Layakkah Gibran Jadi Pemimpin?
Layakkah Gibran Jadi Pemimpin?
Oleh: Kang Iyus
Politik dinasti tidak akan bisa dihindarkan karena jabatan jadi tawaran menggiurkan. Tidak penting soal kaderisasi, kepentingan akan cepat mengamputasi. Power sharing kekuasaan jadi model bujukan untuk padamkan api kekecewaan. Berpolitik sekedar mencari kekuasaan dengan niatan pengabdian, pasti akan berbeda dalam menyikapi ajakan.
Ahmad Purnomo mengaku menolak pemberian jabatan sebagai ganti ketidakterpilihan sebagai calon wali kota tersalip putra mahkota. Beliau lebih memilih mundur sebagai kader partai sebagai jawaban kekecewaan.
Apa artinya kaderisasi dan loyalitas kalau akhirnya harus pupus di hempas koneksi.
Bagaimana negeri ini bisa maju kalau lingkaran kekuasaan dikuasai segelintir golongan. Tidak ada yang salah siapapun ingin jadi pemimpin, terlebih pemimpin muda. Hanya saja kualitas dan etika harus jadi ukuran.
Kita ini seolah kurang stock orang cerdas dan berkualitas. Liat bagaimana saat ini negara dikelola bukan dengan keilmuan tapi hanya kepentingan, bukan pengabdian tapi bagi jatah kekuasaan. Tak perduli rakyat sengsara, yang penting jatah partai masih aman atau tidak.
Andai hati rakyat sudah terbuka semua, jangan-jangan pemilu kedepan mayoritas rakyat tidak memilih ketika partai menyodorkan calon yang bermodalkan popularitas dan elektabilitas bukan kualitas.
Lalu layakah Gibran berkuasa?
Tentunya, kalau soal popularitas dan elekabilitas dengan mudah disulap lembaga survei dalam hitungan hari. Menjadi persoalan apa dia memiliki kemampuan atau seperti sang ayah cukup polesan media, akhirnya rakyat berteriak karena kekecewaan.
Semua kembali berpulang kepada rakyat Solo. Kalau Gibran menang, maka bersiaplah demokrasi rasa monarki akan jadi model politik kita. Solo itu start awal menuju kekuasaan puncak.
Akhirnya, jadi pertanyaan negara ini milik siapa? Sepertinya tercium kekuasaan negara ini akan diduduki beberapa klan saja. Tentu ini celaka besar, demokrasi akan semakin mundur. Kesempatan orang biasa dengan kualitas mumpuni akan digilas pemilik kekuasaan.
Jangan sampai kita menyesali semua kesalahan dengan memilih pemimpin bukan pemimpin.
Bangunlah orang-orang baik, cerdas dan berintegritas. Lantanglah bersuara demi menyelamatkan bangsa. Hadirlah ditengah rakyat yang butuh oase baru dalam perubahan. Lawanlah boneka kapitalis, bujuk dan sadarkanlah rakyat bahwa bangsa ini sedang tidak baik-baik saja.
Kita sudah muak melihat pemimpin seolah-olah.......... Kita butuh pemimpin sesungguhya bukan pemimpin karbitan karena titipan. Kita ingin bangsa ini maju bukan hancur. Karena masa depan anak cucu kita jadi taruhan.[]
Sumber: