10Berita, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) saling silang pendapat soal RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) di sidang paripurna DPR. PKS menolak RUU HIP, sementara PDIP menilai pembahasan RUU HIP harus dikembalikan kepada prosesnya bagaimanapun keputusannya nanti.
“Perguliran aspirasi RUU HIP mendapat reaksi yang luas sekali. Publik dan kelompok masyarakat menyuarakan penolakan dengan lantang. Tentunya hal ini harus kita dengar dengan baik dan kita respons dengan bijak. Kita wakil mereka semua,” kata anggota Fraksi PKS Habib Aboe Bakar Al Habsyi saat menginterupsi rapat paripurna DPR yang juga digelar secara virtual, Kamis (18/6/2020).
RUU HIP yang merupakan usulan DPR itu menuai kontroversi publik. RUU HIP menjadi polemik karena terdapat muatan trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan, dan ekasila, yaitu gotong royong. RUU HIP juga menyulut kontroversi karena tidak menyertakan Tap MPRS mengenai pembubaran PKI dalam konsideran ‘mengingat’ di draf RUU tersebut.
Tap MPRS mengenai pembubaran PKI itu bernama lengkap Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.
“Jika masyarakat mayoritas sudah melakukan penolakan, jika MUI menolak, jika NU menolak, lembaga-lembaga pemuda juga menolak, veteran-veteran TNI pun menolak, artinya suara publik ini sudah muncul semuanya. Lantas kita mau apa?” ucap Aboe Bakar.
“Masyarakat saat ini sedang menghadapi persoalan serius yaitu pandemi. Banyak yang menjerit karena PHK, belum lagi mereka yang menjerit karena tiba-tiba tagihan listrik melonjak naik, pegel mereka tuh lihatnya. Mereka juga butuh perhatian kita. Kita mesti fokus menangani dampak Covid-19 ini,” lanjut anggota Komisi III DPR RI itu.
Aboe Bakar meminta agar RUU HIP ini dibatalkan saja. Apalagi pemerintah juga sudah menyatakan agar RUU HIP ditunda pembahasannya.
“Pemerintah sudah menyatakan akan menghentikan pembahasan RUU ini, saya bangga dan bahagia. Alangkah lebih baik jika kita batalkan saja RUU ini. Kita sampaikan pada publik bahwa RUU ini akan di-drop, tentu ini akan membuat masyarakat adem,tenteram, nyaman. Ini akan mengurangi gejolak dan tentu akan berdampak baik pada imunitas masyarakat kita dalam menghadapi Covid-19 ini,” terang Aboe.
Namun anggota Fraksi PDIP, Aria Bima berbeda dengan Aboe Bakar. Meski ia mengakui memang ada banyak pandangan yang bergulir di masyarakat menyangkut RUU HIP, Aria Bima mengingatkan pembahasan RUU ini sudah melalui persetujuan di sidang paripurna.
“Kita perlu mendengarkan betul-betul apa yang berkembang di masyarakat. Tapi RUU itu inisiatif dari DPR yang prosesnya berawal dari kesepakatan fraksi-fraksi yang muncul dari Baleg dibawa ke paripurna. Semuanya sudah memberikan dukungan,” ujar Aria Bima.
Wakil Ketua Komisi VI DPR ini juga mengingatkan agar seluruh pihak mengikuti prosedur yang berlaku terhadap sebuah keputusan terkait RUU. Sekalipun nantinya diputuskan pembahasan RUU ini akan ditunda, Aria Bima meminta agar dilakukan sesuai prosedur.
“Ini kan lucu, dari proses di Baleg, pandangan dari masing-masing poksi-nya sudah memberikan pandangan-pandangan untuk dibawa ke paripurna. Di paripurna juga tidak ada yang memberikan catatan-catatan. Tapi seolah-olah kemudian di publik lepas tangan, begitu saja dengan menyalahkan beberapa orang, beberapa partai saja,” paparnya.
“Saya sangat menyayangkan, jangan begitulah. Kalau sudah inisiatif di DPR, kalau toh akan kita anulir, atau kita bahas kembali, saya mohon kepada pimpinan untuk mengembalikan pada proses jalannya persidangan bagaimana UU itu perlu dimatangkan kembali, perlu dicermati lagi, atau mengundang seluruh yang keberatan dalam rapat dengar pendapat oleh panja atau pansus yang akan dibentuk,” lanjut Aria Bima.
Aria Bima kemudian bicara soal dinamika dalam proses pembahasan RUU HIP ini. Menurutnya, masyarakat Indonesia memang terbiasa berbeda pendapat.
“Kalau ada yang melihat tafsir-tafsir lain itu adalah dinamika. Sama dengannya saat merumuskan Pancasila, bangsa ini sudah terbiasa berbeda pendapat, sudah terbiasa negosiasi. Itulah politik, baik NU, Muhammadiyah, kalangan nasionalis, kalangan budayawan, rohaniwan, intelektual sudah terbiasa dengan dinamika,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin yang memimpin sidang paripurna memutuskan perihal pembahasan RUU HIP dikembalikan ke alat kelengkapan dewan (AKD), dalam hal ini Badan Legislasi (Baleg). Ini agar tidak terjadi silang pendapat antar-anggota dewan.
“Supaya tidak ada silang pandangan, kita tegakkan aturan, mekanisme, tata tertib yang telah kita pegang, khususnya yang telah kita sahkan bersama-sama,” kata politikus Golkar tersebut.
“Berdasarkan hal tersebut, terangnya, dengan segala hormat, nanti kami kembalikan kepada Badan Legislasi yang akan melakukan harmonisasi secara mekanisme dan tata tertib yang berlaku,” tutur Aziz, sebagaimana dikutip detik.com. []
Sumber:SALAM-ONLINE: