936 di jantung kota tua Nablus di Tepi Barat utara. Restoran ini adalah restoran tertua yang masih beroperasi di kota ini. Ma… Read More
  • Teladan Sang Penakluk Konstantinopel Teladan Sang Penakluk Konstantinopel 10Berita, JAKARTA -- Dunia Barat terkejut dengan penaklukan Konstantinopel. Penaklukan tersebut sekaligus menandai berakhirnya runtuhnya kekaisaran Romawi. Adalah sosok Muhammad Al-Fatih,… Read More
  • Risalah Untukmu, Pemuda Risalah Untukmu, Pemuda 10Berita,  JAKARTA -- Tak heran bila, pemikir Muslim asal Mesir, Hasan al-Banna, dalam Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin menyampaikan pesan beliau kepada para pemuda. "Suatu gagasan akan… Read More
  • Substansi Peradaban Islam Terletak pada Ilmu Substansi Peradaban Islam Terletak pada Ilmu 10Berita, JAKARTA -- Peran pemuda tidak terbatas dalam bidang kemiliteran, tapi juga keilmuan. Justru, tradisi ilmu inilah yang giat dikembangkan oleh para pemikir dan cendek… Read More
  • Prajurit Utsmaniyah Terakhir Penjaga Masjid al-Aqsha Prajurit Utsmaniyah Terakhir Penjaga Masjid al-Aqsha 10Berita, JAKARTA -- Kekhalifahan terakhir, Utsmaniyah menjelang keruntuhannya terpaksa menyisakan sedikit pasukan untuk melindungi situs suci di Palestina. Amanah yang su… Read More