OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 01 Juli 2020

Marak Pesepeda di Tengah Pandemi Covid, Dirjen Kemenhub: Mungkin Sepeda Bisa Disuruh Bayar Pajak

Marak Pesepeda di Tengah Pandemi Covid, Dirjen Kemenhub: Mungkin Sepeda Bisa Disuruh Bayar Pajak


10Berita- Meningkatnya jumlah pesepeda di tengah pandemi Covid-19 menyebabkan beberapa dampak yang kurang baik.

Termasuk salah satunya adalah bahaya yang mengincar, baik pesepeda maupun pengguna jalan lain.

Oleh karena itu, Kementerian Perhubungan buka suara soal fenomena ini.

Bersepeda menjadi salah satu jenis olahraga yang jadi pilihan favorit warga saat pandemi virus corona.

Bersepeda diyakini merupakan olahraga yang mampu menjaga kebugaran tubuh sebagai benteng pertahanan terhadap Covid-19. Jumlah penjualan sepeda mengalami peningkatan tajam.

Imbasnya di jalanan, pengguna sepeda melonjak drastis.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi menilai penggunaan sepeda perlu diatur mengingat kegiatan bersepeda semakin marak akibat pandemi Covid-19.

“Saya terus terang, sepeda harus diatur, apakah dengan peraturan menteri atau peraturan pemda, bupati, atau gubernur,” kata Dirjen Budi Setiyadi dalam diskusi virtual di Jakarta, seperti dilansirAntara, Sabtu (27/06).

Budi menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, sepeda termasuk dalam kategori kendaraan tidak digerakkan oleh mesin.


Karena masuk dalam kelompok bukan kendaraan bermotor, lanjut dia, pengaturannya berada di pemerintah daerah.

“Kami akan mendorong aturan ini di daerah, minimal dengan mulai menyiapkan infrastruktur jalan, DKI, Solo, Bandung, sudah menyiapkan juga, tinggal sekarang gimana aturannya,” kata Budi.

Selain itu, menurut dia, pengelompokan angkutan harus direvisi dalam UU Nomor 22/2009 karena semakin beragamnya jenis angkutan, termasuk angkutan listrik, seperti sepeda listrik, skuter, hoverboard, dan lainnya.

“Kalau waktu saya kecil, saya mengalami sepeda disuruh bayar pajak dan sebagainya. Mungkin bisa ke sana. Tapi ini sejalan revisi UU 22/2009, sudah diskusi dengan Korlantas Polri,” kata dia.

Budi mengaku, pihaknya juga sudah melakukan kajian di negara-negara yang kecenderungan penggunaan sepeda meningkat guna menghindari kontak fisik di kereta atau angkutan massal lainnya akibat pandemi Covid-19, salah satunya Jepang.

Namun, dia menjelaskan, terdapat perbedaan tujuan penggunaan moda ramah lingkungan tersebut.

Di Jepang terutama Tokyo, masyarakat menggunakan sepeda sebagai alat transportasi dari rumah ke kantor atau tempat perbelanjaan.

“Di Indonesia sekarang ini sepeda lebih untuk kegiatan olahraga dan jalan ramai-ramai, kemudian foto-foto. Sebenarnya, diharapkan sepeda ini dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari,” ungkap Budi.

Sebelumnya, pengamat transportasi Universitas Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno menilai sepeda menjadi salah satu moda transportasi yang direkomendasikan dalam kondisi normal baru.


“Bersepeda menjadi pilihan, karena selain menghindari kerumunan dalam ruang tertutup dan menghindari antre, bersepeda membuat kesehatan tubuh terjaga,” terang Djoko.

Moda tanpa bahan bakar tersebut juga mulai digunakan secara masif oleh negara Kolombia sebagai dampak pandemi Covid-19.

Kolombia setara dengan Indonesia yang masih sebagai negara berkembang.

Wali Kota Bogota (Kolombia) Claudia Lopez mempunyai kebijakan selama masa karantina menutup jalan sepanjang 117 km setiap hari agar pejalan kaki dan pesepeda dapat lebih leluasa bergerak.

Ia menuturkan, pada era kenormalan baru, banyak kota di mancanegara mengurangi kapasitas transportasi umum dan mengalihkan ke perjalanan menggunakan sepeda.

“Untuk perjalanan jarak pendek, moda sepeda dan berjalan kaki benar-benar dikembangkan sedemikian rupa (aman, nyaman, dan selamat), supaya tidak beralih ke penggunaan kendaraan pribadi secara berlebihan,” ungkap dia.

Sumber: NOVA.id