Hukum Berkurban 1 Ekor Kambing Untuk Satu Keluarga di Idul Adha 2020 Nanti, Ini Paduannya
10Berita- Bolehkah berkurban 1 ekor kambing untuk satu keluarga di Idul Adha 2020 nanti?
Selain dikenal dengan hari raya haji, Idul Adha 2020 juga disebut sebagai hari raya kurban. Bagi tiap muslim yang mampu, berkurban merupakan salah satu ibadah sunnah yang mendapatkan pahala besar.
Ustadz Muhlidi Sulaiman S.Ag MA, ulama di Banjarmasin, menjelaskan bahwa amalan yang paling afdal pada 10 Zulhijjah adalah berkurban.
Lalu siapa saja golongan yang boleh melakukan kurban dan bagaimana ketentuan hewan yang dikurbankan?
Ibadah kurban hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan)bagi orang yang mampu melakukannya lalu ia meninggalkan hal itu, maka ia dihukumi makruh.
Ilustrasi - Hewan kurban kambing di Masjid Mujahidin Pontianak beberapa waktu lalu. (TRIBUN PONTIANAK/ANESH VIDUKA)
Mampu di sini adalah punya kelebihan dari makanan pokok, pakaian dan tempat tinggal untuk
dirinya dan keluarganya di hari raya Idul Adha dan hari Tasyrik.
Kalau sudah mampu berkurban maka kita laksanakan dan kita serahkan penyelenggaraannya kepada panitia pelaksana ibadah kurban.
Mengenai tata aturan berkurban sesuai syariat Islam terkait hewan kurban, maka boleh berkurban satu kambing atas nama seluruh keluarga.
Hal ini sesuai dengan beberapa hadist di antaranya:
1. Hadist dari ‘Atho’ bin Yasar, ia berkata:
سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الأَنْصَارِيَّ كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَ : كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ، فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ
Artinya: “Aku pernah bertanya pada Ayyub Al Anshori, bagaimana qurban di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”
Beliau menjawab, “Seseorang biasa berqurban dengan seekor kambing (diniatkan) untuk dirinya dan satu keluarganya. Lalu mereka memakan qurban tersebut dan memberikan makan untuk yang lainnya.” (HR. Tirmidzi)
2. Hadist dari Abu Ayyub ra. ia berkata:
كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ
Artinya: ”Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai kurban bagi dirinya dan keluarganya.” (HR. Tirmidzi)
Juga Nabi SAW yang berkurban untuk dirinya dan seluruh umatnya.
Ketika Rasulullah SAW menyembelih kambing kurban, beliau mengatakan:اللّهُمّ هَذَا عَنِّي، وَعَمَّنْ لَـمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي
Artinya: “Ya Allah ini –kurban– dariku dan dari umatku yang tidak berkurban.” (HR. Abu Daud)
Benar bahwa kurban bagi yang mampu. Jika ia mampu, silahkan berkurban.
Jika suami yang berkurban, atas namakanlah untuk seluruh keluarga agar semua mendapatkan pahala dan keutamaan.
Baiknya memang hewan kurban disembelih sendiri sehingga kita bisa mengikrarkan niat sesuai dengan kehendak kita.
Jika tidak, boleh diwakilkan ke panitia kurban.
Jika panitia kurban tidak mau mengatasnamakan seluruh keluarga, karena ia berpaham bahwa satu kurban hanya untuk satu orang, ikrar dari penyembelih tidak berpengaruh, karena kambing kurban itu bukan miliknya.
Yang dijadikan sandaran adalah niat dari pemilik hewan kurban.
Jadi, tidak perlu khawatir dengan niat penyembelih.
Terkait niat ini, Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ.
Artinya: Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab ra, dia berkata,
“Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.
Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya.
Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. (HR. Bukhari Muslim).
Jika waktu kurban bersamaan dengan waktu anak-anak kembali masuk sekolah, sementara ia butuh dana untuk anaknya yang masih sekolah, maka dahulukan biaya pendidikan anak.
Hal ini, karena mendidik anak merupakan tanggung jawab dan menjadi kewajiban orangtua, sementara kurban merupakan perkara sunnah.
Terkait kewajiban mendidik anak, sesuai dengan firman Allah berikut:
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
“Dan orang-orang yang beriman, dan anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (Ath Thuur: 21).
Agar anak-anak dapat terjaga imannya, di antaranya dengan cara memberikan pendidikan yang baik kepada mereka.
