OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 11 Februari 2021

Buzzer Jokowi Bikin Ngeri, Dibayar Cuma Buat Merusak Nilai-nilai Demokrasi

Buzzer Jokowi Bikin Ngeri, Dibayar Cuma Buat Merusak Nilai-nilai Demokrasi



10Berita  Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menantang Presiden Joko Widodo (Jokowi) merevisi UU ITE sebagai tindak lanjut dari pernyataannya meminta masyarakat lebih aktif mengkritik pemerintah.

Menurut Mardani jika pemerintah berani merevisi UU ITE itu yang dinilai pasal karet bagi aktivis pengkritik berarti Jokowi serius dengan pernyataannya.

Demikian disampaikan Anggota Komisi II DPR RI itu dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (10/2/2021).

“Jika serius ayo lakukan revisi UU ITE, khususnya Pasal 27, 28, dan Pasal 45. Yang sering jadi landasan pasal karet,” kata Mardani.

Lebih lanjut, anak buah Ahmad Syaikhu itu juga meminta pemerintah untuk menertibkan para buzzernya yang kerap mengerang para pengkritik di media sosial.

Menurut Ketua DPP PKS itu para buzzer-buzer bayaran tersebut merusak nilai-nilai demokrasi Indonesia.

“Itu kanker yang harus diberantas. Merusak ruang publik. Justru membuat persepsi publik pada Pak Jokowi jadi buruk,” jelas Mardani.

Selain itu, Mardani juga menyarankan Presiden Jokowi untuk melihat hasil survei yang menyebutkan bahwa masyarakat sekarang ini takut menyampaikan pendapat.

“Mestinya Pak Jokowi membaca beberapa hasil survei yang menyatakan masyarakat kian takut memberi pendapat. Justru indeks demokrasi Indonesia tahun ini turun. Ini jadi alarm bagi kesehatan demokrasi Indonesia,” pungkasnya.

Bebaskan Tahanan Aktivis

Sementara itu, Pengamat Politik Zaenal Muttaqin menantang Presiden Jokowi membebaskan para aktivis yang ditangkap oleh Polisi.

Menurut Zaenal para aktivis tersebut ditangkap karena dianggap melanggar UU ITE karena mengkritik kebijakan pemerintah.

Seperti aktivis KAMI Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan dan lain-lain yang sekarang dalam tahap proses hukum lantaran mengkritik kebijakan pemerintah.

Ia mengatakan sebelum Presiden meminta masyarakat aktiv mengkritik pemerintah, terlibih dahulu membesabaskan jeratan hukum kepada para aktivis yang sedang dalam masa tahanan polisi.

“Sebelum mengatakan itu, setidaknya Presiden membebaskan Jumhur dan Syahganda Nainggolan dan kawan-kawan,” tegasnya dihubungi Pojoksatu.id di Jakarta, Rabu (10/2/2021).

Menurut Kordinator Progres 98 itu para aktivis ditangkap dan diproses hukum karena mengkritik pemerintah.

Padahal, lanjut Zaenal dalam sistem demokrasi dan Ideologi Pancasila pengkritik seharusnya diberi ruang kebebasan mengkritik kebijakan pemerintah.

Zaenal juga mengaku heran dengan sikap orang nomor satu di Indonesia itu yang tiba-tiba meminta masyarakat aktiv mengkritik kebijakan pemerintah.

Akan tetapi, tambah Zaenal pernyataan pemerintah kadang bertolak belakang dengan kenyataan yang di lapangan

“Saya agak heran dengan ini, apa ini masukan dari timnya, karena seringkali statemen bertolak belakang dengan kenyataan,” tandasnya.

Untuk diketahui, Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat merupakan anggota Koalisi Aksi Menyalamatkan Indonesia (KAMI).

Kedua pentiggi KAMI itu ditangkap oleh Bareskrim Polri terkait tudingan menunggangi demo UU Ciptaker di sekitaran Istana Kepresidenan dan Patung Kuda beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta masyarakat lebih aktif dalam menyampaikan kritik dan masukan terhadap kerja-kerja pemerintah. Ia juga meminta penyelenggara layanan publik terus meningkatkan kinerja.

“Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan, atau potensi maladministrasi. Dan para penyelenggara layanan publik juga harus terus meningkatkan upaya perbaikan-perbaikan,” kata Jokowi melalui tayangan YouTube Ombudsman RI, Senin (8/2/2021).

(Sumber: pojoksatu)