10Berita – Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Dr Fahri Bachmid SH MH. menilai, persidangan kasus Habib Rizieq Shihab terkait kerumunan di Petamburan wajib digelar secara langsung dan tatap muka antara hakim, jaksa, terdakwa dan pengacara. Sebab, katanya, persidangan kasus HRS yang gelar secara online yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) tidak memiliki basis legal konstitusional sebagaimana diatur dalam KUHAP.
“Persidangan pidana HRS secara online tidak mempunyai basis legal-konstitusional. Pelaksanaan persidangan secara elektronik untuk perkara pidana secara teknis yuridis mengalami kendala hukum, karena Undang-Undang Nomor 8 Tahun tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengatur pranata persidangan yang demikian itu, oleh karena paradigma hukum yang diatur dalam KUHAP hanya mengatur terdakwa, saksi serta ahli yang dinyatakan dalam sidang untuk hadir secara langsung,” ujar Fahri , dalam keterangan tertulisnya, yang diterima redaksi fajar.co.id, Minggu (21/3/2021).
Menurut Fahri , persidangan langsung tatap muka dapat merujuk pada ketentuan Pasal 154, 159 dan 196 KUHAP dan hal itu tidak bisa ditafsirkan lain, Kemudian KUHAP mendesain bahwa sidang dilangsungkan di gedung pengadilan dan pengaturan atribut pakaian bagi hakim, penuntut umum, penasihat hukum dan panitera. Selain KUHAP, kata Fahri , Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur persidangan dihadiri tiga orang hakim dibantu panitera serta mewajibkan penuntut umum dan terdakwa untuk hadir.
“Secara teknis proses persidangan perkara pidana yang diatur dalam instrumen hukum acara pidana yang merupakan hukum positif dan publik dilakukan melalui tatap muka hakim, jaksa, terdakwa, dan penasihat hukum di dalam ruang sidang pengadilan,” katanya.
Sumber: