STAN Ditutup Akibat Pertumbuhan Radikalisme?
10Berita, Jakarta: Mantan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2014-2019, Sudirman Said menyayangkan penutupan sementara Politeknik Keuangan Negara (PKN) STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara). Apalagi jika penutupan itu dikait-kaitkan dengan isu radikalisme.
“Jika benar penutupan STAN karena isu radikalisme, ini akan jadi skandal bernegara. Sejarah akan mencatat kekeliruan pandangan dan kekeliruan langkah ini. Semoga Bu Menteri dan seluruh penentu kebijakan dalam urusan STAN ini sempat memikirkan dalam-dalam,” kata Sudirman Said di Brebes, Jawa Tengah, Jumat (10/7/2020).
Lebih lanjut, Ketua Alumni STAN 2014-2016 ini menyatakan, orang yang menuduh radikal harus belajar membedakan antara gairah beragama (kesalehan), usaha menjaga kelurusan hidup, dan pandangan radikal dalam politik.
Menurut dia, yang memberi stempel radikal lebih banyak mereka yang punya cara pandang politik. Berbahaya kalau cap radikal disematkan oleh orang yang tidak menjalankan agama dengan baik, apalagi oleh orang yang berbeda agama.
Sudirman Said (Dok. RRI)
“Menjadi orang yang saleh, menjalankan agama dengan segala simbolnya, sesungguhnya sama dengan mengamalkan Pancasila, sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalau rajin mengaji, rajin sembahyang, menampilkan simbol beragama disebut radikal, itu sama artinya dengan mengatakan yang mengamalkan Pancasila adalah radikal,” tegas Sudirman.
Dosen mata kuliah Kepemimpinan di STAN ini menambahkan, mahasiswa STAN banyak yang berafiliasi dengan masjid kampus, dan meneruskan kebiasaan di kantor ketika sudah bekerja. Banyak di antaranya yang melakukan itu untuk menjaga integritas agar tidak larut dengan praktik korupsi dan suap menyuap.
Menjaga integritas dalam alam seperti sekarang, terangnya, memang memerlukan keteguhan sikap. Saat ini banyak sekali pihak yang dicap radikal karena bicara kebenaran, bicara idealisme.
“KPK saja distempel radikal. Pertanyaanya, apakah negara mau melegitimasi tuduhan seperti itu. Padahal keteguhan menjaga prinsip itu dianjurkan oleh ajaran Pancasila,” tandas dia
Sudirman berharap, moratorium belum menjadi keputusan final. Karena lulusan STAN terbukti diperlukan banyak Lembaga, baik pemerintahan maupun swasta.
Selain itu STAN adalah simbol harapan bagi anak anak orang biasa yang ingin memperoleh pendidikan bermutu, dan masa depan yang lebih baik. Banyak sekali anak anak dari kalangan orang biasa bahkan keluarga yang amat miskin naik kelas secara bermartabat karena pendidikan di STAN.
“Dengan seleksi yang amat kompetitif dan proses pendidikan yang ketat, kampus ini menjadi penyeleksi talenta terbaik. Mereka menyebar di organisasi pemerintah yang mengurus keuangan negara. Impact-nya amat besar,” kata Ketua Dewan Penasihat Alumni STAN periode 2016-2019 ini.
Dalam pandangan Sudirman, sangat disayangkan juga kalau karena alasan efisiensi anggaran harus menutup STAN. Pasalnya, investasi di pendidikan tidak akan pernah rugi.
“Kita semua simpati dan prihatin dengan tekanan ekonomi akibat wabah Covid 19. Tetapi menurut saya memotong anggaran pendidikan tidak boleh menjadi pilihan,” ujarnya.
Ia mencontohkan, Kaisar Jepang, setelah kalah Perang Dunia ke-2, ketika mau mulai membangun yang ditanya adalah “Berapa guru yang masih hidup?” Dan instruksinya membangun pendidikan besar-besaran.
Sudirman menawarkan solusi relokasi lulusan STAN sebagai jalan keluar efesiensi yang diinginkan Kemenkeu. Banyak instansi. BUMN, Kementerian/Lembaga, BUMD, dan Pemerintah Daerah meminta pasokan SDM lulusan STAN. Karenanya lulusan STAN bisa direalokasi tidak harus bekerja di Kemenkeu.
Sumber: KBRN