Karena pendidikan akan memberikan pengetahuan kepada anak mengenai hak dan kewajiban serta dapat menjadi bekal guna mengarungi kehidupan.
Hal ini karena bekal terbaik bagi manusia adalah ilmu pengetahuan.
Hal ini juga sesuai dengan hadist berikut:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Artinya: “Jika seorang manusia meninggal, terputuslah amalnya, kecuali dari tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang berdoa untuknya” (HR. Muslim).
Juga sabda Nabi Muhammad SAW:
ما نحل والد ولده أفضل من أدب حسن
Artinya: “Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orangtua kepada anaknya selain pendidikan yang baik.” (HR. Al Hakim).
كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَاْلأَمِيْرُ رَاعٍ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.
Artinya: “Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang Amir (raja) adalah pemimpin, seorang suami pun pemimpin atas keluarganya, dan isteri juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya. Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan diminta pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari Muslim)
Silahkan dahulukan pendidikan anak. Semoga dilapangkan rezkinya sehingga dapat melakukan ibadah berkurban di tahun selanjutnya. Wallahu a’lam.
* Kapan Pelaksanaan Kurban?
Adapun aturan bagi yang berkurban, yang tidak diperbolehkan adalah apabila sudah masuk bulan Zulhijjah maka dilarang bagi yang sudah ingin melaksanakan kurban memotong kuku dan rambut.
Dan tidak dilarang untuk memakan sebagian dari daging kurbannya.
"Makannya biasanya panitia kurban memberikan sebagian daging kurban untuk yang berkurban dan ditambah dengan hati dan jantung kepada orang yang berkurban," jelas Ustadz Muhlidi.
Mengenai tuntunan berkurban, disebut al-Udlhiyyah الأضحية yaitu nama untuk binatang ternak (unta, lembu dan kambing) yang disembelih pada hari raya Idul Adlha dan tiga hari tasyriq, semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta'aala.
Penyembelihan binatang ternak dapat disebut sebagai kurban jika memenuhi tiga kriteria:
a. Binatang yang disembelih adalah binatang ternak (unta, sapi dan kambing)
b. Disembelih pada hari raya ‘Idul Adlha dan hari tasyriq
c. Disembelih dengan tujuan mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah.
Sahabat Anas bin Malik bercerita:ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عليه وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقَرْنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
“Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wasalam menyembelih hewan qurban berupa dua kambing domba yang berwarna putih kehitam-hitamn dan bertanduk, Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wasalam menyembelihnya sendiri dengan membaca bismillah, takbir dan meletakkan kakinya disamping lehernya hewan tersebut”. (HR. Al Bukhari).
* Syarat-syarat Berkurban seperti dilansir dari laman serambinews.com (tayang Minggu 12 Juli 2020)
1. Seorang muslim atau muslimah
2. Usia baligh
Keluar mani (bagi anak laki-laki dan perempuan) pada usia 9 (sembilan) tahun hijriah.
Keluar darah haid usia 9 (sembilan) tahun hijriah (bagi anak perempuan)
Jika tidak keluar mani dan tidak haid maka di tunggu hingga umur 15 tahun.
Dan jika sudah genap 15 tahun maka ia telah baligh dengan usia yaitu usia 15 tahun.
3. Berakal
Orang gila tidak diminta untuk melakukan kurban, akan tetapi sunnah bagi walinya untuk
berkurban atas nama orang gila tersebut atau diambilkan dari harta orang gila, jika walinya
adalah ayah atau kakeknya.
4. Merdeka
Seorang budak tidak dituntut untuk melakukan kurban.
5. Mampu
Mampu disini adalah punya kelebihan dari makanan pokok, pakaian dan tempat tinggal untuk
dirinya dan keluarganya di hari raya Idul Adha dan hari Tasyrik.
6. Rosyid
Bukan orang yang Mahjur ‘Alaih (orang yang tidak diperkenankan bertransaksi dengan hartanya, baik karena tidak sempurna akalnya atau karena pailit yaitu orang yang terlilit hutang, hingga semua hartanya pun tidak akan cukup untuk membayar hutangnya).
Maka bagi siapa pun yang memenuhi syarat-syarat tersebut telah masuk dalam golongan orang
yang dianjurkan untuk bisa berkurban dan akan menggugurkan sunnah kifayah bagi yang lainnya.
Sumber:Banjarmasinpost.co.id