Oleh: Taufiq Ishaq
10Berita – Persidangan kasus penyiraman air keras Novel Baswedan hampir berada di babak akhir. Tiga tahun sudah publik dibuat bingung dengan pelarian para terdakwa. Tak disangka, pelaku ternyata oknum kepolisian sendiri.
Setelah tiga tahun pencarian, lalu dilanjutkan dengan sidang di pengadilan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) melayangkan tuntutan satu tahun penjara. Jaksa memang punya hak untuk memberikan tuntutan kepada terdakwa. Tapi satu tahun untuk orang yang buron selama tiga tahun, ya wajar masyarakat heran.
Tuntutan ini jelas berbeda dengan apa yang dialami Ruslam, pria asal Pekalongan. Tindakannya tidak jauh beda dengan Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis, yaitu menyiram air keras. Ruslam dituntut JPU 8 tahun penjara karena menyiram air keras kepada istri dan mertuanya. Lalu, Majelis Hakim PN Pekalongan memvonis Ruslam di atas tuntutan jaksa yaitu 10 tahun.
Tak sedikit masyarakat yang justru menganggap tuntutan ini hanya guyonan. Novel Baswedan sendiri menganggap tuntutan itu seperti lelucon besar yang dipertontonkan. Di akun twitternya, ia berkali-kali memention akun presiden Jokowi.
Novel juga meminta agar Jokowi segera memberikan tanggapan atas kasusnya. Mengingat Novel merupakan penyidik KPK yang bertugas menghilangkan praktek korupsi di Indonesia. Sebab, jika kasus ini tidak memberikan keadilan bagi korban, maka masyarakat makin tidak percaya pada penegakan hukum. Sekelas Novel saja disikapi begini, bagaimana dengan warga biasa?
Salah satu Komika Indonesia, Bintang Emon yang viral dengan konten DPO-nya turut memberikan sindiran terhadap kasus ini. Tentu dengan gaya komedi. Menurutnya tidak wajar jika penyiraman ini tidak sengaja. “Katanya kaga sengaja, tapi niat bangun subuh,” kata Bintang dalam video yang sudah ditonton 5 juta kali di akun instagramnya.
Pasca tuntutan dibacakan juga berseliweran meme yang membuat kita-kita terpingkal. Salah satu meme yang viral adalah adanya seorang pria yang menyiram air ke wajah orang di depannya. Di atas penyiram dituliskan “Eh maaf nggak sengaja”. Selera humor masyarakat kita perlu diakui tinggi.
Memang dalam melawan ketidakadilan tak melulu dengan menjabarkan teori formil. Karena masyarakat barangkali sudah jengah menyampaikan pendapat yang argumentatif, penuh dengan kaidah ilmu hukum, sarat akan asas-asas hukum.
Dalam doktrin hukum pidana saja mengenal berbagai kesengajaan (dolus). Ada Aberratio ictus, Dolus premeditates, Dolus determinatus, Dolus indeterminatus, Dolus alternatives, Dolus directus, Dolus indirectusya. Saya duga anda saja tidak membaca macam kesengajaan ini sampai akhir bukan?
JPU saya yakin justru hafal dengan semua teori itu, mereka pasti pintar-pintar. Tapi kenapa justru bersikap seperti pengacara terdakwa? Ini yang masih membuat kita semua bingung. Maka, bisa dimaklumi ketika publik lebih condong menyikapi dengan guyonan dibanding menyusun argumen hukum untuk membantah. Meski demikian, guyonan tak bisa diremehkan. Ia adalah bom waktu yang tinggal menunggu kapan meledak.
Untuk saat ini, menertawakan jaksa kasus Novel bisa jadi opsi. Itung-itung mengurangi beban pikiran di tengah pandemi. Sudah kantong kering, dihadapkan keadilan yang makin kesini makin surut. Namun, masih ada secercah harapan yaitu pada vonis hakim. Kita berharap, hakim bisa memutus perkara ini berdasarkan logika dan nurani yang baik, berpihak pada keadilan.
Sumber: kiblat