OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 28 Oktober 2020

KUMAT LAGI, GUS?

 KUMAT LAGI, GUS?



KUMAT LAGI

Saya pikir oknum2 NU udah mulai berpikir logis ketika beberapa dari mereka mulai satu suara tentang negeri ini. Saya pikir Said Aqil Siradj sebagai pimpinan NU sudah mulai terbuka, ketika ia ikut mengkritik kebijakan negara dan tidak lagi fokus di masalah khilafah dan radikalisme yang terkesan mengada-ada. Saya pikir mereka sudah berubah..

Ternyata saya salah,..

Kasus Gus Nur dan sebuah film pendek menggambarkan lagi sifat mereka bersama oknum2 yang mengaku berpikiran besar, ternyata masih berpandangan kerdil. 

Kasus Ahok yang menghina agama dan Alquran, mereka meminta umat memaafkan. Bijak oknumnya berkata bahwa Islam itu memaafkan. Bahkan di pengadilan, oknum2 NU menjadi saksi yang ikut membela Ahok. Pandai lidahnya memainkan kata-kata yang mengatakan tidak ada maksud ahok menghina agama. 

Padahal ucapan ahok jelas, ada penghinaan pada ayat Alquran yang ia kutip. 

Ketika organisasi mereka dikatakan miring, ketika kyai mereka diomongkan negatif, ketika pengajian yang tidak sama ajaran berkembang ditanah mereka, apa yang terjadi? 

Hilang Islam yang mereka banggakan saling memaafkan. Hilang Islam yang mereka banggakan saling berangkulan. Yang diperlihatkan adalah wajah bengis dan penuh kepuasan saat orang yang mereka sasar terpuruk dan terpenjara. 

Agama lebih tinggi dari Ormas, Alquran lebih tinggi nilainya dari para kyai. Seharusnya untuk hal yang menyerang pribadi mereka bisa memaafkan, tapi untuk yang menghina agama itu tidak bisa dimaafkan. Kenapa bisa mereka tukar nilai dan rasa itu? 

Pada Ahok yang menghina agama dan Alquran mereka merentangkan tangan, pada Gus Nur yang membicarakan ormas, mereka kepalkan tangan. Apakah ormas adalah sebuah agama baru yang lebih tinggi derajatnya dari agama Islam dan Alquran? 

Tweet ini adalah tweet kebodohan yang ditunjukkan oleh oknum NU yang mengaku dosen dan dipandang ulama. 

Nabi Muhammad tidak pernah mempedulikan hinaan dan hujatan pada dirinya, namun Nabi Muhammad akan melawan ketika Agama dan Alquran yang dihina.

Ketika kita meminta NU memaafkan Gus Nur dan mengajak NU merangkulnya, kenapa oknum ini malah berkata nyeleneh? 

Saran dan pesan yang disampaikan malah dijawab begini. Bertahun-tahun di negeri orang, dianggap pemikir namun menjadi kanak2 saat pembahasan menyangkut ormasnya. 

Jika radikal itu sesuai tafsiran aslinya yang berarti mengakar, maka pemikiran oknum NU ini sudah radikal. Dia berpegang teguh pada ormasnya dan tidak menerima ketika ormasnya dihina. Dia praktekkan pemikiran radikal melawan pihak2 yang mengajak untuk memaafkan. 

Saya pikir semua orang sepakat menilai apa yang dilakukan Gus Nur itu salah. Meminta NU memaafkan, bukan berarti membenarkan apa yang dilakukan Gus Nur. Justru kita meminta NU berjiwa besar untuk mau memaafkan. 

Sebuah ormas yang dibangun dengan jiwa kepahlawanan dan bertujuan merangkul umat dalam satu wadah, justru berlawanan dengan tujuannya. Malah menciptakan perpecahan dan bangga ketika bersebrangan jalan. 

Beberapa warga NU yang berpandangan lurus sudah berpikiran terbuka. Sebuah film pendek yang mendiskreditkan cadar pun mereka komentari tegas bahwa itu penghinaan. Saya percaya ditubuh NU masih ada pemikiran waras yang bisa menyelamatkan NU dari pemikiran nyeleneh oknumnya. 

Kritik pada NU jangan dijadikan perlawanan. Kritik adalah sebuah pesan. Jika yang mengkritik adalah anaknya sendiri (seperti yang dilakukan Gus Nur), orang tua apa yang tega memukul anaknya dan tersenyum puas melihat anaknya terpenjara? 

Di sinetron Inayah, pernah saya liat begitu.

(By Aaron Jarvis) -fb-

KUMAT LAGI ... Saya pikir oknum2 NU udah mulai berpikir logis ketika beberapa dari mereka mulai satu suara tentang...

Dikirim oleh Aaron Jarvispada Senin, 26 Oktober 2020


Sumber: