OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 15 Juni 2020

Mengapa Dinamakan Laut Merah?

Mengapa Dinamakan Laut Merah?


Masjid Fatimah Az Zahra di tepi laut merah kawasan Jeddah.

10Berita --- Oleh Syahrudin El-Fikri

Ada sisi menarik mengapa Laut Merah dinamakan Laut Merah. Banyak cerita di masa lampau yang mengaitkan kondisi Laut Merah dengan warnanya.

Ada yang menyebutkan, lautan itu berwarna merah karena banyak darah dari binatang-binatang yang mati dan membusuk.

Namun, ada pula yang menyebutkan, lautan itu berwarna merah karena ada sebuah batu di dasar laut yang mengeluarkan cahaya berwarna kemerahan.

Pada abad ke-20, orang Eropa menyebut daerah tersebut dengan Teluk Arab. Herodotus dan Ptolemeus menyebutnya sebagai Arabicus Sinus. Air Laut Merah sendiri sebenarnya tidak beda dengan air laut yang lain.

Penjelasan-penjelasan ilmiah menyebutkan bahwa warna merah di permukaan muncul akibat Trichodesmium Erythraeum yang berkembang. Ada juga yang menjelaskan bahwa namanya berasal dari gunung kaya mineral di sekitarnya yang berwarna merah.

Ada yang mengaitkan penamaan merah itu dengan peristiwa yang terjadi di sungai Nil. Ketika Firaun mengklaim dirinya sebagai tuhan dan kaumnya menyembah berhala-berhala yang dipertuhankan, termasuk sungai Nil dan katak (kodok) yang dikeramatkan, Allah lalu menghukum mereka atas kesesatan yang dilakukan.

Menurut para penafsir Perjanjian Lama, yang dimaksud dengan 'darah' adalah perubahan sungai Nil menjadi merah. Hal ini dijelaskan sebagai suatu perumpamaan bagi berubahnya sungai Nil menjadi merah kental. Menurut sebuah penafsiran, yang mengakibatkan warna merah adalah sejenis bakteri.


Sungai Nil adalah sumber kehidupan utama bagi bangsa Mesir. Kerusakan apa pun yang terjadi pada sumber ini dapat berarti kematian bagi seluruh Mesir.

Jika bakteri telah menutupi seluruh permukaan sungai Nil sampai mengubahnya berwarna merah, setiap mahkluk hidup yang menggunakan air tersebut akan terinfeksi oleh bakteri ini.

Penjelasan terbaru tentang penyebab merahnya warna air telah menunjuk protozoa, zooplankton, ganggang (fitoplankton) air asin atau tawar, dan dinoflagellata sebagai kemungkinan penyebab perubahan warna air.

Semua jenis ini, baik tumbuhan, jamur, maupun protozoam mengisap oksigen dari dalam air dan menghasilkan racun yang berbahaya, baik bagi ikan maupun katak.

Patricia A Tester dari National Marine Fisheries Service yang menulis dalam Annals of the New York Academy of Science mencatat bahwa walau kurang dari 50 spesies dari sekitar 5.000 spesies fitoplankton yang dikenal, itu beracun. Spesies beracun tersebut dapat membahayakan kehidupan air.

Di masa Firaun, rangkaian bencana seperti ini tampaknya terjadi. Menurut skenario ini, ketika sungai Nil tercemar, ikan-ikan pun mati dan bangsa Mesir kehilangan salah satu sumber nutrisinya yang sangat penting.

Tanpa ikan pemangsa, katak-katak dapat berkembang biak dengan sangat bebas di kolam-kolam dan di sungai Nil hingga melimpahi sungai. Kemudian, menghindari lingkungan beracun dan membusuk dengan berpindah ke daratan. Di sini, mereka mati dan terurai bersama ikan-ikan.

Sungai Nil dan tanah yang berdekatan dengannya membusuk dan airnya berbahaya untuk diminum atau digunakan untuk mandi. Terlebih lagi punahnya spesies katak menyebabkan berbagai jenis serangga, seperti caplak dan kutu berkembang biak secara besar-besaran.

Laut Merah muncul karena pemisahan Jazirah Arab dari benua Afrika yang dimulai sekitar 30 juta tahun yang lalu dan masih berlanjut sampai sekarang. Suhu permukaan laut selalu konstan sekitar 21-25 derajat Celcius dengan jarak penglihatan 200 meter.

Namun, sering terjadi angin kencang dan arus lokal yang membingungkan. Kota-kota yang terdapat di pesisir Laut Merah antara lain Jeddah, Sharm el Sheikh, Pelabuhan Sudan, dan Eilat.

Adapun negara-negara yang berbatasan dengan Laut Merah adalah Mesir, Israel, dan Yordania di sebelah utara. Sudan dan Mesir di pesisir barat; Arab Saudi dan Yaman di pesisir timur; Somalia, Djibouti, dan Eritrea di pesisir selatan.

Sumber: Republika