OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 24 November 2020

613 Imam di Xinjiang Ditawan Rezim China, Warga Muslim Uyghur Risau

 613 Imam di Xinjiang Ditawan Rezim China, Warga Muslim Uyghur Risau



10Berita,Para imam dan pejabat rezim melintas di bawah kamera keamanan saat mereka meninggalkan Masjid Id Kah selama perjalanan yang diatur rezim di Kashgar, XUAR, 4 Januari 2019. Foto: RFA

XINJIANG (RFA) – Aparat rezim di Wilayah Otonomi Uyghur Xinjiang (XUAR), kawasan barat laut China, telah menahan ratusan imam Muslim.

Hal tersebut disampaikan seorang ahli bahasa Uyghur di pengasingan.

Abduweli Ayup, dari The International Cities of Refuge Network (ICORN) yang berbasis di Norwegia, mengatakan hasil wawancara dengan Muslim Uyghur dari XUAR mengungkapkan bahwa setidaknya 613 imam terseret dalam operasi penahanan yang melanggar hukum.

Penahanan ratusan imam merupakan bagian dari penahanan 1,8 juta warga Uyghur dan minoritas Muslim lainnya yang ditawan di jaringan kamp konsentrasi di wilayah tersebut sejak awal 2017.

“Kami memulai pencarian ini pada 2018, sekitar Mei. Setelah wawancara selesai pada November, saya menemukan bahwa populasi yang paling ditargetkan adalah tokoh agama,” kata Ayup.

Ayup berbicara di webinar yang diselenggarakan Uyghur Human Rights Project (UHRP) yang berbasis di Washington, bertajuk “Di Mana Para Imam? Bukti penahanan massal tokoh agama Uyghur”.

“Saat itu, kami memiliki catatan sekira 300 imam yang terdaftar [sebagai tahanan]. Kemudian kami terus memperbarui angkanya. Pembaruan terakhir, ada 613 imam yang ditahan,” ujarnya.

Ayup, yang ditahan dan disiksa selama berbulan-bulan saat dipenjara pada 2013-2014, mengatakan dia juga telah mewawancarai setidaknya 16 mantan tahanan kamp yang mengatakan penangkapan para imam telah mengubah kondisi komunitas Uyghur di XUAR.

“Mereka mengatakan kepada saya bahwa setelah para imam ditangkap, orang Uyghur menjadi takut. Mereka sangat khawatir karena tidak ada imam yang bisa memimpin pemakaman warga,” katanya.

Seorang mantan tahanan yang tinggal di Belanda mengatakan kepadanya bahwa di ibu kota XUAR, Urumqi, warga harus mendaftar dan menunggu ketika seseorang meninggal.

“Mereka takut karena masjid dibongkar, para imam ditangkap, dan tidak ada kemungkinan menggelar upacara pemakaman. Ini sangat tragis,” ujarnya.

Peran Penting Pemimpin Agama Perempuan

Rachel Harris, seorang profesor etnomusikologi di School of Oriental and African Studies (SOAS) di Universitas London, mencatat bahwa imam laki-laki, bukanlah satu-satunya golongan tokoh agama yang menjadi sasaran dalam masyarakat Uyghur.

Meski tidak ada kategori yang diakui secara resmi dalam komunitas Muslim, dia mencatat bahwa pemimpin agama perempuan berperan sangat penting dalam masyarakat Uyghur.

“Mereka tidak memimpin secara langsung di masjid. Mereka memiliki peran di dalam rumah, tetapi mereka melakukan semua jenis peran penting yang sama seperti yang dilakukan oleh imam laki-laki,” kata Rachel.

“Para pemimpin agama perempuan beraktivitas dengan para perempuan. Mereka memimpin pemakaman perempuan, mengajari anak-anak membaca Al-Quran, dan sebagainya. Mereka juga memiliki peran yang sangat penting dalam masyarakat – seperti menengahi perselisihan, memberi nasihat, dan melakukan segala macam ritual agama”.

Rachel Harris mendesak kelompok hak asasi Uighur dan lembaga lain yang memantau wilayah tersebut untuk memasukkan para pemimpin agama wanita dalam lingkup penyelidikan mereka terhadap penahanan massal dan pelanggaran hak lainnya di wilayah tersebut.

Rezim Beijing menggambarkan jaringan kamp konsentrasi sebagai “pusat kejuruan” sukarela.

Sebaliknya, pelaporan oleh Layanan Uyghur RFA dan media lainnya menunjukkan bahwa sebagian besar tahanan ditawan di luar keinginan mereka dalam kondisi yang sempit dan tidak sehat.

Mereka dipaksa untuk menanggung beban yang tidak manusiawi dan terus-menerus dijejali indoktrinasi politik. (RFA)

Sumber: Sahabat Al-Aqsha.