OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 02 Juli 2020

RR: Jangan Hanya Salahkan Menteri, Presiden Harus Introspeksi Diri!

RR: Jangan Hanya Salahkan Menteri, Presiden Harus Introspeksi Diri!





10Berita, Rizal Ramli tak mau berburuk sangka. Tidak penting menurut tokoh nasional yang juga ekonom senior itu mempersoalkan apakah Presiden Jokowi beneran marah atau hanya pura-pura marah.

"Memang banyak yang menduga-duga, ini marah beneran atau cuma drama doang. Saya sih nggak mau suudzon lah, orang marah ya marah saja, bisa dong orang marah," jawab RR, demikian Rizal Ramli disapa, dalam wawancara dengan Gigin Praginanto dari Bravos Radio, kemarin.

"Tapi persoalannya apa manfaatnya marah itu. Kalau marah tidak ada perubahan dalam kinerja, tidak ada perbaikan dalam ekonomi bangsa kita, ini marah yang percuma, marah yang sia-sia," katanya.

Menyimak pidato dalam video yang belakangan viral, mantan Menko Perekonomian era pemerintahan Abdurrahman Wahid itu menyimpulkan luapan amarah dan ancaman memecat menteri oleh Jokowi saat sidang kabinet paripurna di Istana Negara pada Kamis 18 Juni lalu dan baru terungkap ke publik lewat video yang dirilis Istana tiga hari setelahnya, dipicu karena tidak ada kemajuan, tidak ada terobosan dalam pengelolaan negara baik akibat pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian.

Misalnya terkait masalah kesehatan. Jokowi komplain meski ada budget Rp75 triliun namun yang terpakai baru 1,8 persennya. Tidak aneh banyak dokter yang mengeluh tidak ada Alat Pelindung Diri (APD) sehingga tingkat kematian petugas medis di Indonesia di tengah pandemi Covid-19 termasuk paling tinggi.

Lalu terkait masalah ekonomi. Jokowi marah lantaran hidup rakyat semakin susah, perusahaan-perusahaan yang gulung tikar makin banyak, tingkat pengangguran yang makin tinggi tetapi menteri terkait tidak punya terobosan, tidak ada kebijakan untuk mengatasi.

"Jelas pemerintah tidak mampu menyelesaikan masalah. Persoalannya dari pidato itu presiden kelihatan menyalahkan menteri-menterinya. Mungkin benar beberapa atau sebagian besar tidak punya kapasitas, tidak punya kemampuan untuk membalikkan keadaan dari negatif ke positifi. Istilahnya kemampuan turn arround. Secara makro ekonomi tidak ada yang punya track rercord. Yang ada malah bikin merosot, muncul skandal-skandal ekonomi dan keuangan," tutur RR.

"Tapi ada pertanyaan, kalau memang menterinya tidak punya kapasitas, apalagi ada beberapa yang aji mumpung, yang KKN, loh yang milih sopo? Dan sebagai presiden, Jokowi bisa setiap waktu memecat dan memilih yang baru. Kenapa tidak dilakukan dari dulu-dulu?" tanya RR.

Karenanya bagi RR yang pernah dipercaya menjadi anggota tim panel penasihat ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kondisi itu menguatkan kekhawatirannya sejak awal pembentukan Kabinet Indonesia Maju, bahwa penunjukkan manteri hanya sebagai hadiah atau balas budi kepada para pendukung dan sama sekali tidak mempertimbangkan track record dan kemampuan personal.

"Sebetulnya boleh saja menteri dari partai politik, biasa di negara demokrasi. Tapi ada minimum kriteria dari segi standar etika, kinerja, track record yang dijadikan pertimbangan. Kelihatannya ini tidak dipertimbangkan, yang penting usul dari partai disepakati," ungkap RR.

Bisa juga, menurut RR, masalahnya ada pada ketidakjelasan arahan Presiden. Kerjanya marah-marah tapi bingung sendiri memberikan arahan sehingga menteri tidak tahu apa yang harus dikerjakan.

"Kalau ini yang terjadi, kok bisa? Harusnya seorang presiden dikeliling orang-orang pinter dan hebat yang bisa memberikan nasihat. Tinggal menterinya laksanakan arahan,"

RR mencontohkan Presiden AS John F Kenedy. Prestasi akademik Kenedy saat mahasiswa di Harvard tidak menonjol. Tapi saat menjadi presiden, ia dikelilingi orang jago-jago. Misalnya, dibantu profesor sastra yang membuat quotation pidato Kenedy bagus-bagus. Ada ahli Rusia yang membuat kebijakan Kenedy terhadap Rusia terukur. Juga ada ahli ekonomi dan ahli lain-lainnya.

"Di dalam sistem demokrasi memang yang terpilih (menjadi presiden) itu yang populer, belum tentu yang paling mampu. Itu biasa. Oleh karenanya presiden punya kewajiban mengelilingi dirinya dengan orang-orang hebat, orang-orang pinter. Pertanyaan saya, Jokowi sudah punya penasihat presiden, staf ahli, ngapain aja kerjanya. Atau mereka bukan ahli beneran," singgung RR.

"Itu tadi, jabatan-jabatan itu diberikan karena balas budi, hanya sebagai hadiah karena pernah berjasa memberikan dukungan politik. Pejabat yang ditunjuk betul-betul tidak mampu menjawab tantangan Indonesia. Bukan kabinet profesional yang mampu menghadirkan solusi," tambah RR.

Karena itulah, menurut RR, tidak cukup bagi Jokowi memarahi para menteri. Sebagai presiden, Jokowi justru harus sadar diri karena berbagai persoalan bangsa hingga saat belum teratasi dan malah kondisinya makin parah.

"Masa hanya menterinya yang disalahin, apa presiden Jokowi nggak introspeksi. Kuncinya ada di dia. Dia bisa pecat dan ganti menteri any time. Salah kan diri sendiri karena memilih menteri, memilih tim ahli, staf ahli hanya sebagai ucapan terima kasih dan tidak punya kemampuan untuk memberikan solusi yang terbaik dalam mengatasi masalah," demikian kata Rizal Ramli.[katta]

Sumber: konten islam