Imam Shamsi Ali: Islam Bangkit di Amerika Serikat Usai 9/11
10Berita, Kuantitas dan kualitas Muslim di Amerika Serikat (AS) semakin membaik. Terutama pascaserangan terorisme yang mengatasnamakan Islam pada 9 September 2001.
Hal ini disampaikan Presiden Nusantara Foundation, Imam Shamsi Ali, saat Halal bi Halal Nasional Jaringan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI) bersama Tokoh Nasional, Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Timur Tengah pada Sabtu (6/6/2020).
Imam Shamsi menyampaikan, Islamofobia bukan barang baru di Amerika Serikat, karena Islamofobia adalah catatan historis negara Amerika Serikat. Islamofobia menjadi sangat tampak saat terjadi tragedi 11 September 2001.
"Tapi tragedi 11 September ini hanya puncaknya saja. Karena seolah-olah bangsa Amerika Serikat saat itu telah menemukan pembenaran bahwa yang dituduhkan pada Islam saat itu adalah benar," kata Imam Shamsi saat Halal bi Halal Nasional JATTI, Sabtu (6/6).
Direktur Jamaica Muslim Center di New York ini mengatakan, Islam dituduh sebagai agama kekerasan dan sebagai agama teroris di Amerika Serikat. Ternyata Amerika Serikat diserang teroris dan kebetulan itu adalah orang-orang Islam, maka 11 September dijadikan sebagai pembuktian tuduhan-tuduhan kepada Islam selama ini.
Manusia punya rencana tapi Insya Allah rencana terbaik dan yang berlaku adalah rencana Allah SWT. Ternyata peristiwa 11 September menjadi momentum kebangkitan Islam di Amerika Serikat. Sampai saat ini disebutkan di mana-mana bahwa setiap tahun sekitar 20 ribu orang AS memeluk Islam.
Imam Shamsi menyampaikan, sebelum peristiwa 11 September, yang banyak memeluk Islam adalah Afro Amerika yang ada di penjara. Setelah peristiwa 11 September, yang banyak memeluk Islam adalah kalangan Latin yakni orang-orang Hispanik.
"Mereka (Hispanik) orang-orang muda, berpendidikan, profesional, sehingga Islam semakin dikenal bukan saja secara kuantitas tetapi yang terpenting adalah secara kualitasnya, ada dua orang wanita Muslimah yang terpilih menjadi kongres dan membuat catatan sejarah baru dalam sejarah Amerika Serikat," ujarnya.
Ia mengatakan, ada satu fakta yang harus diyakini dan menjadi keyakinan umat Islam bahwa Islam semakin ditindas akan semakin terangkan. Semakin diredam akan semakin maju. Ini bukan sebuah konsep tapi berdasarkan pengalaman yang dialami di AS.
Ketika Donald Trump terpilih tentu tahu ia adalah presiden yang karakternya tidak menampakan sebagai seorang presiden. Trump adalah seorang yang sangat anti Islam. Mungkin ia adalah satu-satunya presiden yang tidak mengucapkan selamat Ramadhan dan Idul Fitri.
"Ada tradisi buka puasa di White House, selama Donald Trump (jadi presiden) tidak pernah melakukan buka puasa di White House, itu satu indikasi kecil bahwa presiden Amerika Serikat sekarang orang yang cukup anti agama Islam," jelasnya.
(Imam Shamsi Ali)
Imam Shamsi mengungkapkan, kalau dulu Islamofobia dari pinggir jalan, sekarang islamofobia keluar dari White House dalam bentuk ragam kebijakan. Salah satu kebijakan Trump 2017 adalah mengeluarkan aturan melarang orang Islam masuk Amerika Serikat.
"Alhamdulillah sekali lagi justru di saat Trump mengeluarkan aturan seperti itu, banyak dikalangan orang AS yang menentang (kebijakan Trump itu), saya masih ingat April 2017 melakukan demonstrasi besar-besaran di New York temanya 'Today I am A Muslim Too', puluhan ribu orang keluar ke pusat kota New York, banyak dari Yahudi, Kristen, dan Buddha menyatakan hari ini saya juga Muslim, artinya kita berhasil membangun solidaritas dan simpati," ujarnya.
Halal bi Halal Nasional JATTI bersama Tokoh Nasional dan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Timur Tengah dihadiri sejumlah tokoh. Di antaranya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Din Syamsuddin, Ustaz Abdul Somad, Buya Yahya, dan lain-lain. [Republika]